Dua bulan telah berlalu, cuti melahirkan pun telah usai. Kini Alma mulai beraktifitas kembali seperti sediakala. Setelah sarapan bersama, ia meninggalkan rumah untuk menjalankan tugasnya sebagai kepala sekolah di TK tempat ia mengajar.
Begitu pula dengan Yuanita, ia kembali ke tugas di luar rumahnya, yaitu bekerja di perusahaan milik direktur Yunan. Dengan begitu rapi dan wangi, wanita yang berstatus janda ini sudah melangkah melanjutkan karirnya.
Senyum tersungging di wajah janda muda yang baru saja telah resmi di talak cerai oleh Anton karena permintaannya sendiri.
"Pagi, pak Yunan." Sapa Yuanita.
"Pagi, Nita. Silahkan duduk! Ada yang ingin aku sampaikan pada mu. Ini menyangkut bagian pekerjaan yang akan kamu tangani setelah cuti dua bulan lalu."
"Iya, Pak." Jawab Yuanita.
"Demi efektifitas dan kerjasama yang baik, saya putuskan bahwa sekarang kamu saya pindah tugaskan pada divisi administrasi sebagai sekretaris kepala bagian. Jadi kamu mulai hari ini mendampingi bapak Ruben selaku kepala divisi administrasi." Ucap Yunan tegas.
"Oo... ke... napa begitu, Pak? Apa selama ini saya kurang bagus kinerjanya?" tanya Yuanita sedikit kecewa.
"Jangan salah paham, Nita. Aku lebih nyaman punya sekretaris laki-laki. Dan selama kamu cuti, dengan sekretaris penggantimu yaitu Revan, aku bisa lebih tenang dalam bekerja." Penjelasan Yunan lebih mendetail.
"I... iya, Pak. Saya bisa terima. Kalau gitu saya permisi. Saya akan mengemasi barang-barang dan pindah ke kantor divisi administrasi." Jawab Yuanita sembari berdiri dari duduknya dan melangkah meninggalkan ruangan direksi dengan wajah masam.
'Aku sekarang mendampingi si Ruben killer itu? Mana orangnya galak, susah senyum, muka jutek. Aduuuh... bisa stress aku." Bisik Yuanita dalam hati sambil membereskan barang-barang yang akan dipindahkan.
"Selamat pagi, Nita. Perkenalkan aku Revan." Ulas senyum Revan sambil mengulurkan tangan kanannya sembari ingik menjabat tangan dan berkenalan.
"Ooo... iya, saya Yuanita, panggil saja Nita. Kamu yang akan menggantikan aku menjadi sekretaris pak Yunan ya?" Ucap Yuanita sinis.
"Iya, Nita. Pak Yunan merekomendasikan pada saya seperti itu. Kamu sudah diberitahu kan?" tanya Revan.
"Iya. Selamat ya." Ucap Yuanita dengan muka jutek.
"Apa maksudmu? Sepertinya kamu kurang suka dengan keputusan pak Yunan?" tanya Revan.
"It's oke, nggak masalah bagi ku. Mungkin itu hanya perasaan mu saja." Jawab Yuanita menyimpan misteri.
"Aku permisi dulu." Pamit Revan, lalu membalikkan badan meninggalkan Yuanita.
"Bodoh!! Siapa yang suka dipindahtugaskan pada level yang lebih rendah?? Anak kecil juga paham, Revan. Pake pura-pura tanya. Kamu kurang suka ya, dengan keputusan pak Yunan? Dasar manusia pecundang! Nggak usah di tanya pun, kamu sudah tahu jawabannya. Pake pasang muka polos lagi. Kamu belum tahu, berhadapan dengan siapa sekarang. Huh!!" Yuanita meracau di ruangannya meluapkan kejengkelannya pada keadaannya sekarang.
***
"Apa kabar, bu Alma? Makin cantik aja." Sapa salah satu wali murid yang berpapasan ketika mengantar anaknya sekolah.
"Baik, Bunda. Sudah lama tak jumpa ya." Sahut Alma dengan ramah dan menyalaminya. Sapaan Bunda diberikan pada setiap ibu dari anak-anak yang sekolah si tempat itu.
"Iya, bu Alma. Sudah dua bulan bu Alma cuti melahirkan. Anak-anak sudah rindu kehadiran bu Alma seperti ini."
"Mulai hari ini, saya akan datang ke sekolah seperti biasa."
"Syukurlah, saya permisi dulu ya. Mari bu Alma."
"Iya, Bunda." Jawab Alma sambil tersenyum.
Alma melanjutkan langkahnya menuju kantor guru dan bertemu dengan sahabat-sahabat seperjuangan yang sekian lama ditinggalkannya.
Kini telah terobati rasa rindu yang selama ini ia pendam, hanya bisa ia lampiaskan lewat mengirim pesan singkat atau telepon.
"Bu Niken, apa kabar. Aku kangen banget." Sapa Alma sambil memeluk erat Niken salah satu sahabat yang selalu memberinya dukungan dan kekuatan dalam menghadapi berbagai masalah di sekolah.
"Ooo... Bu Alma, aku juga kangen." Pelukan hangat dua sahabat ini berlangsung beberapa saat.
Dan dilanjutkan dengan pekerjaan utama mereka, apalagi kalau bukan mengajar di depan siswa sesuai dengan tugas masing-masing.
Sedang Alma masih memeriksa administrasi yang tak ia lihat selama dua bulan lalu. Ia juga mengatur jadwal kegiatan di dalam maupun di luar sekolah.
Ia merasa menemukan lagi jati dirinya yang selama ini terpaksa ia tinggal. Kesibukan yang sudah ia lakukan selama bertahun-tahun itu sudah mendarah daging dalam dirinya. Mengajar adalah cita-citanya sejak kecil. Dan akhirnya dengan segala upaya, Tuhan memberikan jalan sampai ia dipercaya menjadi kepala sekolah dengan semua sepak terjangnya. Kadang suka, kadang duka, silih berganti mengiringi langkahnya.
Dalam situasi seperti ini, ia sering memikirkan Devan anak dari pernikahannya dengan Yunan. Karena selama beberapa jam, ia harus meninggalkan dan tak bisa memanjakannya seperti sebelumnya.
'Maaf ya, Sayang. Mama mulai hari ini tak bisa menemani mu sepanjang waktu. Tapi mama janji, sepulang ngajar nanti mama akan habiskan waktu hanya bersama mu.' Ucap Alma dalam hati, sambil menatap foto Revan yang dijadikan wallpaper di ponselnya.
***
Sementara Tiara sudah ijin pada mamanya, sepulang sekolah akan main dulu ke rumah sahabatnya Amora. Karena sudah lama ia selalu menunda karena kesibukan dan acara keluarga.
Kesempatan kali ini, ia tak bisa menolak lagi. Sehubungan dengan acara ulang tahun Amora yang diadakan di rumahnya sepulang sekolah bersama beberapa teman saja yang dianggapnya dekat dengannya.
"Aku sudah bilang mama, Mora. Dan aku juga sudah bawa baju ganti untuk acara ulang tahun mu nanti." Ucap Tiara.
"Gitu dong, Tiara. Aku akan lebih bersemangat, kalo kamu bisa menemani ku sepanjang acara nanti. Mas Arka pasti menanti kesempatan emas ini." Goda Amora dengan senyum nakal.
"Apaan sih, Mora. Mas Arka apa juga ikutan acara kamu. Kan nanti teman-teman sebaya kita yang datang." Sanggah Tiara nampak malu-malu.
"Suka-suka Mas Arka dong. Kan yang punya rumah, hayo!"
"Iya, juga ya. Aku sampai lupa." Jawab Tiara polos.
"Apa kamu sudah pernah di hubungi mas Arka? Aku jadi curiga, kayaknya kalian berdua sudah sering komunikasi deh. Karena biasanya Mas Arka suka nitip salam padaku buat kamu. Sejak aku kasih no WA mu, dia nggak pernah nitip salam lagi. Hayo... ngaku?!?" Selidik Amora sambil menoel hidung Tiara yang mancung.
"Hmm... kasih tau nggak ya?" Jawab Tiara sambil tersenyum.
"Ciyee... pake rahasia segala. Masa sama calon adik ipar nggak mau jujur sih??" Ledek Amora lagi.
"Hah... calon adik ipar? Siapa, Mora??" tanya Tiara yang suka pura-pura lugu.
"Hmm... Lama-lama kamu tuh nyebelin ya? Trus aku ini adik siapa, hah?? Dasar kakak ipar nggak punya akhlak." Jawab Amora dengan muka cemberut.
"Belum apa-apa, aku sudah dimusuhi sama calon adik ipar. Nggak jadi aaah. Calon adik ipar kesabarannya cuma setipis tisu." Lagi-lagi Tiara menggoda sahabatnya itu.
***
BERSAMBUNG
KAMU SEDANG MEMBACA
PENGHIANATAN JADI KARMA
RomantizmSuara desahan dua orang itu terhenti seketika, aku lanjut mengetuk pintu makin keras, emosiku semakin memuncak. Namun pintu kamar yang ku ketok berkali-kali, entah berapa kali terhitung, tidak dibuka-buka. Beberapa saat kemudian terdengar langkah ka...