Sore ini Heni sudah diperbolehkan pulang. Adel membantu Heni berkemas-kemas agar tak ada barang yang tertinggal di klinik.
"Bu Heni, kalo sudah di rumah jangan lupa jaga kesehatan ibu dan putri ibu, ya! Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dan ASI lanjutan secara optimal hingga dua tahun untuk meningkatan kesehatan bayi. Menyusui merupakan salah satu investasi terbaik untuk kelangsungan hidup dan meningkatkan kesehatan, perkembangan sosial, serta ekonomi individu."
Wejangan bu bidan Santi panjang kali lebar demi kebaikan Heni dan putri kecilnya. Akhirnya Heni menggendong bayi mungilnya yang tertidur pulas didampingi oleh Adel yang membantu membawa barang-barang punya Heni dan bayinya.
"Makasih banyak bu Santi, kami permisi pulang dulu." Ucap Heni berpamitan.
"Hati-hati ya, Bu Heni!" pesan bu Santi.
Heni di bonceng sepeda motor oleh Adel yang memang jarak rumahnya tidak jauh dari klinik bidan Santi. Adel membawa sepeda dengan pelan dan hati-hati, mengingat Heni dalam masa pemulihan habis persalinan, juga ada bayi yang masih sangat rentan terkena angin dan pengaruh lingkungan sekitar.
Setelah 15 menit mereka sudah sampai di rumah.
"Assalamualaikum... Bu, aku sudah pulang." teriak Adel berjalan masuk rumah sambil mencari bu Halimah.
"Alhamdulillah... cucu ku sudah di rumah. Cantiknya... Sini nenek gendong, sayang!" Bu Halimah menyambut kedatangan cucunya dengan sangat gembira.
Ia meraih bayi mungil yang ada di gendongan ibunya. Lalu bu Halimah menimang-nimang cucu barunya itu dengan penuh kasih sayang. Hingga akhirnya ia sadar ada seseorang yang tak dijumpai keberadaannya. Kedua matanya melihat pintu depan yang masih terbuka, tapi tetap saja tak ada orang yang di maksud datang.
"Lho... Mana Anton? Kok nggak pulang bareng kamu, Hen?" tanya bu Halimah yang heran setelah tahu kalau anak laki-lakinya tak ikut serta pulang ke rumah.
"Mmm... Mas Anton di rawat di rumah sakit, Bu. Mas Anton mengalami kecelakaan, dan sampai sekarang masih di ICU." Heni menjelaskan pada bu Halimah sambil matanya berkaca-kaca. Seharusnya dengan hadirnya bayi di rumah itu akan menambah kebahagiaan, tapi karena kabar yang kurang baik ini membuat suasana rumah menjadi sedih.
"Ya Tuhan, anakku Anton. Kenapa kamu sampai kecelakaan, padahal hari ini anakmu lahir. Lalu siapa yang menemani Anton di rumah sakit, Hen???" Bu Halimah sangat histeris mendengar berita yang kurang mengenakkan tentang Anton. Wanita yang mulai menua ini menahan tangis karena tak menyangka anak laki-lakinya akan mengalami hal buruk tersebut.
"Mas Anton ditemani Mbak Alma, Bu." Sahut Adel yang duduk di sebelah bu Halimah. Heni yang ditanya tentang hal itu, malah sibuk dengan dirinya sendiri, untuk mengalihkan perhatian.
"Alma??? Kok bisa sama Alma??? Apa kecelakaannya sama Alma???" Bu Halimah makin terkejut, mendengar nama mantan menantunya yang baik hati itu di sebut.
Akhirnya agar tidak terjadi salah paham, Adel menceritakan kronologi peristiwa tersebut, sesuai dengan yang diceritakan Alma kepadanya.
"Kalau gitu, Del. Tolong ibu antarkan ke rumah sakit ya! Ibu pengen tahu keadaan Mas mu saat ini." Ucap ibu memohon pada Adel. Hati seorang ibu tak akan bisa tenang, jika mendengar berita duka pada anaknya. Apalagi hingga saat ini, kabarnya Anton masih di ruang ICU, belum sadarkan diri.
"Iya bu. Apa ada yang perlu di bawa untuk Mas Anton? Pakaian ganti mungkin? Pasti Mas Anton butuh itu." Jawab Adel.
"Aku juga pengen ikut, Del. Tapi gimana dengan bayiku?" Sahut Heni.
"Heni, kamu di rumah saja dulu. Kasihan anakmu. Nanti pasti ibu kabari, bagaimana perkembangan Anton di rumah sakit. Biar ibu sama Adel yang ke sana. Kamu juga butuh istirahat, Hen." Wejangan bu Halimah pada menantunya.
"Iya bu. Titip salam buat Mas Anton. Semoga Mas Anton cepet sembuh dan bisa lekas pulang, berkumpul kembali sambil menimang anaknya." Jawab Heni dengan suara parau karena capek campur sedih.
"Iya, Hen. Ibu pergi dulu ya. Kamu sudah siapkan pakaian kakakmu, Del?" tanya bu Halimah.
"Sudah bu, ini siap semua. Hen... aku dan ibu jenguk Mas Anton dulu ya." Pamit Adel.
"Iya, Del" Jawab Heni yang masih duduk di sofa menyandarkan punggungnya karena kantuk dan lelah.
***
Di depan rumah Alma ada seorang laki-laki tua yang duduk di depan pagar. Sepanjang hari ia hanya duduk diam di tempat itu, entah siapa dan apa yang dilakukannya. Hingga akhirnya ada tetangga Alma yang menghampiri dan bertanya pada orang tua itu.
"Permisi, Pak. Bapak lagi nyari siapa?" tanya bu Ratna tetangga Alma, yang rumahnya bersebelahan dengan rumah Alma. Bu Ratmi merasa penasaran dengan lelaki tua itu, yang sudah beberapa hari selalu duduk di tempat yang sama, tanpa tujuan yang jelas.
Tetapi lelaki tua itu hanya diam tak menjawab pertanyaan bu Ratna. Ia hanya menatap rumah Alma dan menundukkan pandangannya.
"Maaf Pak, apa Bapak nyari Bu Alma?" tanya bu Ratna lagi.
Pak tua itu hanya menganggukkan kepalanya, yang artinya ya benar. Matanya yang tampak lelah membuat bu Ratna iba.
"Bapak ini apanya bu Alma?" tanya bu Ratna, tapi sekali lagi pak tua itu tak menjawab.
"Bapak sudah makan?" tanya bu Ratna lagi.
Lelaki tua itu menggelengkan kepalanya.
"Saya ambilkan makan dan minum ya, Pak. Tunggu sebentar!" Jawab bu Ratna yang terketuk hatinya untuk menolong lelaki tua misterius itu.
Ia tak tega melihatnya, wajah lelaki itu tampak kusam, tubuhnya kurus, baju dan celananya dekil, kedua matanya sayu menahan kesedihan yang mendalam.
Sesaat kemudian, bu Ratna kembali dengan membawakan sepiring nasi hangat dengan lauk telur balado dan tempe goreng. Tak lupa dibawakan juga sebotol air minum.
"Silahkan makan dulu, Pak! Saya tinggal dulu ya, permisi." bu Ratna meninggalkan pak tua itu di depan pagar rumah Alma yang tertutup rapat dengan gembok.
Pak tua itu tersenyum sambil menganggukkan kepalanya tanda setuju. Lalu ia segera menyendok sepiring nasi hangat yang ada di tangannya dengan sangat lahap. Terlihat jelas, kalau pak tua itu sedang kelaparan. Dalam waktu cepat sepiring nasi itu habis tak bersisa, selanjutnya ia minum sebotol air putih untuk melepas dahaganya.
"Siapa sebenarnya Pak Tua itu, ya? Kenapa selalu duduk di depan pagar rumah bu Alma. Tapi ia tak pernah menjawab kalau ditanya." Ucap bu Ratna dalam hati.
'Aku harus menghubungi bu Alma untuk memastikan kalau Pak Tua itu bukan orang jahat. Aku kadang kuatir di jaman seperti ini, ada saja oknum yang berpura-pura jadi pengemis, eee... taunya cuma akting untuk mencari sasaran. Nelpon bu Alma dulu aja' bu Ratna bermonolog.
***
BERSAMBUNG...
KAMU SEDANG MEMBACA
PENGHIANATAN JADI KARMA
RomanceSuara desahan dua orang itu terhenti seketika, aku lanjut mengetuk pintu makin keras, emosiku semakin memuncak. Namun pintu kamar yang ku ketok berkali-kali, entah berapa kali terhitung, tidak dibuka-buka. Beberapa saat kemudian terdengar langkah ka...