Sudah beberapa hari Anton menjalani pekerjaannya sebagai staf administrasi dengan giat. Pagi hari selalu berpakaian rapi dan wangi, rambut klemis bergaya undercut ala cowok Korea. Tak lupa sepatu hitam di semir kinclong membuat penampilannya makin keren.
Langkah kakinya menunjukkan lelaki yang mapan. Dengan tubuh atletis dan tinggi semampai, wajah yang terbilang ganteng, serta penampilannya menunjukkan lebih muda dari usianya. Inilah yang membuat Anton suka tebar pesona dan percaya diri.
Kini tak hanya Dahlia yang terpikat, tapi wanita muda ini sudah ada pesaingnya.
Namanya Yuanita, sekretaris Yunan yang baru. Panggilannya Nita, ia sepantaran dengan Dahlia, usianya dua puluh empat tahun. Boleh di bilang lebih cantik dan bodynya lebih bahenol di banding Dahlia. Wanita berkulit mulus ini masih single, jadi tak ada penghalang bagi lelaki yang mendekatinya.
Pagi itu secara tak sengaja Anton berpapasan dengan Yuanita di simpang jalan depan lobby perusahaan. Tak biasanya Anton terkesima dengan seorang wanita sebegitunya. Entah karena ia sudah lama terkungkung dalam amnesianya atau karena wanita di depannya yang sangat memukau penampilannya.
'Wow... cantik sekali cewek ini?!? Baru kali ini aku ketemu dia di kantor ini,' ucap Anton dalam hati. Langkahnya terhenti seketika menatap wanita cantik yang berjalan berlenggak-lenggok di depannya.
"Permisi... maaf saya karyawan baru di sini. Dimana ruangan pak direktur, ya?" tanya wanita muda nan cantik jelita.
"Hmm... karyawan baru ya? Pantes... aku nggak pernah lihat? Boleh kenalan??" tanya Anton sambil mengulurkan tangannya tanda perkenalan.
"Oo..iya, saya Yuanita. Sekretaris baru direktur." Dengan mengulas senyum manisnya sambil menerima jabatan tangan Anton.
'Hmm... mujur sekali Yunan. Punya sekretaris muda, putih mulus, cantik, bahenol kayak gini. Aku juga mau!' monolog Anton yang tak segera melepas genggaman tangan pada Yuanita, karena terkesima oleh kecantikannya.
"Ehhemm..." Yuanita memberi kode sambil mengumbar senyum nakalnya pada Anton, ia seakan segan diperlakukan Anton seperti itu. Tapi dalam hati, ia sangat menyukainya, karena lelaki di depannya terbilang cukup menarik dan tampan.
"Mm... maaf, aku Anton, staf administrasi." Lalu Anton segera melepas genggamannya sambil tersenyum menggoda. "Oh ya, ruangan pak direktur di lantai dua, sebelah kanan, nanti ada tulisan di depan pintunya. Kebetulan aku juga mau ke sana, boleh kita jalan sama-sama."
"Oke, pak Anton. Makasih, ya." Jawab Yuanita lalu melangkah di samping Anton dengan centilnya.
"Jangan panggil, Pak lah... panggil Anton atau Mas aja, biar lebih akrab." Pinta lelaki playboy itu sambil melirik Yuanita dengan mengeluarkan jurus awalnya, lirikan mata elang siap menerkam.
"Gitu ya, Mas... Mas Anton, he he..." Yuanita tertawa kecil untuk mengurangi kecanggungannya.
"Nah... kita sudah sampai. Ini ruangan pak direktur. Aku akan melanjutkan ke ruangan ku. Kalo ruangan ku ada di paling ujung lantai ini. Hmm... boleh nggak aku minta nomer WA, kalo perlu bantuan, aku selalu siap." Ucap Anton yang akhirnya mengeluarkan jurus selanjutnya.
"Hmm... boleh, Mas Anton." Lalu wanita molek itu memyebutkan nomer WA nya. Anton tanpa aba-aba langsung mengetik nomer yang disebutkan Yuanita dengan penuh semangat.
"Makasih ya, Cantik. Semoga bisa betah bekerja di sini. Sampai jumpa." Pamit Anton sambil melambaikan tangan kanannya dan sesekali melirik ke arah Yuanita yang masih mengulas senyum manisnya.
"Sama-sama, Mas Anton," jawab Yuanita. Lalu ia berdiri tepat di depan pintu yang bertuliskan, ruangan direksi.
Tok... tok... tok...
Ia mengetuk pintu dengan sopan.
"Masuk," ada jawaban dari dalam, tak lain adalah suara direktur perusahaan sumber rejeki, Yunan Prasetya.
Ceklek
Yuanita masuk ruangan, berjalan berlenggak-lenggok menebar pesona. Tak lupa ia memberi senyuman manis dan tatapan menggoda pada lelaki yang ada di ruangan itu.
"Selamat pagi, Pak. Saya Yuanita, sekretaris baru. Saya siap membantu pekerjaan Pak Yunan, mulai hari ini." Ucap wanita cantik ini dengan percaya diri.
"Hmm... Aku harap, kamu bisa membantu pekerjaan ku dengan baik." Jawab Yunan yang sekilas saja melihat wanita muda di depannya. Walau sekretaris barunya itu berusaha menebar pesona, tapi direktur yang satu ini tak mudah ditaklukkan.
Lalu Yuanita menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari meja dan kursi kerja untuknya.
"Ruangan kerja kamu, ada di sebelah kanan dari ruangan ini, nggak jadi satu di sini. Silahkan... kamu bisa mulai bekerja!" Titah Yunan sambil menunjuk ruangan yang berbeda di sebelahnya.
"Mm... makasih, Pak." Jawab Yuanita agak malu. Ia tak menyangka kalau ruangannya tak jadi satu dengan ruangan direksi. Padahal ia berharap akan jadi satu, agar bisa lebih akrab dan sering berinteraksi dengan Yunan.
'Ternyata nggak satu ruangan, padahal direktur nya masih muda, atletis, ganteng lagi. Ini lelaki idaman ku banget. Pasti pak Yunan ini tajir melintir. Iyalah... direktur!' Yuanita melangkah keluar ruangan sambil nyeletuk dalam hati. Ia merasa tertarik dengan ketampanan Yunan, sang direktur.
***
"Hen... Heni! Hen?!" Adel memanggil kakak iparnya berkali-kali, tapi tak menyahut, juga tak menoleh ke arahnya.
"Halo... Heni! Lagi mikir apa sih??? Serius amat??? Heni?!?" teriak Adel makin mengeraskan suaranya, karena jengkel dengan sikap Heni yang masih terpaku dengan tatapan kosong.
"Eee... ada apa, Del. Sampek kaget aku. Pelan-pelan dong, aku nggak budek, Del!" ucap Heni yang tersentak dengan teriakan adik iparnya itu.
"Aku tuh... udah panggil kamu beberapa kali. Kamunya aja yang ngelamun! Lagi mikirin apa sih, sampek segitunya???" sahut Adel.
"Nggak mikirin apa-apa, Del. Cuma akhir-akhir ini, Mas Anton sering telat pulang. Dan... selalu berpenampilan rapi, wangi lagi. Aku kuatir, Mas mu punya gebetan baru di tempat kerjanya??" kata Heni dengan muka masam.
"Maksud kamu??? Bentar... Mas Anton kan sekarang sudah mulai kerja di kantoran. Apa salah, kalau Mas Anton berpenampilan rapi dan wangi??? Menurutmu Mas Anton harus gimana, Hen??? Pakai baju lusuh, amburadul, bau kecut, gitu???" Jawab Adel yang nampak heran dengan pendapat Heni barusan.
"Bukan begitu, Del. Akhir-akhir ini makin rapi dan selalu semangat kalau berangkat kerja. Nggak kayak dulu." Heni mencari alasan untuk menguatkan dugaannya.
"Wajar sih menurutku. Kerja itu harus semangat, nggak boleh males-malesan. Gimana sih kamu, Hen??? Kamu mau Mas Anton males, terus di pecat dari kerjanya, gitu???" Adel tetap membela kakaknya, yang dianggapnya tak melakukan hal yang negatif.
"Aku takut aja, Del. Mas Anton ada main sama wanita di tempat kerjanya. Mas Anton kan ganteng. Siapa sih yang nggak kepincut sama penampilannya???" Heni masih ngotot dengan pendapatnya. Ia mengerucutkan bibirnya tanda kesal atas pendapat Adel yang tak sama dengan dia.
"Jadi istri itu nggak boleh overthingking. Suami kerja didoakan yang baik, dijauhkan dari mara bahaya. Dilancarkan semua aktifitasnya, gitu dong!!!" Adel makin menekankan pendapatnya.
"Iya... iya, Del. Aku mungkin terlalu khawatir sama Mas mu. Takut aja, kalau Mas Anton sudah nggak tertarik sama aku. Aku kan cuma wanita rumahan, berdaster, pagi sampek malam cuma berkutat di rumah. Nggak seperti teman-teman wanita di tempat kerjanya. Pasti cantik-cantik, sexy, baunya wangi. Makanya aku pengen juga kerja seperti mereka. Biar nggak cuma di rumah begini." Ulas Heni.
"Trus... keponakan ku mau dikemanain??? Siapa yang urus??? Kamu nih, aneh-aneh." Jawab Adel mulai emosi.
"Kan ada ibu, biar Putri di urus sama ibu. Kalau aku dapat gaji, nanti bisa ku kasih ke ibu, daripada aku nyari baby sister?" Jawab Heni sekenanya.
"He he... emang mudah, cari kerja??? Apalagi usia kamu yang sudah kepala tiga???" Adel berusaha mengingatkan Heni.
"Aku pasti dapat kerja. Mas Anton pasti makin sayang, kalau aku bisa membantu mencari uang." kata Heni optimis.
"Terserah kamu, Hen." Jawab Adel kesal.
***
BERSAMBUNG...
KAMU SEDANG MEMBACA
PENGHIANATAN JADI KARMA
RomansaSuara desahan dua orang itu terhenti seketika, aku lanjut mengetuk pintu makin keras, emosiku semakin memuncak. Namun pintu kamar yang ku ketok berkali-kali, entah berapa kali terhitung, tidak dibuka-buka. Beberapa saat kemudian terdengar langkah ka...