BAB 78. KARMA DI MULAI

1.2K 57 22
                                    

Sementara hubungan Anton dan Yuanita semakin intens. Mereka sudah tak segan lagi memamerkan kemesraan dimana pun mereka berada. Di apartemen, di mall, di tempat umum, bahkan di perusahaan tempat mereka bekerja. Hingga menjadi buah bibir di antara teman kantor, sampai terlihat juga oleh Yunan sangat direktur.

"Nita, nampaknya hubunganmu sama Anton sudah cukup serius ya? Jangan lama-lama berpacaran, ntar jadi gunjingan banyak orang kan nggak enak juga!" Tanya Yunan saat sekretaris cantiknya itu masuk ke ruangannya untuk menyerahkan berkas.

"I... iya Pak. Sebentar lagi mas Anton akan menikahi saya. Mohon doanya ya Pak, semoga acara pernikahan kami lancar nanti." Jawab Yuanita dengan senyum manisnya.

"Oh ya???" Jawaban Yunan dengan ekspresi terkejut, karena sang direktur tahu betul, siapa Anton yang sebenarnya.

"Iya, Pak. Kenapa Pak Yunan nampak kaget gitu? Apa ada yang salah, Pak??" Jawab Yuanita yang mendapati lelaki di depannya terlihat bersikap agak aneh menurutnya.

"Ng... nggak apa-apa. Hmm... apa kamu sudah pernah diajak ketemu sama orang tua Anton?" Tanya Yunan penasaran.

"Belum sih, Pak. Rencana dalam waktu dekat saya akan di ajak Mas Anton ke rumahnya sambil dikenalkan dengan keluarganya." Jawab Yuanita yang nampak heran dengan raut muka Yunan.

"O... begitu." Yunan tak melanjutkan rasa penasarannya, ia memilih tak mau ngurusi urusan orang lain.

"Maaf Pak, saya permisi dulu." Pamit sang sekretaris seraya membalikkan badan dan melangkah meninggalkan ruangan itu.

Yunan duduk terdiam dengan tatapan penuh tanda tanya. 'Bukankah Anton sudah punya istri? Kenapa mau nikah lagi? Hmm... apa memang sudah cerai lagi?? Sepertinya Yuanita nggak tahu status Anton yang sebenarnya. Aku jadi kasihan kalau yang terjadi seperti itu. Sudahlah... bukan urusan ku. Kalau terjadi apa-apa biar ditanggung Anton. Suatu saat pasti mendapatkan balasanmya.'

*

"Eee... Si Anton sekarang makin berani pamer kemesraan sama tuh sekretaris. Risih aku lihatnya. Bukan karena aku cemburu lho, tapi aku menilai kemesraan Anton dan Yuanita, sudah kelewat batas." Celoteh Dahlia mantan Anton.

"Iya ya... aku juga lihat tadi. Keduanya berjalan bergandengan di parkiran, kayak ABG aja." Sahut Kamila teman karib Dahlia.

"Semua mata  memandang ke arah mereka. Apa nggak risih tuh? Aku yang lihat aja ikutan malu, tapi mereka berdua cuek aja sama orang-orang sekitar. Sebel deh!!" Sungut Dahlia.

"Biarin aja, Lia. Itu namanya dunia milik berdua. Yang lain cuman ngontrak. Hehe..." Sahut Kamila berkelakar.

Teman-teman se-divisi dengan Anton menggunakan waktu luangnya untuk ngegosip pasangan fenomenal itu. Mumpung aman karena si Anton belum berada di tempat.

"Denger-denger bentar lagi Anton dan Yuanita mau nikah lho. Jadi hubungan mereka emang udah serius." Kata Bondan ikutan nimbrung.

"Wah... bentar lagi kondangan nih. Siap-siap aja amplopannya. Hehehe..." Celetuk Darwis tak mau kalah.

"Ssstttt... Anton datang!!!" Bisik Dahlia mengisyaratkan pembicaraan harus dialihkan ke tema yang lain atau berhenti saja.

Seketika ruangan nampak hening, yang ada hanya kesibukan Dahlia, Kamila, Bondan dan Darwis di meja masing-masing. Lalu masuklah Anton dengan langkah kaki santai menuju meja kerjanya.

"Dari mana, Ton?" tanya Bondan.

"Biasalah... nyari angin bentar. Biar nggak suntuk," jawab Anton.

"Kapan nih mau diresmiin, denger-denger kamu udah ketemu yang pas nih??" ledek Kamila.

"Hmm... kamu nih, Mila. Do'ain aja biar semuanya lancar. Kayaknya dalam waktu dekat." Jawab Anton tanpa basa-basi.

Demikianlah Anton sudah tak canggung mengumumkan niatnya menikahi wanita idamannya itu. Walaupun kenyataannya ia masih belum menceraikan Heni, tapi hatinya sudah sepenuhnya berpaling pada Yuanita seorang.

Apa yang akan dilakukan oleh Heni, jika dalam waktu dekat secara terang-terangan akan di talak Anton dengan alasan klise. Padahal Heni saat ini sangat membutuhkan teman curhat dan tempat bersandar untuk mengurangi beban dalam hidupnya. Ya... beban akibat ulahnya sendiri. Niat hati ingin mencelakakan mantan sahabatnya, Alma. Tapi malah berbalik menyerang dan membantai dirinya sendiri.

*

Sore ini Anton pulang ke rumah, hati Heni berbunga-bunga, karena sudah sekian lama suaminya itu tak menyapanya apalagi menyentuhnya.

"Syukurlah... mas Anton susah pulang." Heni tersenyum dengan wajah berseri-seri menyambut kedatangan sang suami.

Sebentar kemudian, Anton memilih duduk di sofa rumah tengah dan ketika melihat Heni keluar dari kamar, ia tak menunda waktu lagi untuk berbicara empat mata dengan wanita yang sebentar lagi menjanda.

"Hen... Kemarilah dan duduklah di sebelahku! Ada yang ingin ku bicarakan." Sapa Anton ketika melihat istrinya keluar dari kamar.

Dengan hati berbunga-bunga Heni tersenyum merekah sembari melangkah mendekati suaminya yang sedang duduk di sofa ruang tengah.

'Mas Anton pasti sudah merindukan aku, sekian lama nggak pernah menyapaku, tapi sekarang pulang sore langsung ngajak aku bicara berdua, hmm...' bisik Heni dalam hati.

"Iya, Mas. Ada apa? Apa Mas Anton pengen sesuatu, nanti aku buatkan?" tawaran Heni pada suaminya untuk menghangatkan suasana.

"Aku nggak pengen apa-apa. Aku hanya ingin bicara sama kamu." Anton menatap wajah Heni dengan tatapan tajam sambil menghela napas dalam-dalam.

"Iya, Mas. Mas Anton mau bicara apa? Sudah lama aku menginginkan bisa ngomong berdua seperti ini." Heni masih berpikiran positif, ia belum bisa membaca gelagat suaminya.

"Aku sudah lama ingin bicara hal ini sama kamu. Sejak ibu jatuh waktu itu, sebenarnya aku marah sama kamu. Tapi aku masih kasihan dan aku maafkan. Makanya kamu tetap ku perbolehkan tinggal di rumah ini." Anton mulai fokus pada masalahnya. Ia tetap bersikap tenang hingga lawan bicaranya tak bisa menebak apa yang sebenarnya ada dalam pikirannya saat ini.

"Maafkan aku, Mas. Aku nggak akan mengulanginya lagi." Heni menundukkan kepalanya sebagai tanpa penyesalan yang teramat sangat.

"Tapi semuanya sudah terlambat. Aku menginginkan istri yang bisa menghormati dan menghargai ibu ku, bukan menganggapnya pembantu di rumah ini." Ucap Anton masih dengan tatapan matanya yang tajam.

"Apa aku nggak menghargai ibu, Mas. Aku sudah berusaha membantu mengerjakan pekerjaan rumah seperti yang diharapkan ibu. Apa lagi yang salah, Mas??" Desak Heni membela diri dengan memelas.

"Hen, aku akan mencari rumah kontrakan untuk kamu dan Putri. Biar kamu bisa belajar mandiri. Dan aku akan memberi uang untuk kebutuhan Putri untuk tiap bulannya." Lanjut Anton menjelaskan lebih lanjut.

"Kenapa cuma buat aku dan Putri? Lalu, Mas Anton mau tinggal dimana? Apa Mas Anton tetep mau tinggal sama ibu di sini??" Heni bingung atas keputusan suaminya itu.

"Aku tidak tinggal di sini lagi. Aku akan tinggal dengan istri ku yang baru." Anton dengan lancar mwngucapkannya tanpa menghiraukan perasaan wanita di depannya.

"Mas?!?! Apa yang kami katakan??!! Apa maksud kamu, Mas??? Kamu mau kawin lagi???" Heni berdiri dari duduknya, tubuhnya bergetar dan matanya berkaca-kaca menahan emosi yang ingin meledak.

"Ya, aku mau kawin lagi dengan wanita yang lebih baik dari kamu. Dan aku akan segera menceraikanmu." Jawab Anton lantang dan sedikit senyum di sudut bibirnya.

Mendengar jawaban suaminya itu, dada Heni serasa sesak bagai dihantam gada besar dari depan. Kepalanya mendadak pusing tak karuan. Dunia rasanya runtuh dan memporakporandakan seluruh jiwa dan raganya.

Kini air mata telah mengalir dengan deras tak bisa dibendung lagi. Karena kepalanya terasa berat dan tubuhnya mendadak lemas, ia memilih mendudukkan pantatnya kembali diatas kursi sambil menyandarkan kepalanya.

***

BERSAMBUNG... 

PENGHIANATAN JADI KARMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang