Setelah di rasa cukup dan rasa penasaran Alma tentang perubahan sikap putri semata wayangnya, ia berpamitan kembali ke kamarnya.
"Tiara, sudah malam, Mama pamit dulu. Kamu nggak boleh punya pikiran negatif dalam hal apapun. Karena semua yang terjadi pada diri kita, asalnya dari pikiran kita sendiri. Jadi berusahalah selalu berpikiran positif, agar kita dikelilingi oleh hal-hal yang baik. Trus... kalau ada masalah, jangan segan-segan cerita ke Mama. Pasti Mama akan bantu mencari solusinya." Ucap Alma, lalu mencium pipi Tiara dengan penuh kasih sayang.
"Makasih, Ma." Jawab Tiara dengan senyumnya yang manis.
Rumah keluarga Yunan nampak sepi, semua penghuninya sudah masuk kamar masing-masing.
Ceklek
Alma masuk ke kamarnya dengan hati lega. Ternyata suami yang tampan rupawan dan baik hati itu, masih menunggu di atas kasur dengan sabarnya.
"Mas... belum tidur?" tanya Alma.
"Belum Sayang, nunggu kamu." Jawab Yunan.
"Kenapa nunggu aku, apa belum ngantuk?"
"Ngantuk tapi dikit. Sengaja nunggu kamu, pengen tau gimana hasil interogasi dengan Tiara tadi?"
"Hehehehe... interogasi? Kayak penyelidikan kasus aja. Hmm... Tiara nggak ada masalah yang serius, cuma dia dihantui oleh pikiran negatifnya sendiri. Efeknya jadi sering murung dan suka menyendiri. Tapi setelah aku pancing dengan beberapa pertanyaan, akhirnya Tiara mau terbuka dan ketemu deh duduk permasalahan lengkap dengan solusinya." Penjelasan Alma panjang lebar pada Yunan.
"Hmm... syukurlah. Anak perempuan itu lebih sensitif ya? Dan lebih tertutup juga kalau ada masalah. Beda dengan anak laki-laki. Lebih banyak masa bodoh dan kelihatan nggak punya masalah. Kayak Angga tuh. Hari-harinya selalu ceria, nampak tak ada masalah sih." Urai Yunan membandingkan karakter kedua anaknya.
"Menurutku belum tentu juga, Mas. Kadang anak laki-laki ada yang pendiam dan milih nggak banyak bicara, istilahnya cool, kata anak jaman now. Nah... justru yang demikian ini susah di tebak." Ucap Alma menyampaikan pendapatnya.
"Iya juga ya. Kayak aku gini, masuk kategori apa dong, Sayang." Yunan mulai mancing-mancing.
"Hmm... apa ya?? Masuk kategori... pria omega kayaknya." Ucap Alma dengan senyum menggoda.
"Apaan lagi tuh, nggak pernah denger istilah itu?" tanya Yunan sambil mendekati istrinya yang nampak makin cantik sejak hamil.
"Pria omega itu adalah seorang pria yang percaya diri, cerdas, dan memiliki karisma tersendiri. Tapi... banyak wanita yang menggodanya. Namun nggak mudah tergoda dan sangat setia pada pasangannya." Ucap Alma sambil menyandarkan tubuhnya ke dada bidang Yunan.
"Oh ya... aku jadi tersanjung nih. Masak sih banyak wanita yang naksir aku? Kamu nih ada-ada aja, Sayang. Kayaknya nggak ada kok." Jawab Yunan menyangkal.
"Nah... itulah. Makanya wanita yang menggoda akhirnya capek dan mundur sendiri, karena pria omega susah ditaklukkan. Jadi... bahagialah yang punya suami seperti ini. Makanya, aku merasakan kebahagiaan bisa menjadi pendamping hidupmu, Sayang." Lanjut Alma makin manja.
"Hmm... jadi makin gemes lihat kamu kayak gini. Kamu makin cantik, Sayang. Aku juga bahagia memiliki kamu." Ucap Yunan sembari mencium bibir Alma yang sudah ada dalam dekapannya.
Selanjutnya... adegan dewasa. Othor nggak bisa jelaskan, hehehee...
*
Kehidupan seperti roda yang berputar, kadang berada di bawah, kadang berada di atas. Tak selamanya penderitaan yang kita alami, suatu saat pasti akan datang kebahagiaan yang sudah menanti. Itu pasti. Jadi jangan pesimis dalam menjalani hidup ini.
Penderitaan yang pernah di alami Alma saat ia masih remaja hingga menjalani pernikahannya yang pertama, sekarang telah berganti dengan kebahagiaan yang sudah dirasakannya. Pengalaman hidupnya mengajarkan makna dari kesabaran dan keikhlasan, akhirnya berbuah manis, seperti kehidupannya saat ini.
Sebaliknya, apa yang dirasakan mantan suaminya, siapa lagi kalau bukan Anton, berbanding terbalik dengannya. Karena tak bisa bertanggung jawab dan egois, tak pernah mau introspeksi diri, maka kepedihan dan penyesalan yang ia dapati.
Keadaan Anton makin memprihatinkan, jiwanya sedikit terganggu akibat syok yang begitu hebat menimpa dirinya. Lelaki eks playboy ini tak bisa membedakan mana yang nyata dan mana yang cuma halusinasi.
Tiba-tiba menangis tersedu-sedu, lalu beralih menjadi tertawa terbahak-bahak tanpa ada sebab yang jelas. Sungguh malang nasib putra kesayangan bu Halimah saat ini.
"Anton... apa kamu nggak ngantuk. Ini sudah malam, Nak. Lihatlah sekarang sudah hampir jam dua belas malam. Ayo kita masuk rumah!"
Ajak bu Halimah dengan lemah lembut.
"Aku mau ketemu Nita. Pasti dia merindukan ku. Jangan menghalangi ku!" Jawab Anton dengan tatapan benci.
Kini bu Halimah tak lagi menjaga jarak seperti sebelumnya, karena keadaan Anton yang makin parah. Hingga Amel kecapekan mengurus keadaan kakaknya itu.
"Besok saja ya, Ton. Malam-malam gini, pasti Nita sudah tidur." Bu Halimah masih membujuknya dengan halus.
"Aku sudah kangen sama Nita. Nunggu pagi kelamaan. Kamu, jangan coba-coba mengganggu ku!!!" Mata Anton melotot ke arah bu Halimah, wajah penuh kebencian terpancar pada tatapan matanya yang sangat tajam.
"Sadar, Anton! Kenapa kamu jadi seperti ini, Nak???" Bu Halimah nggak tega melihat keadaan Anton yang lupa akan diri dan sekitarnya.
Ibu kandung Anton dengan sabar mencoba membujuknya, dengan nada halus agar Anton tak marah-marah seenaknya. Membanting barang yang ditemuinya hingga rusak berantakan tak karuan. Sudah banyak perabot di rumah bu Halimah yang jadi korban kemarahan Anton yang tak terkendali.
Malam itu, Anton sibuk menyiapkan dirinya untuk pergi ke apartemen Yuanita. Dulu calon istrinya, namun sekarang berubah jadi adik kandungnya sendiri. Tapi pikiran Anton tak bisa menerima kenyataan itu. Dengan menentang pernyataan bu Halimah, diperkuat oleh pak Zaini, tapi lelaki yang sudah terlanjur seribu persen menyayangi kekasihnya itu, tetap saja menerobos benteng terlarang yang seharusnya tidak boleh ia lewati.
"Kamu mau kemana, Ton? Kok malah pake jaket?? Lho... lho... sekarang pake helm juga??? Dengarkan ibu, Anton! Ini sudah malam, Nak. Kalau mau ke rumah Nita, nunggu besok pagi saja ya." Nasehat bu Halimah sambil sedikit mengeraskan suaranya, karena sikap Anton yang tak mau dengar ucapan ibu kandungnya itu.
Apalah daya, malah Anton menuntun kuda besinya ke halaman dan buru-buru menstater tanpa berkata apa-apa.
Mendengar keributan di depan rumahnya, Amel jadi terbangun dari tidur lelapnya. Ia mengucek kedua matanya yang masih ngantuk sambil menggerutu, "ada apa sih, berisik sekali di depan. Kayaknya itu suara ibu."
Menyadari akan hal itu, adik Anton ini mempercepat langkahnya untuk menemui ibunya. Ia jadi khawatir akan keadaan ibunya yang sebelumnya nampak kurang sehat.
"Ibu... Itu Mas Anton mau kemana???" Amel bertanya setelah menemui ibunya yang sedang berdiri di depan pintu sambil menatap kepergian kakaknya.
"Mel... Kakakmu katanya mau ketemu Yuanita. Ibu tadi sudah mencegahnya, tapi nggak dihiraukan. Gimana ini, Mel. Padahal kondisi kakakmu kurang baik. Ibu khawatir terjadi apa-apa di jalan nanti." Rengek bu Halimah.
"Waduuuh... Sudah terlambat, Bu. Kenapa tadi ibu nggak bangunin aku sih. Kalau sudah begini, jadi susah, Bu." Jawab Amel putus asa.
***
BERSAMBUNG
KAMU SEDANG MEMBACA
PENGHIANATAN JADI KARMA
RomanceSuara desahan dua orang itu terhenti seketika, aku lanjut mengetuk pintu makin keras, emosiku semakin memuncak. Namun pintu kamar yang ku ketok berkali-kali, entah berapa kali terhitung, tidak dibuka-buka. Beberapa saat kemudian terdengar langkah ka...