Pak Rudi segera di bawa ke rumah sakit terdekat. Kaki dan tangan ayah Alma ini sudah mulai dingin, tapi masih bisa terdeteksi denyut nadi yang ada di pergelangan tangannya.
Alma sangat panik menatap wajah sang ayah yang pucat pasi. Matanya tertutup rapat, sementara mulut pak Rudi makin lama makin memutih.
"Mas, tolong dipercepat mobilnya ya! Aku nggak tega lihat ayah dalam kondisi seperti ini," kata Alma.
"Iya... Ini sudah maksimal. Bentar lagi nyampek rumah sakit." Jawab Yunan makin mempercepat laju mobilnya.
Sesampainya di rumah sakit, gegas seorang perawat mendorong brankar untuk memindahkan tubuh pak Rudi. Alma tak mampu berkata banyak, ia hanya bisa berharap, agar nyawa ayahnya tertolong.
Yunan dan Alma mengikuti langkah dua orang perawat yang membawa tubuh pak Rudi yang makin lunglai di atas brankar. Mereka segera menuju UGD sebagai tindakan awal penanganan pasien sesuai tingkat kegawatannya.
'Ayah... maafkan aku yang tak bisa menemanimu sepanjang hari. Aku nggak nyangka akan terjadi seperti ini.'
Alma bermonolog sepanjang langkahnya. Ia menyesali atas perbuatannya yang meninggalkan pak Rudi untuk tinggal di rumah itu sendirian.
Sesampainya di depan pintu UGD...
"Maaf, Bapak dan Ibu tidak bisa masuk ke ruangan," ucap salah satu perawat.
"Oh... ya, kami akan menunggu di sini," jawab Yunan. Seketika menghentikan langkahnya, di ikuti Alma yang berada di sampingnya. Keduanya berjalan menuju kursi tunggu dekat dengan ruang UGD.
Tak berapa lama, datanglah seorang dokter dengan langkah tegap masuk ruangan UGD. Suasana semakin tegang saat pintu ruang UGD tertutup rapat hingga tiga puluh menit. Sebenarnya jika dalam keadaan tak darurat, waktu yang tak sampai satu jam itu terbilang sebentar, tapi karena menunggu hasil pemeriksaan dokter, maka setiap detik menjadi sangat lama buat Alma dan Yunan.
Yunan menggenggam telapak tangan kanan Alma. Lelaki yang sangat menyayangi Alma ini, ingin memberikan kekuatan pada istrinya yang nampak gelisah. Duduknya tak tenang, tangannya mendingin, dan wajah Alma agak pucat tanpa berkata apapun.
"Sayang, kita berdoa saja ya! Semoga ayah bisa bertahan dan secepatnya bisa pulih seperti sedia kala," kata Yunan.
"Iya, Mas," jawab Alma singkat dengan suara yang lemah.
'Ya Tuhan, berikanlah kesembuhan pada ayah. Walau dulu ayah pernah jahat pada ibu dan aku, tapi aku sayang padanya. Berikanlah kami waktu untuk lebih banyak bersama. Banyak cerita yang belum aku dengar dari ayah. Aku berjanji ya Tuhan, jika ayah sembuh, aku ajak ayah tinggal di rumah mas Yunan, agar kami bisa berkumpul dan ayah tidak kesepian.' Alma bicara dalam hati.'
***
'Sudah dua minggu Anton sakit dan belum ada kejelasan kapan sembuhnya. Ini tak bisa dibiarkan. Setidaknya ada tindakan dari kantor, apa yang sebaiknya dilakukan. Kalau nunggu Anton pulih dari amnesianya, tentu butuh waktu lama. Harusnya staf personalia segera mengambil keputusan.'
Ruben mulai memikirkan tentang keberadaan Anton yang tak ada kejelasan. Ruben adalah kepala staf administrasi yang membawahi tugas Anton. Laki-laki berkumis tebal ini terkenal tegas bahkan tega pada nasib bawahannya. Salah sedikit saja, pasti akan jadi bulan-bulanan olehnya.
Tanpa pikir panjang Ruben menghubungi Andika, kepala staf personalia.
(Halo, pak Andika) sapa Ruben.
(Ya, Pak Ruben. Ada yang bisa saya bantu?) jawab Andika.
(Begini, staf saya yang bernama Anton, sudah sebulan nggak masuk kerja. Alasannya sih karena masih amnesia. Apa nggak merugikan perusahaan nih Pak Andika. Apa sebaiknya mencari pegawai baru untuk menggantikan Pak Anton) Penjelasan Ruben.
(Lalu, Pak Anton di pecat, gitu Pak?) tanya Andika balik.
(Ya iya dong. Ini perusahaan Pak Andika. Bukan milik keluarga Anton. Lagian Anton juga belum punya prestasi apapun di perusahaan ini) jawab Ruben ketus.
(Ya, Pak Ruben. Nanti saya sampaikan ke pak Yunan. Saya nggak bisa memutuskan begitu saja) ucap Andika.
(Oke. Makasih) jawab Ruben sambil menutup sambungan telpon.
***
Di kamar Anton, terdengar suara teriakan yang sangat keras. Tak biasanya suami Heni ini melakukan hal yang membuat semua menjadi panik.
"Aaaaaaaah... kenapa kepala ku pusing sekali??? Aaaaaaaah..." teriak Anton di tengah malam yang sepi.
Heni yang tidur di sebelah kamar Anton, terperanjat mendengar lengkingan suara dari kamar Anton. Bukan hanya itu, bu Halimah dan Adel pun buru-buru bangun, mendengar suara birisik yang memekakkan telinga.
'Ada apa dengan Mas Anton???' tanya Heni dalam hati.
"Bu, kenapa Mas Anton menjerit kesakitan seperti itu???" tanya Adel pada Bu Halimah, yang tidur bersebelahan.
"Cepat bangun! Ayo kita lihat kakakmu!!" perintah Bu Halimah.
Heni, Adel, Bu Halimah berhamburan keluar dari kamar masing-masing, gegas berjalan cepat menuju kamar Anton yang tertutup tapi tidak di kunci.
"Anton, ada apa???" tanya Bu Halimah panik.
"Aaaaaaaah... kepala ku sakit sekali. Rasanya mau pecah, aaaaaaaaah..." jawab Anton sambil memegangi kepalanya. Sesekali rambutnya di jambak sendiri, hingga rambutnya berantakan tak karuan.
"Kita bawa ke rumah sakit saja, Bu. Kasihan Mas Anton seperti itu." jawab Heni nampak sangat gelisah.
"Iya... Nggak biasanya Mas Anton seperti ini. Aku akan minta bantuan pak Dani, moga bisa antar Mas Anton ke rumah sakit sekarang juga." Jawab Adel sambil berlari keluar rumah menuju rumah pak Dani yang ada di seberang jalan. Kebetulan pak Dani punya mobil, karena nggak mungkin Anton dibawa pakai sepeda motor.
Tok... tok... tok
"Assalamualaikum" ucap Adel tergopoh-gopoh.
Hingga puluhan kali Adel mengetuk pintu, akhirnya pintu rumah pak Dani di buka.
"Waalaikum salam. Ada apa mbak Adel???" jawab bu Dani sambil mengucek matanya yang masih mengantuk.
"Maaf, Bu. Saya mau minta tolong sama Pak Dani, bisa mengantar Mas Anton pake mobil malam ini ke rumah sakit. Karena kalau di bawa pake sepeda motor nggak mungkin bisa. Mas Anton sangat sakit kepalanya dan menjerit sepanjang malam." Adel menjelaskan maksud kedatangannya.
"Sebentar, Mbak Adel. Saya bangunkan pak Dani dulu," jawab bu Dani. Lalu gegas membalikkan badan dan segera membangunkan suaminya.
Adel duduk di kursi teras menunggu hingga beberapa menit. Akhirnya Pak Dani keluar dan langsung menuju garasi mobil.
"Mbak Adel, siapkan semuanya! Aku panaskan mobil dulu." Ucap pak Dani menyapa sebentar pada Adel, agar tak menunggu lama.
"Iya, Pak. Saya permisi dulu," jawab Adel sambil menundukkan kepalanya. Kemudian berlari menyeberang jalan, gegas masuk rumah dan menyiapkan semuanya.
"Mas Anton sudah ditunggu di depan sama pak Dani, Bu. Secepatnya harus di bawa ke rumah sakit!" Ucap Adel pada Bu Halimah.
"Iya, Del. Aku dan kamu akan antar ke rumah sakit. Kamu Heni, di rumah saja menemani anakmu!" titah bu Halimah.
Anton di tuntun Adel berjalan menuju depan. Sementara bu Halimah mengikuti di belakangnya. Disana sudah menunggu mobil pak Dani yang siap mengantar mereka ke rumah sakit.
'Ya Tuhan, ada apa lagi dengan Mas Anton? Semoga nggak akan terjadi hal yang makin buruk pada Mas Anton." harap Heni menatap kepergian Anton, Adel dan Bu Halimah di tengah malam itu.
***
BERSAMBUNG...
KAMU SEDANG MEMBACA
PENGHIANATAN JADI KARMA
RomanceSuara desahan dua orang itu terhenti seketika, aku lanjut mengetuk pintu makin keras, emosiku semakin memuncak. Namun pintu kamar yang ku ketok berkali-kali, entah berapa kali terhitung, tidak dibuka-buka. Beberapa saat kemudian terdengar langkah ka...