Dengan tenaga yang tersisa, lelaki yang nyaris tak punya semangat lagi itu bangkit dari sujudnya. Tatapan matanya nanar ke arah wanita yang dengan tegas mengusirnya dari tempat yang disinggahinya.
Kini Anton mulai menyadari kesalahannya, apa yang diperbuat memang sudah melampaui batas. Kurang baik apa punya istri seperti Alma yang tidak pernah menuntut untuk dinafkahi dan rela menjadi tulang punggung keluarga sejak awal pernikahan, hingga punya anak berusia 15 tahun.
Dasar suami tidak pernah bersyukur, sudah pengangguran, tinggal makan tidur, selingkuh lagi. Siapa istri yang tahan dengan kelakuan laki-laki seperti ini??? Apalagi yang lebih miris, selingkuhannya adalah sahabat istrinya sendiri. Ibarat kata sudah jatuh tertimpa tangga.
"Maafkan aku Alma, aku memang salah", Anton sekali lagi memohon pada wanita di depannya yang sudah tak mau menatap wajahnya.
Tanpa menjawab permintaan maaf lelaki yang paling sibencinya itu, diam mematung dengan nafas panjang menjadi pilihan Alma dalam bersikap.
Anton membalikkan badan menuju pintu keluar, kaki kirinya terseok-seok karena luka yang belum sembuh benar, sambil menenteng tas isi baju kotor dari rumah sakit.
Setelah melangkah dari teras rumah Alma, Anton sempat menoleh ke belakang menatap Alma yang masih berdiri di tempat yang sama tanpa melihat ke arahnya.
Sadar akan dirinya diperhatikan oleh Anton, segera Alma melangkah menghampiri pintu.
'Akhirnya Alma memaafkan aku', pikir Anton penuh harap.
Alma gegas meraih gagang pintu, secepatnya menutup pintu rumahnya dengan keras.
Brakkk
Demikian kerasnya, hingga dada Anton merasa sesak. Tubuh lelaki itu makin lemas tak berdaya, sikap Alma membuat nyalinya makin ciut, sekali lagi harapan tak sesuai ekspektasi.
Rumah Heni menjadi tempat singgah selanjutnya, karena tak ada lagi tempat tumpuan harapan bagi Anton saat ini. Walaupun kedua orang tuanya masih ada, tapi ia tak berani pulang ke sana. Bagaimana ia harus menjelaskan pada ayah ibunya, permasalahan rumah tangga yang diakibatkan oleh perbuatannya sendiri.
Tinggal menyeberangi jalan saja, rumah Heni sudah dicapainya, kebetulan rumah sahabat Alma berada di depannya.
Tok...tok...tok...
Anton mengetuk pintu rumah Heni dengan pelan. Wanita selingkuhannya menjadi harapan pamungkas untuk bisa menerima kehadirannya.
Tak lama kemudian, si empunya rumah membuka pintu dengan perlahan.
Ceklek
"Hen... Bolehkah aa...aaa...ku tinggal sementara disini?", dengan terbata-bata Anton mengutarakan maksud kedatangannya, tapi dalam hati, lelaki yang tampak lelah itu yakin, pasti wanita di depannya ini bisa menerimanya dengan senang hati.
"Ooo...kamu mas, masuk dulu mas, silahkan duduk dulu", sepertinya harapan Anton terpenuhi. Wanita berkulit sawo matang ini memperlakukan dirinya dengan baik, tampak senyumnya yang manis menyambut kedatangan Anton. Apalagi tangan kanan Anton dipegang erat sambil berjalan dipapah menuju kursi tamu di ruangan itu.
"Makasih sayang, maaf kalau aku mengganggu istirahatmu", ucap Anton berbasa-basi sambil mendudukkan bokongnya di sofa ruang tamu.
"Aku ambilkan minum dulu mas, pasti kamu haus", Heni melayani lelaki tampan di depannya dengan sangat baik. Meski dalam keadaan lemah karena belum sembuh benar dari sakit, tapi ketampanan Anton masih terlihat jelas di mata Heni.
"Hmm... iya sayang", sambil melebarkan senyumnya, Anton menatap Heni dengan mesra layaknya pasangan sejati.
Tak lama kemudian, secangkir teh hangat sudah siap di sajikan dengan ditemani kue kering. Hati Anton berbunga-bunga mendapat perlakuan demikian.
"Silahkan diminum dulu mas, aku sayang kamu", untuk kesekian kali Heni mengucapkan rasa sayangnya pada Anton yang sebentar lagi menduda.
"Sekali lagi, makasih ya sayaaang", tangan Anton menyeruput teh hangat buatan Heni, diminumnya beberapa teguk. Lalu ia menatap wanita berambut sebahu dihadapannya dengan mesra.
Dipeluknya tubuh Heni sebagai ungkapan rasa sayang, disentuhnya bibir wanita selingkuhannya itu, lalu ciuman mesra tak bisa dihindari lagi. Mereka berdua menikmati kemesraannya tanpa ada yang menghalangi.
***
PAGI PUN TIBA
Alma yang berprofesi sebagai kepala sekolah TK. Kuncup Melati bersiap-siap dengan berseragam batik, sepatu pantofel hitam mengkilat, serasi dengan tas jinjing dengan warna senada.
Dengan dandanan sederhana, cukup dengan bedak dan lipstik tipis menghiasi bibir mungilnya. Tampak penampilan seorang wanita karir yang bersahaja.
Ia memasuki gerbang tempat kerjanya dengan senyum keramahan.
"Selamat pagi anak-anak", sapa Alma pada murid-murid yang baru datang di sekolah itu dengan muka manis nan lucu.
"Selamat pagi bu Alma", salah satu muridnya mendekat dan bersalaman mencium punggung telapak tangan kanan wanita anggun itu.
Hari ini Alma merasa terlahir kembali, karena proses persidangan kemarin berjalan lancar sesuai harapannya. Apalagi ia juga sudah mendapatkan hak asuh sepenuhnya pada putri satu-satunya Tiara yang amat disayanginya.
Sekarang wanita berkulit putih itu berjalan dengan langkah pasti, bernapas dengan lega, sambil melepaskan senyuman manisnya pada guru-guru dan anak-anak didiknya. Belenggu dalam hidupnya kini terhampas sudah, ia sudah mengikhlaskan semua yang terjadi dalam hidupnya.
Apapun kesalahan yang dilakukan dua laki-laki yang mengisi sejarah hidupnya, ayah kandung dan suaminya, telah Alma maafkan. Karena baginya semua ujian adalah berkah, Tuhan pasti menyiapkan pelangi yang indah setelah hujan badai menerpa.
Status ibu dengan satu anak ini, kini menjadi seorang janda. Tapi pilihan hidup Alma adalah lebih baik jadi janda daripada bersuami rasa janda. Karena selama belasan tahun ia menikah dengan Anton yang kini jadi mantan suaminya, tak sepeserpun ia merasakan nafkah lahir dari laki-laki kurang bertanggung jawab itu.
Alma...tetaplah Alma. Walau hempasan badai menerpa perjalanan hidupnya, ia tetap tegar, berdiri tegak, melanjutkan perjuangan hidupnya untuk membesarkan titipan Tuhan, buah hatinya Tiara Anandita yang sudah beranjak remaja.
***
Ting...ting...ting
Ramai sekali dering tanda pesan di ponsel Alma, tak biasanya seperti itu.
Rasa penasaran menyeruak di pikiran Alma, ada apa gerangan ponselnya banyak pesan masuk. Sebelum merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk, wanita single parent itu menyempatkan memeriksa ponsel yang sedari tadi tergeletak di atas nakas.
'Hmm... banyak pesan masuk di grup alumni kampus, ada apa ya??? Oo... ternyata akan diadakan acara reuni akbar, pantes saja banyak yang komen'
Suara hati Alma bermonolog sambil membaca komen yang masuk dengan senyuman khasnya, ia melebur ikut nimbrung didalamnya.
Ingin sekali rasanya ia hadir di acara itu, karena sudah lama absen dan memilih tidak hadir. Tapi untuk kali ini, ia ingin membuka diri, bertemu dengan teman-teman masa kuliah, pasti seru dan menyenangkan.
Dan Alma sudah siap dengan status barunya, ia tak malu disebut janda. Karena predikat itu bukan kesalahannya tapi pilihan terbaik untuk kebahagiaan dirinya, terutama Tiara putri satu-satunya.
'Hai Alma, ayo ikut reuni minggu depan, kamu sudah lama nggak hadir kan, aku udah kangen berat nih', sapa Anita salah satu teman Alma yang mengirim chat pribadi pada dirinya.
'InsyaAllah aku usahain hadir Nit... kita brangkat bareng ya nanti!!!', balas Alma tanpa menunggu lama
'Ok siap Al', balas Anita dengan cepat pula.
***
BERSAMBUNG...
KAMU SEDANG MEMBACA
PENGHIANATAN JADI KARMA
Lãng mạnSuara desahan dua orang itu terhenti seketika, aku lanjut mengetuk pintu makin keras, emosiku semakin memuncak. Namun pintu kamar yang ku ketok berkali-kali, entah berapa kali terhitung, tidak dibuka-buka. Beberapa saat kemudian terdengar langkah ka...