BAB 97. APALAH DAYA

518 37 11
                                    

Suasana ruang tamu mendadak tegang, udara dalam ruangan menjadi pengap dan tak nyaman lagi. Kalimat demi kalimat yang dilontarkan bu Halimah seperti racun berbisa yang bikin kelu dan nyeri sendi-sendi tubuh yang mendengarnya. Erik, Yuanita, pak Zaini, terutama Anton.

Tiba-tiba Amel datang dan masuk ke ruangan itu juga. Dengan dahi sedikit berkerut, adik Anton ini merasa penasaran atas apa yang sempat ia dengar samar-samar dari balik kamarnya. Kedatangannya untuk memastikan, bahwa apa yang didengarnya merupakan kebenaran dari identitas kakaknya.

Tanpa mengeluarkan sepatah kata dari bibirnya, Amel langsung saja mendudukkan bokongnya di kursi kecil dekat kakaknya. 'Bagaimana ini bisa terjadi, Tuhan?? Ternyata ibu ku menyimpan rahasia besar dalam hidupnya. Aku tak pernah menyangka.' Teriak Amel dalam hati, ia pun merasakan nyeri di dadanya mendengar kejujuran ibunya itu.

"Bu... apa maksud ibu??? Aku dan Yuanita adalah saudara satu ayah??? Berarti ayah ku bukan Hasan??? Apakah itu maksud ibu???" Ucap Anton dengan deretan pertanyaan yang sangat butuh jawaban dari bu Halimah.

Bu Halimah menangis mendengar pertanyaan dari putra kesayangannya itu. Tangannya kembali bergetar, bibirnya tak bisa berkata-kata. Wanita yang di pelototi kedua mata tajam Anton itu menundukkan pandangannya. Ia tak kuasa mendapati kekecewaan yang tersirat dalam ekspresi Anton.

Karena tak juga mendapat jawaban dari ibunya, Anton lebih meninggikan volume suaranya. "Jawab, Bu. Kenapa ibu hanya diam??? Lalu siapa ayah ku??? Kalau aku dan Yuanita saudara seayah, itu berarti ayahku adalah...???" Anton spontan berdiri dari duduknya, lalu mengalihkan pandangannya ke wajah lelaki tua yang duduk di sebelah Yuanita.

Mendapati tatapan tajam dari kedua mata Anton, pak Zaini menelan salivanya dengan kasar. Lalu ia berusaha berdiri dari duduknya yang terlihat berat dan dipaksakan.

"Iya... Anton. Aku adalah... ayah kandung mu." Jawab pak Zaini sambil menatap sendu wajah Anton sembari kedua matanya berkaca-kaca. Ia sudah siap menerima resiko apapun setelah pengakuannya malam ini. Sepahit apapun itu, ia akan terima dengan lapang dada, sebagai tanggung jawab atas kesalahan di masa lalunya.

DUAAARRRR

Bertubi-tubi jantung Anton serasa tersengat aliran listrik tegangan tinggi. Ia tak mampu berkata-kata lagi. Mendengar pengakuan pak Zaini, kedua matanya memerah dan berkaca-kaca. Rasa kaget, kecewa, sedih, marah, campur aduk jadi satu.

Ruangan itu semakin pengap rasanya, tak hanya Anton yang merasakan ketegangan itu. Yuanita menangis sambil menggeleng-gelengkan kepala tanda tak percaya. Erik hanya bisa bengong, mewakili rasa kaget pada dirinya. Amel pun merasa panas dadanya, tak pernah terpikir sedikit pun akan mendengar kalimat yang baru saja keluar dari pak Zaini.

Apalagi bu Halimah, ia tak berani menatap wajah seluruh orang yang ada di ruangan itu. Tangisnya sesenggukan dan makin menjadi. Ia tak berani mengeluarkan kata-kata apapun. Kalau bisa memilih, ia tak ingin peristiwa ini terjadi. Karena bagaimanapun juga semua kebohongan yang ia tutup rapat-rapat, akhirnya terbongkar dan menyakiti hati banyak orang.

"Ya... Tuhan... kenapa ini bisa terjadi???" Teriak Anton dengan suara bergetar menyibak ketegangan yang terjadi beberapa saat di ruangan itu.

Kepalanya mendadak pusing dan dadanya sesak, hingga ia terduduk lemas di sofa nyaris tak bertenaga. "Jadi... selama ini aku mencintai adik kandung ku sendiri???" Kemarahannya mendadak menjadi kesedihan yang teramat dalam. Tatapan matanya menjadi gelap, ia seperti merasakan goncangan hebat dalam batinnya.

"Ibu yang salah, Anton. Maafkan ibu karena telah membohongi mu selama ini. Maafkan ibu, Nak." Pinta bu Halimah memohon pada Anton. Tubuhnya ia dekatkan pada putra kesayangannya itu, dan tangannya mencoba meraih tangan Anton, untuk bisa ia genggam.

Namun, Anton menolak genggaman tangan ibunya, "Jangan sentuh aku!!! Aku muak dengan semua ini!!! Kenapa semua ini bisa terjadi???" Suara Anton makin keras memecah keheningan malam.

"Anton... Aku juga minta maaf. Andai aku tahu kalau kamu adalah anak kandung ku. Pasti nggak akan ku biarkan ini terjadi. Baru malam ini, aku tahu, kalau kamu sebenarnya anak kandungku, Anton." Ucap pak Zaini mencoba menjelaskan pada Anton dan semua yang menyaksikan peristiwa itu.

"Ayah... Aku nggak mengerti, kenapa bisa seperti ini??? Apa yang sebenarnya terjadi???" Yuanita menangis sambil berpegangan pada lengan pak Zaini untuk mendapatkan kekuatan.

"Ceritanya panjang, Nita. Ini tentang masa lalu ayah dan bu Halimah. Sebelum bu Halimah menikah dengan pak Hasan, sebenarnya bu Halimah sudah mengandung benih ayahmu ini. Tapi Pak Hasan tak mengetahui, semuanya juga nggak ada yang tahu. Bu Halimah memilih menyembunyikan kehamilannya demi membahagiakan orang tuanya. Karena hubungan ayah dan bu Halimah tidak direstui orang tua bu Halimah, terutama bapaknya. Bapaknya bu Halimah menjodohkan bu Halimah dengan pak Hasan, karena pak Hasan anak orang kaya dan terpandang. Sedangkan ayahmu hanyalah anak janda miskin dan tak ada yang bisa dibanggakan. Bu Halimah tak berani jujur pada bapaknya, kalau ia jujur pasti ayah akan menikahi bu Halimah waktu itu. Bu Halimah takut akan di kurung dan di siksa seperti sebelumnya. Bisa-bisa bu Halimah akan dibunuh oleh bapaknya, jika tahu kehamilannya waktu itu dengan ayahmu ini." Ucap pak Zaini sambil menundukkan pandangannya dan sesekali menatap bu Halimah dan Anton yang masih syok atas peristiwa yang tak terduga malam ini.

"Ibu yang salah, Anton. Maafkan ibumu ini, Nak. Ibu nggak bisa berbuat apa-apa waktu itu." Bu Halimah mencoba meyakinkan Anton dan meminta maaf pada anak kandungnya sekali lagi.

Anton hanya bisa mengeluarkan air mata dan tak mau memandang ibunya. Ia masih sangat syok, lalu ia memilih berdiri dengan gontai. Pandangannya kosong, ia memilih meninggalkan ruang tamu dan berjalan terseok-seok dengan tenaga yang tersisa menuju kamarnya.

"Anton...?!?" teriak bu Halimah.

Tapi, Anton tak menghiraukan panggilan ibunya. Ia sangat kecewa atas apa yang menimpa dirinya saat ini.

"Halimah, biarkan Anton menenangkan diri. Ia nampak sangat syok. Kasih waktu buat Anton untuk menyendiri sementara waktu." Nasehat pak Zaini pada bu Halimah.

"Hmm... iya, Zaini." Jawab bu Halimah mengurungkan niatnya mengikuti Anton.

"Andai bu Halimah mau terus terang pada Mas Anton, pasti ini nggak terjadi, Bu. Aku sudah terlanjur sayang sama Mas Anton. Begitu juga sebaliknya." Ucap Yuanita sambil menangis sesenggukan.

"Ma... maafkan aku, Nita. Semua ini memang salah ku. Aku akan siap menerima resikonya. Sekalipun setelah ini, Anton dan Nita benci padaku, aku terima." Jawab bu Halimah yang tersedu menahan kesedihan dalam dirinya.

"Sudahlah, Halimah. Kita tak bisa mengembalikan semuanya seperti dulu. Yang sudah terjadi, biarlah terjadi. Ini sudah menjadi takdir Ilahi. Yang bisa kita lakukan sekarang, cuma memperbaiki diri. Jangan sampai peristiwa ini terjadi pada anak-anak kita." Titah pak Zaini mencoba menenangkan hati bu Halimah yang tampak sedih dan tak berdaya.

***

BERSAMBUNG... 

PENGHIANATAN JADI KARMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang