BAB 116. PEMBAWA SIAL

475 28 8
                                    

Sejak kelahiran putra keduanya, Yunan makin bersemangat dalam bekerja. Senyuman selalu menghiasai bibirnya saat bertemu dengan para pegawai di kantornya. Apalagi sekretaris barunya lebih cekatan dan cepat menguasai pekerjaannya di banding Yuanita yang suka tebar pesona.

"Revan, nanti temani aku meeting dengan klien di Resto Eco, ya! Jangan lupa siapkan berkas yang akan di bawa!!" Titah Yunan dengan tegas.

"Baik, pak Yunan. Saya permisi dulu." Revan berpamitan sembari membalikkan badan dan melangkah meninggalkan ruang direktur.

'Hmm... Aku suka dengan cara kerja Revan, dia lebih bisa diandalkan daripada Yuanita. Lagi pula bersama Revan aku lebih dijauhkan dari gosip dan omongan negatif. Pastinya Alma juga merasa aman jika aku punya sekretaris laki-laki. Terkadang perempuan mudah tersulut api cemburu karena takut kehilangan suami. Nggak salah sih... karena di lingkungan kerja, harus pandai-pandai jaga sikap dan mengutamakan profesionalitas daripada hal-hal yang nggak penting. Lagian, cari rejeki juga buat siapa? Tentu saja buat keluarga bukan untuk diriku sendiri. Semoga pekerjaan ku hari ini lancar dan berkah.' Lamunan Yunan di sela-sela kesibukannya.

*

Kita tengok sejenak situasi ruang kerja staf administrasi. Dulu Anton bekerja di divisi ini, jadi masih ada kenangan yang tersisa pada ingatan teman-temannya.

"Aku beberapa hari lalu ketemu Anton di jalan Manggis, depan blue mall. Jadi nggak tega lihatnya. Anton yang jalannya udah susah sambil bawa tongkat, eee... malah di suruh bawain belanjaan istrinya segambreng. Padahal istrinya, si Yuanita itu nggak lagi bawa apa-apa. Terus aja jalan melenggang di depan Anton. Sempat ku dengar juga, Anton di bentak-bentak, kayak jongos aja. Kasihan banget... Aku yang tadinya mau nyapa, jadi urung. Akhirnya ku perhatikan aja dari jauh." Ucap Dahlia dengan muka masam.

"Kok bisa gitu ya?? Padahal dulu Yuanita sayang banget sama Anton." Jawab Kamila heran.

"Hmm... namanya juga manusia, nggak bisa di tebak gaes. Hari ini sayang, besok bisa jadi benci. Kalau pas butuh aja pasti bilang sayang." Ucap Bondan menimpali.

"Widiiih... kamu curhat, Ndan... heheee..." Darwis ikutan nimbrung sambil terkekeh.

"Kalau saja, Anton jadian dan menikah sama Dahlia, pasti keadaannya nggak seperti itu. Anton pasti tetap berwibawa, ganteng, dihargai. Dan selalu di sayang sama Dahlia. Hmm... tapi mau gimana lagi. manusia nggak bisa menolak takdir." Ucap Kamila sambil memicingkan alisnya pada sahabatnya Dahlia yang selalu duduk di samping meja kerjanya.

"Kamu nih, Mila. Yang lalu biarlah berlalu. Itu namanya nggak jodoh. Lagian sekarang kan udah ada yang beneran sayang aku." Jawab Dahlia sambil melirik ke arah Darwis.

Mendengar ucapan Dahlia, yang sekarang sudah jadi kekasihnya itu, ia tersenyum saja. Karena sifat Darwis memang nggak banyak ngomong, tidak seperti Bondan.

*

Kini keadaan bayi Yuanita sudah stabil, tapi masih harus ada observasi lanjutan untuk memastikan kelainan jantung yang dideritanya.

Sore ini istri Anton itu sudah diperbolehkan pulang. Sepanjang perjalanan ia enggan melihat wajah anaknya. Demi kenyamanan, akhirnya pak Zaini yang memangku cucunya yang masih kemerahan kulitnya itu.

'Ya Tuhan, apakah ini sebagai hukuman untuk ku. Cucu ku yang ku pangku ini, punya wajah yang aneh dan menjijikkan bagi yang melihatnya. Matanya membulat lebih besar pada umumnya. Hidungnya berukuran besar tak imbang dengan wajahnya. Dahinya sangat menonjol dan tak beraturan. Mulutnya sangat lebar, bibir bagian atas dan bawah tidak sinkron. Telinganya sangat lebar. Kulitnya juga kasar tidak seperti bayi pada umumnya. Ini semua memang kesalahan ku. Demi menutupi aib Anton dan Yuanita, aku memanipulasi keadaan agar terlihat biasa saja. Tapi, ternyata Tuhan memberi hukuman seperti ini.' Suara hati pak Zaini sepanjang perjalanan menuju rumahnya.

Sementara Yuanita hanya diam tak mau berkata-kata. Wajahnya menyiratkan kekecewaan teramat dalam. 'Bagaimana nanti kalau para tetangga melihat anak ku yang buruk rupa ini?? Mau ditaruh dimana muka ku, menahan malu dan pasti jadi gunjingan orang-orang sekitar. Aku nggak bisa biarkan keadaan ini. Mas Anton ganteng, aku cantik. Kenapa anak ku seperti monster, Ya Tuhan...'

"Assalamualaikum" suara pak Zaini ketika mulai masuk rumahnya.

"Waalaikum salam" jawab Anton yang sudah duduk di teras menyambut kedatangan istri dan anaknya.

Anton berdiri dan menghampiri istrinya yang berjalan pelan-pelan mulai masuk rumah. "Sini, Nita. Aku bantu jalan." Sapa Anton sambil tersenyum manis.

"Sudah, Sana. Nggak usah sok perhatian. Lihat anak mu!!! menjijikkan!!!" Jawab Yuanita sambil menghempaskan tangan Anton dengan keras.

Dengan hempasan tangannya, Anton sampai sedikit terpental ke belakang dan kepalanya terbentur tembok. "Aduuh... " Ucap Anton berusaha menyeimbangkan tubuh yang hanya bertumpu pada satu kaki.

"Anton, ini anak mu. Sini! Kalau kamu mau melihatnya." Kata Pak Zaini sambil meletakkan cucunya di ranjang bayi yang sudah disiapkan di ruang tengah.

Ranjang bayi warna pink sudah disiapkan Anton beberapa hari lalu, atas permintaan Yuanita. Karena hasil USG sudah diperkirakan anaknya lahir berjenis kelamin perempuan.

"Iya, Yah." Jawab Anton. Sembari melangkah menuju ranjang bayi dengan wajah cerah.

DUARRR

Setelah ia melihat wajah anaknya. Raut muka Anton berubah drastis. Mendadak pucat karena kaget dan kecewa. 'Apa benar ini anak ku??' Mulutnya menganga tak percaya.

"Kenapa, Ton?? Kenapa kamu diam seperti itu??" tanya pak Zaini yang sedari tadi memperhatikan gerak-gerik Anton.

"Kenapa... kenapa anak ku berwajah aneh, Yah??? Bukankah ketika dalam kandungan, tak pernah ada masalah dan keluhan macam-macam pada Nita?? Jadi ini sebabnya, Nita marah padaku dan tak mau dekat dengan anaknya." Jawab Anton yang masih termangu memperhatikan sosok bayi mungil yang masih di bedong warna pink.

"Iya, seperti begitu. Anak mu juga ada kelainan jantung. Jadi dalam waktu dekat harus cek up ke rumah sakit untuk melihat perkembangannya.

Anton terdiam mendengar penjelasan pak Zaini. 'Berapa banyak uang lagi yang harus aku keluarkan, sedang pemasukan setiap hari hanya cukup buat makan saja. Aku nggak mungkin minta bantuan Amel. Aku nggak mau nyusahin dia lagi. Dari dulu, aku selalu merepotkan adikku itu.'

Sebentar kemudian terdengar suara beberapa ibu-ibu yang ada di teras, "Assalamualaikum"

Kedatangan mereka tak ada niat lain, hanya ingin mengucapkan selamat atas kelahiran anak pertamanya Yuanita.

"Waalaikum salam." Jawab pak Zaini.

Lalu lelaki tua itu bangkit dari duduknya dan berjalan menemui para ibu-ibu yang berjumlah empat orang.

"Maaf Pak Zaini, sepertinya mbak Yuanita sudah pulang dari rumah sakit. Katanya kemarin lalu sudah melahirkan ya, Pak. Kami ingin menjenguknya." Ucap bu Lela mewakilinya.

"I... iya, Bu. Silahkan duduk dulu. Saya akan panggilkan Yuanita. Kebetulan dia masih capek dan istirahat di kamar." Jawab pak Zaini menjelaskan seadanya.

"Ooo... biar mbak Yuanita istirahat dulu, Pak Zaini. Jangan di ganggu. Lain waktu kami bisa menjenguknya lagi." Jawab bu Darti yang berperawakan paling gemuk diantara yang lain.

"Mana bayinya, Pak. Kami ingin tahu. Mbak Yuanita cantik, mas Anton juga ganteng. Pasti anaknya cakep juga kan??" Ucap bu Lela penasaran.

***

BERSAMBUNG

PENGHIANATAN JADI KARMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang