BAB 122. KELAINAN JANTUNG

376 19 2
                                    

Pagi-pagi buta, seperti biasa kaum emak-emak sibuk berbelanja lauk pauk dan sayur. Mereka silih berganti mengunjungi warung bu Kokom yang sudah tersohor di kampung itu.

Di sana sudah ada bu Nana yang siap dengan berita terbarunya yang pastinya bikin heboh seantero kampung. Apalagi tiba-tiba datanglah bu Joko yang memang sama-sama suka ngejulidin urusan orang. Mereka berdua bisa dikatakan sefrekuensi dan suka bikin berita hot.

Sambil pilih sayur dan lauk yang akan di masak pagi ini, bu Nana berbisik di telinga bestinya. "Si Anton sama anak-anaknya semalam balek pulang, bu Joko."

"Biar aja, bu Nana. Mungkin juga lagi kangen sama ibunya."

"Eee... jangan salah, bu Joko. Masak udah berumah tangga, baru aja istrinya melahirkan, malah pulang sendiri sama bawa beberapa tas besar, tanpa ada istrinya lho. Kan aneh???"

"Hmm... jadi istrinya nggak ikut di ajak pulang. Waah... itu sih namanya nggak pulang, bu Nana, tapi di usir dari rumah istrinya tuh."

Lambat laun pembicaraan mereka tak lagi berbisik melainkan makin keras suaranya, hingga mendapat perhatian dari semua ibu-ibu yang sedang asyik berkumpul di warung bu Kokom.

"Trus ya... kasihannya lagi. Si Anton kakinya udah nggak utuh lagi. Kaki kanannya baru diamputasi. Kasihan aku lihatnya. Sekarang malah punya anak balita dua lagi. Putri anak dari istri keduanya Heni, yang sudah meninggal karena bunuh diri. Sekarang nambah lagi jabang bayi anak dari istri ketiganya. Siapa ya... namanya, aku lupa??" tanya bu Nana sambil memicingkan alisnya dan mulutnya sedikit monyong, saking antusiasnya ngejulid.

"Namanya Yuanita, biasanya dipanggil Nita. Cantik sekali istri Anton yang ini. Pasti anaknya ganteng kalau laki-laki dan cantik kalau perempuan." Ucap bu Salma yang tak sengaja ikut nguping pembicaraan mereka.

"Gimana kalau nanti sore, kita nengok Anton dan bayinya. Trus kita nyari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Anton dan istrinya." Ucap bu Nana.

"Iya, aku setuju. Nanti kita kesana sekitar jam empat sore ya. Siapa nih yang mau bareng ke sana juga." tanya bu Joko.

"Aku ikut"

"Ya, aku juga"

"Aku juga mau ikut dong"

"Ya, ya... aku ikut"

Demikian jawaban ibu-ibu yang sangat antusias akan menjenguk Anton dan bayinya nanti sore, di pimpin oleh bu Nana, pencetus ide.

***

Ketika sampai rumah sakit, Yuanita berjalan berdampingan dengan Erik menemui dokter sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan sebelumnya.

"Apa kabar bu Nita?" tanya dokter Vino.

"Baik, Dok." Jawab Yuanita.

"Ibu datang sama suami?"

"Mmm... bu... bukan, Dok. Ini adik saya."

"Ooo... adiknya. Apa bayinya nggak di bawa sekalian, bu Nita. Karena hari ini waktunya observasi lanjutan pada kelainan jantung anak ibu."

"Ti... tidak, Dok. Nanti akan menyusul."

"Ooo... gitu. Silahkan ibu masuk ke ruang periksa dulu."

Tanpa mengiyakan, Yuanita langsung berdiri dan melangkah pelan menuju ruang periksa yang berjarak dua meter saja dari tempat duduknya.

"Semua baik-baik saja. Nggak ada masalah. Jangan lupa ya, bu Nita. Anak ibu harus mendapat ASI eksklusif selama enam bulan, agar bisa tumbuh sehat."

"I... iya, Dok." Jawabnya gugup.

Karena sejak pulang dari rumah sakit, sebenarnya istri Anton ini sudah tak mau menyusui bayinya lagi. Jadi dengan terpaksa susu formula yang menggantikannya. Tapi di depan dokter, ia sengaja berbohong demi menjaga nama baiknya.

Setelah di rasa cukup, dokter memberinya resep untuk penambah stamina dan obat mempercepat pemulihan bekas jahitannya.

"Saya permisi dulu, Dok. Makasih." Pamit Yuanita. Lalu ia membuka pintu ruang dokter.

Ceklek.

"Bu Halimah!!!" Sapa Yuanita yang kaget melihat mertuanya yang sudah tua itu sedang di depan pintu sambil menggendong bayinya.

Terlihat pula Anton dengan tongkat penyangga sedang berdiri di belakang bu Halimah. Kedua orang ini tak menjawab sapaan wanita itu. Bu Halimah tersenyum kecut, Anton memilih membuang muka agar tak saling tatap dengan Yuanita.

Lalu dengan congkak, istri Anton ini melanjutkan langkahnya tanpa ingin melihat anaknya sedikit pun. Sedang Erik melepas senyum ramah pada bu Halimah dan Anton, lalu gegas melangkah mengikuti kakaknya.

"Silahkan masuk. Duduk dulu, Bu. Ini anak dari bu Yuanita tadi ya? Ooo... berarti masuknya gantian, makanya tadi saya cari-cari kok nggak ada." Ucap dokter yang tak tahu permasalahan sebenernya.

"I... iya, Dok." Jawab bu Halimah singkat.

"Kenapa berat badannya turun banyak, Bu. Apa selalu minum ASI selama di rumah?"

"Mmm... tidak pernah, Bu. Maaf... mamanya nggak mau menyusui, jadi terpaksa sebagai gantinya kami kasih susu formula." Ucap Anton menimpali.

"Lho... kenapa gitu? Padahal ASI sangat baik untuk perkembangan bayi yang baru lahir. Makanya kondisi bayi juga makin lemah. Sebentar lagi dokter spesialis jantung akan memeriksa lebih lanjut." Ucap dokter Vino dengan sangat ramah.

Setelah beberapa pemeriksaan dilakukan akhirnya telah ditemukan jenis kelainan jantung yang di alami anak Anton dan Yuanita.

"Ini hasil dari pemeriksaan jantung anak anda pak Anton. Bayi anda mengalami

Congenital heart disease atau penyakit jantung bawaan adalah salah satu jenis penyakit jantung yang paling umum terjadi dan dimiliki penderitanya sejak lahir." kata dokter.

Lebih lanjut sang dokter menjelaskan lebih mendetail."Congenital heart disease atau juga dikenal dengan penyakit jantung bawaan adalah gangguan kesehatan berupa kelainan struktur jantung yang terjadi sejak baru lahir. Lebih tepatnya, penyakit jantung bawaan adalah kelainan yang terjadi ketika janin masih dalam proses perkembangan di dalam kandungan. Kelainan yang terjadi pada struktur jantung tersebut akan mempengaruhi aliran darah dalam tubuh penderita. Ya, aliran darah yang dipompakan oleh jantung ke seluruh tubuh dapat mengalir ke arah yang salah, terhambat, tidak maksimal, atau bahkan benar-benar tersumbat. Karena itulah, penyakit jantung bawaan adalah kondisi yang harus dideteksi sedini mungkin. Dengan begitu, dokter dapat memberikan perawatan medis sesegera mungkin untuk mencegah terjadinya komplikasi penyakit serius hingga kematian."

"Bisa menjadi penyebab kematian, Dok??" tanya Anton

"Iya, pak Anton. Setelah pulang dari sini, usahakan pemberian full ASI pada bayi sampai usia 6 bulan. Karena itu merupakan salah satu cara mengurangi resiko kematian pada bayi anda." Ucap dokter lebih tegas.

Akhirnya bu Halimah dan Anton meninggalkan ruang periksa dan kembali pulang ke rumah dengan muka masam.

"Ton, apa kamu mau minta ke Nita, biar dia rela memberikan ASInya untuk anaknya. Jelaskan padanya tentang penyakit jantung yang bisa menimbulkan kematian. Biar hatinya tergugah dan sadar, Ton. Anak ini nggak salah apa-apa, kasihan. Kalau menangis suaranya nggak bisa lantang. Itupun jarang sekali ia lakukan. Tapi walau begitu, ibu sayang sama anakmu, Ton." Ucap bu Halimah dengan mata berkaca-kaca.

"Nanti aku coba telepon Nita, semoga saja dia bisa menerima dan memahami penjelasan ku, Bu.

***

BERSAMBUNG

PENGHIANATAN JADI KARMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang