BAB 151

310 19 0
                                    

Malam itu situasi sekitar villa sunyi senyap, hanya terdengar suara gemericik air yang mengalir di sepanjang bukit dan nyanyian burung hantu yang membuat bergidik bulu kuduk.

Bik Yana tetap pada posisi semula, ia tak bisa memejamkan kedua matanya mengingat peristiwa yang ia alami sebelumnya.

Kini suasana lantai satu dan lantai dua nampak sunyi, tak ada tanda-tanda kehidupan. Hanya beberapa lampu temaram yang memancarkan cahayanya dengan redup.

Tak ada yang menyangka kalau di salah satu kamar villa megah itu terjadi sesuatu yang tak biasa.

Jeritan, tangisan suara wanita yang ada di dalamnya masih terdengar jelas. Namun karena jarak dan pintu kamar yang sengaja ditutup rapat, sekeras apapun yang Yuanita keluarkan, tak akan bisa di dengar oleh bik Yana yang ada di lantai satu.

"Tolooong... toloooong...!!! Cukup Bagas!!! Aku sudah nyerah. Ampuuuun... aku nggak kuat lagi." Suara Yuanita semakin lirih karena tenaganya yang semakin habis.

Tapi apa reaksi Bagas melihat wanita di depannya nyerah dan minta ampun padanya? Apakah Bagas merasa kasihan dan segera melepaskan Yuanita??

Ternyata tidak sama sekali. Ia malah tertawa terbahak-bahak, merasa puas melihat wanita di depannya bertekuk lutut tak berdaya.

"Aku suka lihat kamu seperti ini, Sayang. Kamu makin kelihatan cantik dan menawan. Kini aku jadi makin bergairah dan ingin memberi kenikmatan pada mu Sayang. Ha ha haa..."

Suara Bagas lirih di telinga kanan Yuanita. Wajahnya menyeramkan dan kedua matanya melotot menatap tajam ke raut muka Yuanita yang lebam-lebam setelah mendapat tamparan berkali-kali dari tangan kekar bosnya.

"Iya, Bagas. Aku menyerah. Kamu lakukan saja apa yang kamu mau. Biar kamu puas. Setelah itu lepaskan aku ya!"

Ucap Yuanita sangat lirih sambil memejamkan kedua matanya yang juga lebam karena tamparan dan tangisan yang tak bisa ia tahan.

"Iya, Sayang. Aku ingin kau layani dan kau puaskan, ha ha haaa..."

Tanpa melepas ikatan tangan Yuanita, Bagas mencium leher jenjang wanita yang tak  berdaya di hadapannya. Lalu meraba dan membelai inchi demi inchi tubuh mangsanya sepuasnya.

Yuanita tak lagi meronta, ia hanya bisa mendengus kesakitan karena sekujur tubuhnya yang putih mulus, kini jadi merah kehitaman.

Setelah Bagas puas menjilat dan mencium bagian sensitif kewanitaan Yuanita, lalu dengan bangganya ia masukkan senjata pamungkasnya ke dalam lubang kenikmatan milik Yuanita yang sedari tadi sudah tak tertutup sehelai benang.

"Aku suka kamu Nita, aku akan membuatmu bahagia malam ini, Sayang."

Berkali-kali ia hujam kan senjatanya, hingga akhirnya terpuaskan dan tubuh Bagas lemas di sebelah tubuh lemam Yuanita.

"Kamu memang wanita binal, aku senang bisa ketemu kamu. Setelah ini aku akan ajak kamu jalan-jalan ya, Sayang. Ke tempat yang indah, pasti kamu suka. "

Ucap Bagas sambil membelai rambut Yuanita yang sudah acak-acakan.

"Lepaskan aku! Lepaskan aku!! Tolong... lepaskan aku!! Aku nggak mau ikut kamu lagi. Aku ingin pulang, hik... hik."

Yuanita mulai meratapi nasibnya yang tak jelas malam itu. Tapi Bagas hanya tersenyum sinis mendengar permohonan wanita di sampingnya.

"Aku nggak akan melepas mu, Sayang. Sejak awal kita ketemu, kamu suka kan sama aku? Ha...ha...ha.... Itu sudah bisa ku baca dari sorot mata mu, Nita."

"Tapi aku nggak mau, kamu perlakukan aku seperti ini. Kamu lelaki yang aneh, Bagas. Aku sangat menyesal bisa ketemu kamu."

"Apa??? Kamu menolak permintaanku?!?! Apa lagi yang kamu harapakan dariku, hah? Mau jadi istri ku kan?? Itu kan yang kamu mau, wanita jalang."

Yuanita tak menjawab pertanyaan bosnya. Kali ini ia memilih diam, karena merasakan sakit di sekujur tubuhnya.

Setelah itu Bagas mengambil pakaian yang sebelumnya di pakai Yuanita. Lalu melemparkan ke atas perut Yuanita yang masih terlentang menahan sakit.

"Segera pake bajumu, Sayang. Setelah ini kita jalan-jalan ke taman yang indah."

Ucap Bagas sambil mengelus pipi Yuanita yang lebam oleh tamparan keras tangan kekarnya barusan.

***

Pagi pun tiba. Sarapan pagi sudah siap di atas meja makan. Walau pun masakan sederhana, namun cukup menggugah selera. Amel dan suaminya menyantap makanan bersama, lalu keduanya berangkat kerja.

Sedang Anton sibuk menyuapi Putri sambil menjaga toko di teras rumah. Setelah itu, barulah Anton menikmati sarapannya.

Sebelum selesai tiba-tiba terdengar suara pembeli yang membuat Anton buru-buru menghabiskan nasi di piringnya. Lalu gegas berjalan tertatih ke toko untuk melayani pembeli.

"Mas Anton, selamat pagi."

"Selamat pagi, bu Lala. Mau nyari apa?"

"Hmm... mau nyari pewangi ruangan, Mas. Kemarin lupa nggak beli sekalian."

"Ini ya, Bu. Mau beli apa lagi?"

Bu Lala terdiam nggak menjawab pertanyaan Anton. Ia malah tersenyum sambil tebar pesona pada pria yang ada di depannya.

"Hmm... kenapa pesan ku nggak di balas sih, Mas? Aku nunggu balasan kamu sampai pagi lho. Apa mas Anton nggak suka sama aku?" tanya bu Lala sambil mengedip-kedipkan mata.

Anton mendengus napas dengan kasar, ia malas melayani wanita nggak jelas di depannya.

"Saya repot, Bu. Nggak ada waktu buat balas chat, maaf."

Anton menundukkan pandangannya, kalau bisa ia ingin secepatnya menjauh dari wanita gila ini. Tapi karena tugasnya adalah melayani pembeli dengan baik, niatnya tadi ia urungkan.

"Kalau mas Anton mau beresin kerjaan di toko, biar Putri main sama aku, Mas. Aku suka dengan anak kecil. Apalagi Putri anak yang cantik dan lucu. Pasti menyenangkan jika bermain dengannya. Iya kan, Mas Anton!"

Tanya bu Lala yang tak ditanggapi Anton. Walau begitu wanita jablay ini tetap saja melanjutkan aksinya yang sudah di rancang sejak dari rumah, bahkan sejak semalam.

Lalu ia melangkah mendekati Putri yang sedang asyik bermain boneka.

"Hai Putri, anak cantik. Sini! ayo main sama tante, yuk. Bonekanya cuma dua ya? Kasihan Putri. Besok tante bawakan boneka yang banyak ya, Sayang. Kita main bersama, biar papa Putri bisa jaga toko dengan baik."

Ucap bu Lala sambil sesekali melirik ke wajah Anton yang memang terlihat ganteng.

'Aduuh... kenapa sih wanita ini nggak pulang-pulang. Katanya belanja pewangi ruangan, eeeeh... malah mulai main sama Putri.' Ucap Anton dalam hati sambil dongkol

"Bu Lala, ini jadi apa nggak beli pengharum ruangannya? Sudah aku bungkus dalam kresek, Bu."

Ucap Anton basa-basi biar bu Lala cepat meninggalkan tempat itu dan tak membuat

dirinya pusing.

"Saya pasti beli dong, Mas. Tapi bentar aku temenin anak cantik ini. Kasihan, setiap hari selalu main sendiri. Iya, Putri?"

Putri mengangguk tanda setuju sambil tersenyum memandang bu Lala yang terbilang cantik dan cukup menggiurkan bagi yang melihatnya.

'Aku berhasil. Anak mas Anton mulai nyaman dengan ku. Ternyata tak susah deketin anak kecil. Setelah menaklukkan yang kecil, ganti yang besar. Pasti akan masuk perangkap ku. Mas Anton... Mas Anton, semakin hari kamu makin kelihatan ganteng aja. He he hee...'

Bu Lala senang dengan usahanya hari ini, yang ditanggapi baik oleh Putri, anak Anton. Lelaki incarannya yang tak bisa membuat dirinya tidur semalam.

***

BERSAMBUNG

PENGHIANATAN JADI KARMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang