BAB 150

351 25 0
                                    

Pulang sekolah Tiara mengerem sepeda motornya dengan kasar setelah memasuki teras rumah. Lalu gadis belia ini berjalan dengan langkah cepat sampai ia tak mengucapkan salam seperti biasa.

'Sepertinya itu sepeda motor Tiara. Tapi kenapa nggak ku dengar dia mengucap salam ketika masuk rumah? Tumben??' pikir Alma yang sedang menyusui bayinya di ruang tengah.

Sebentar kemudian terdengar suara pintu di tutup dengan keras.

BRAKKK

'Itu kan suara pintu kamar Tiara. Kenapa di tutup seperti itu? Pasti dia lagi ada masalah.' Bisik Alma.

Sedang Tiara menelungkupkan tubuhnya di atas kasur, lalu ia mulai sesenggukan dengan air mata yang mengalir deras dari kedua matanya.

"Aku nggak nyangka, kamu seperti itu Mas Arka? hik... hik... Semua laki-laki nggak ada yang bener. Papa dan Arka sama saja. Sukanya mainin hati wanita. Aku sudah nggak percaya lagi sama semua laki-laki. Hik... hik..." gerutunya sambil menangis.

Putri pertama Alma ini tak bisa membendung kekecewaannya pada kekasihnya Arka. Entah apa yang terjadi, hingga Tiara kembali menumpahkan air matanya yang telah lama hal ini tak lagi ia lakukan.

Sebentar kemudian terdengar dering ponsel Tiara yang ada dalam tasnya. Tapi ia sengaja tak menghiraukannya, karena kesal dan marah atas apa yang baru saja ia lihat di depan sekolah.

'Siapa sih... aku malas angkatnya.'

Namun sekali lagi ia dengar suara deringan telpon dari ponselnya hingga beberapa kali.

Tapi tetap saja ia tak bergeming untuk mengangkatnya. Seolah gadis cantik ini sudah tahu siapa yang meneleponnya.

Setelah Alma menidurkan Devan, istri Yunan ini kepikiran dengan sikap Tiara yang janggal. Tanpa pikir panjang, ia membalikkan badan dan melangkah menuju kamar Tiara yang tertutup rapat.

"Tiara, mama boleh masuk?"

Tiara kaget mendengar suara mamanya di balik pintu kamarnya. Dengan terpaksa ia menghentikan tangisannya dan merapikan seragam yang belum ia tanggalkan.

"I... ya, Ma." Jawab Tiara sambil lekas melangkah mendekati pintu dan memutar kunci kamarnya.

Maka terbukalah pintu itu dengan pelan. Alma menatap wajah Tiara yang nampak sembab dan murung. Secepatnya gadis belia itu menundukkan kepalanya dan berusaha menyembunyikan kesedihannya.

"Boleh mama masuk? Apa kamu lagi sibuk, Sayang? " Sekali lagi Alma bertanya.

"Masuk aja, Ma." Jawab Tiara singkat.

Lalu Alma mendudukkan bokongnya di tepi ranjang sambil mengambil sebuah bantal dan meletakkannya di pangkuan.

"Ada masalah apa, Tiara? Apa ini berhubungan dengan Arka?" Alma langsung saja pada permasalahan. Ibu kandung Tiara ini cuma menebak-nebak saja.

"Aku kesel sama Mas Arka. Tadi aku lihat dia membonceng cewek di depan sekolah ku. Cewek itu berpegangan erat pada pinggangnya. Dia udah punya gebetan lagi, Ma. Pas aku tanya dia siapa, eee... malah tersenyum dan nggak mau jawab. Malah aku dicuekin dan ditinggal pergi gitu aja sama cewek itu. Benerkan Ma? semua laki-laki sama saja. Nggak ada yang bisa dipercaya." Jawab Tiara dengan muka bersungut-sungut.

"Sepertinya kamu salah paham, Tiara. Bisa jadi cewek itu bukan gebetannya. Kalau dia benar-benar gebetannya, nggak mungkin Arka sengaja mengajaknya ketemu kamu. Kenapa Arka nggak menjelaskan sama kamu, bisa jadi karena situasinya nggak memungkinkan." Alma berusaha positive thinking agar Tiara bisa lebih tenang dan menggunakan logika.

"Entahlah, Ma. Ini Mas Arka hubungi aku beberapa kali, tapi aku males angkat. Biarin aja! Dia yang nyari masalah." Tiara mengambil ponselnya dan memeriksa telepon yang masuk beberapa saat tadi.

Alma mendengus pelan dan mengelus pundak Tiara beberapa kali. "Nanti pasti Arka hubungi kamu lagi. Sekarang kamu ganti baju dulu, lalu jangan lupa makan ya, Sayang! Jangan larut dalam kesedihan, sampai lupa dengan kesehatan."

***

Malam semakin larut, namun tak ada tanda-tanda orang yang di nantinya datang. Erik mendengus berkali-kali, lalu mengambil ponselnya yang tergeletak di meja.

Ia periksa pesan yang dikirimkan pada kakaknya, namun tetap centang dua.

'Belum juga dibaca. Kemana sebenarnya mbak Nita? Masak hari pertama kerja sudah lembur sampai tengah malam. Ini memang kebiasaan mbak Nita. Kalau pulang telat, nggak pernah ngabari aku atau ayah. Seperti ini jadinya. Aku jadi nggak bisa tenang, apalagi ayah yang sering bertengkar karena mbak Nita suka berbuat seenaknya, salah satunya malam ini. Mau tak tinggal tidur, nanti kalau mbak Nita pulang sewaktu-waktu nggak ada yang bukain pintu. Ya... aku kalau udah tidur kan kayak orang pingsan. Susah bangun lagi. Ya... sudahlah. Salah sendiri, kenapa nggak balas chat ku. Aku sudah nggak tahan ngantuknya. Huaaah...huaahhh.'

Erik menggerutu sambil menguap beberapa kali. Lalu ia bangkit dari duduknya lanjut melangkah gontai karena saking ngantuknya menuju kamar tidurnya.

Sedang Pak Zaini mengalami mimpi buruk malam ini. Dalam tidurnya ia mengigau memanggil-manggil nama putri sulungnya. Napasnya tersengal-sengal bagai di kejar anjing, keringat mengucur deras dari kening dan lehernya.

"Nitaaaa... Nitaaaa... Nitaaaa..." Teriaknya hingga beberapa kali.

Akhirnya ia terbangun sendiri dengan napas yang memburu dan langsung mendudukkan bokongnya.

'Ada apa dengan kamu, Nita? Kenapa sampai mimpi buruk tentang kamu? Perasaan ku pun jadi nggak enak gini. Apa kamu mengalami hal buruk, Nita?'

Lalu Pak Zaini berdiri pelan menuju pintu kamar, lalu dibukanya dengan pelan. Karena pikirannya kini hanya memikirkan anaknya yang sampai sekarang belum ada kabar.

Lelaki tua itu lalu menuju dapur untuk mengambil segelas air putih guna menenangkan pikiran dan hatinya yang lagi gundah gulana.

Setelah itu, ia melangkah menuju ruang tamu untuk menemui Erik.

"Lho kemana Erik? Pasti dia sudah masuk kamar dan tidur. Maklumlah ini sudah di atas jam 12 malam. Besok pagi Erik juga harus kuliah. Berarti Nita belum pulang. Sepeda motornya belum ada di parkiran."

Pak Zaini memeriksa garasi kecilnya yang biasa ia parkir mobil dan dua buah sepeda motor, punya Erik dan Yuanita. Namun di sana belum ada sepeda motor vario merah yang biasa dikendarai anak perempuannya.

'Jadi sampai jam satu malam, Nita belum pulang juga?? Kenapa perasaan ku nggak enak ya? Apa mungkin Nita sedang lagi butuh pertolongan? Tapi dimana dia sekarang??'

Pak Zaini berpikir keras sambil memindai seluruh sudut ruang garasi yang ada di depannya saat ini.

"Ya Tuhan, lindungilah anak ku. Walaupun dia sering membuatku kecewa, tapi aku sangat menyayanginya. Beri kesempatan padanya untuk memperbaiki diri, ya Tuhan." Pak Zaini bermonolog sambil berjalan tertatih menuju kamarnya kembali.

Beberapa kali ia tarik napas dalam-dalam untuk menenangkan pikirannya yang mulai kalut. Tubuhnya nampak sangat lelah, namun kedua matanya tak bisa terpejam, rasa kantuk pun tiba-tiba hilang. Mengingat mimpi buruk yang baru saja ia alami bersama Yuanita.

***

BERSAMBUNG

PENGHIANATAN JADI KARMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang