"Aduuuh... kenapa sakit sekali perutku ini??? ibu... tolong bantu aku, bu!" teriak Heni yang berjalan pelan-pelan keluar dari kamar mandi. Kebetulan bu Halimah sedang berada di dapur, yang ruangannya berdekatan dengan kamar mandi.
"Ada apa, Hen? Apa kamu mau melahirkan???" tanya bu Halimah sembari melangkah cepat mendekati menantunya yang meringis kesakitan sambil memegang perutnya di depan kamar mandi.
"Iya bu, aku sudah nggak tahan. Sakit sekali perutku" keluh Heni sambil berpegangan pintu kamar mandi. Wajahnya tegang, matanya nanar menahan sakit yang luar biasa. Tangannya pun bergetar mencengkeram kuat gagang pintu itu.
"Tahan ya, Hen! Sini ibu papah! Pelan-pelan jalannya, Hen!! Kamu duduk dulu di sofa. Ibu akan hubungi Anton, biar dia cepet pulang." Ucap bu Halimah menuntun Heni sekaligus menenangkannya. Agar tak panik dan memberikan solusi yang bisa ia lakukan.
(Halo... Anton. Cepat pulang ya! Istrimu mau melahirkan. Jangan lama-lama ya, Ton!! Kasihan istrimu sudah nggak kuatkuat nahan sakit), suara bu Halimah dalam sambungan telpon.
(I... iya, Bu. Secepatnya aku akan pulang), jawab Anton gugup. Ia cepat-cepat menutup sambungan telpon, dan berdiri dari duduknya.
"Ada apa, Ton? Kok kamu panik?? Apa ada kabar buruk?" tanya Bondan yang duduk bersebelahan dengannya.
'I... iya, aku mau ijin ke pak Ruben." Jawab Anton tanpa memberi penjelasan yang lengkap. Ia melangkah dengan cepat menuju ruangan pak Ruben.
Tok... tok..
"Ya, masuk!" Jawab pak Ruben dari dalam ruangan.
"Maaf, Pak. Saya ijin pulang secepatnya, karena is... tri saya mau melahirkan." Ucap Anton menjelaskan pada kepala divisi operasional.
"O... begitu. Sebelum kamu pulang, tolong serahkan pekerjaanmu yang belum kelar ke temanmu satu divisi, agar bisa selesai hari ini!" Perintah pak Ruben pada Anton.
"Iya, Pak. Saya permisi dulu." Pamit Anton dan melangkah menuju pintu keluar dengan tergesa-gesa.
Brukkk
Anton menabrak laki-laki tampan di depannya. Karena ia sangat panik setelah mendapat kabar dari ibunya tadi, pikirannya jadi nggak bisa fokus.
"Eee... Maaf, saya nggak sengaja," ucap Anton.
"Ya... nggak apa-apa. Hati-hati kalo jalan, Ton. Kenapa kamu kelihatan panik dan tergesa-gesa seperti itu?" Jawab Yunan.
"Ohh... Maaf Pak Yunan, saya... saya ada urusan penting di rumah. Dan saya baru ijin sama pak Ruben. Maaf... saya pamit dulu, permisi." Ucap Anton makin gugup.
'Aduhhh... Sial banget aku hari ini. Kenapa harus nabrak Yunan lagi. Untung aku nggak keceplosan ngomong tadi. Kalo sampek aku ngomong istriku mau melahirkan, pasti Yunan akan cerita ke Alma. Dan Alma pasti menghitung jarak antara perceraian denganku dulu dan pernikahanku dengan Heni. Untung aku bisa ngerem omonganku tadi.' Gerutu Anton sambil berjalan keluar kantor bergegas menuju parkiran, langsung menstater kuda besinya, di gober cepat melintasi jalan raya menuju rumahnya.
Anton dan Heni menikah setelah perempuan perebut laki orang itu hamil sebulan. Makanya Anton buru-buru menikah siri sebagai pertanda kalau dia laki-laki yang bertanggung jawab.
"Aduuuh... Kenapa Mas Anton lama sekali sih. Gimana kalo anak ini keburu keluar sendiri bu??" Heni meringis menahan sakit yang makin menjadi.
Keringat dingin sudah membasahi tubuhnya, kandungannya mengalami kontraksi hebat, hingga wanita yang sudah sejam menunggu Anton ini menjerit kesakitan.
Bu Halimah panik melihat menantunya yang tak henti-hentinya menjerit sambil memegang perutnya. Wanita tua ini berlari ke depan, berharap anak laki-lakinya segera datang. Tapi harapannya sirna, karena tak ada tanda-tanda Anton telah sampai di tempat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
PENGHIANATAN JADI KARMA
RomanceSuara desahan dua orang itu terhenti seketika, aku lanjut mengetuk pintu makin keras, emosiku semakin memuncak. Namun pintu kamar yang ku ketok berkali-kali, entah berapa kali terhitung, tidak dibuka-buka. Beberapa saat kemudian terdengar langkah ka...