BAB 20. MERENDA HARI ESOK

1.6K 62 2
                                    

Derrttt... derrrttt...

Getaran ponsel Anton, tanda ada panggilan masuk. Ia merogoh benda persegi panjang itu di dalam saku celananya.

"Selamat pagi, apa benar ini dengan bapak Anton?" tanya penelepon.

"Ya, saya sendiri. Maaf ini dengan siapa?" Anton balik bertanya, karena panggilan itu dari nomer yang belum dikenal.

"Saya HRD PT. Sumber Rejeki. Bapak Anton bisa datang menemui saya, besok pagi jam 8 pagi untuk menindaklanjuti hasil interview yang sudah bapak lakukan sebulan yang lalu. Jadi besok bapak datang untuk penandatanganan kontrak kerja juga bisa langsung mulai kerja. Demikian pak Anton, Terima kasih. Selamat pagi."

"Sa... sama-sama Pak. Selamat pagi." Jawab Anton hingga terbata-bata karena saking gembiranya.

Sudah hampir setahun ia melamar ke beberapa perusahaan, tapi belum ada hasilnya. Kini harapan Anton untuk mendapat pekerjaan sesuai dengan pendidikannya mulai terwujud.

"Yes", teriak Anton sambil tersenyum dan mengepalkan telapak tangannya.

"Ada apa, Mas? Kayaknya seneng banget?" tanya Heni.

"Iya Hen. Aku baru saja dapat panggilan kerja. Besok pagi aku mulai penandatangan kontrak kerja." jawab Anton sambil menggenggam tangan istrinya.

"Syukurlah, Mas. Ini rejeki anak kita."

"Iya sayang. Semoga aku bisa kerja dengan baik dan mendapat gaji yang sesuai."

"Jangan lupa kalo udah kerja, nggak boleh macem-macem."

"Apa sih...? Belum mulai kerja, udah dicurigai??"

"Mas Anton kan cakep, pasti disana banyak yang naksir. Trus aku dilupain." rengek Heni.

"Ya udah kalo gitu, aku di rumah aja. Nggak jadi kerja. Biar nggak ketemu perempuan cantik."

"Bukan gitu, Mas! Ya.. harus kerja, tapi mata nggak boleh jelalatan lho!!!

"Siap istriku, aku akan selalu ingat pesanmu"

Anton mencium kening istrinya, lalu melangkahkan kaki menuju dapur untuk menemui bu Halimah.

"Bu... Besok aku mulai kerja. Doakan semua lancar ya, Bu." Anton mencium tangan ibunya, minta doa restu wanita yang telah melahirkannya.

"Iya Ton... Ibu seneng kamu sudah di terima kerja. Semoga diberikan kelancaran ya, Nak"

"Makasih bu"

Setelah sekian lama Anton tak ada komunikasi yang baik dengan ibunya. Akhirnya pagi ini ibu dan anak ini kembali baik.

"Waah... Ada apa nih? Kayaknya Mas Anton lagi happy?" sapa Adel.

"Ini, Del. Mas mu diterima kerja." jawab bu Halimah sambil tersenyum sumringah.

"Doakan lancar ya, Del. Biar Mas nggak ngrepotin ibu dan kamu terus." ucap Anton.

"Pasti, Mas. Asal jangan lupa kalo udah gajian, traktirannya." canda Adel membuat senyum di bibir Anton dan sang ibu.

"Oke... siapa takut?" Anton meyakinkan.

Esok harinya, Anton sudah siap-siap berangkat ke perusahaan yang merekrutnya. Ia tampak gagah dan menawan dengan hem lengan panjang warna abu dipadukan celana hitam. Semerbak wangi parfum khas pria giorgio armani menambah rasa percaya diri pria yang kini sudah masuk pintu gerbang PT. Sumber Rejeki.

Sepatu hitam mengkilat membalut kaki Anton dengan langkahnya menuju pintu ruang HRD.

Tok... tok... tok...

"Masuk!" terdengar suara dari dalam ruangan.

Anton membuka pintu setengah transparan itu dengan jantung berdebar.

"Selamat pagi pak, saya Anton."

"Selamat pagi pak Anton, silahkan duduk! Selamat bergabung di perusahaan kami. Semoga kita bisa bekerja sama dengan baik. Ini ada berkas kontrak kerja yang harus bapak tanda tangani. Silahkan pak Anton!" Dengan senyum ramah pak Tantowi menerima Anton.

"Iya pak, terima kasih." jawab Anton dengan senyum penuh semangat.

"Setelah ini, pak Anton langsung bisa bekerja. Silahkan masuk di staf operasional yang akan dipimpin oleh pak Ruben. Ruangan pak Anton ada di lantai 2 paling ujung. Kalau ada yang ditanyakan lebih lanjut, bisa langsung hubungi pak Ruben."

"Terima kasih, Pak." ucap Anton sambil berdiri dan membalikkan badan menuju pintu keluar.

Dengan langkah pasti, ia menoleh kanan kiri, menatap beberapa ruangan di lantai 1 yang ia lalui, dan tersenyum ramah pada karyawan yang berpapasan dengannya.

***

"Mas Anton sekarang sudah kerja. Berarti sebentar lagi aku nggak tinggal disini lagi." ucap Heni setelah makan bersama bu Halimah dan Adel.

"Trus mau tinggal dimana kamu? Belum juga mas Anton gajian, udah sombong! Repot emang punya istri macam kamu. Kasihan mas Anton." sahut Adel dengan muka masam.

"Aku udah nggak betah tinggal di sini. Banyak tetangga yang julid, suka menyebar fitnah. Serba salah deh." timpal Heni membuat alasan.

"Jangan nyalahin tetangga dong! Harusnya kamu ngaca! Bener nggak yang diomongin tetangga. Kalo emang benar, ya bukan fitnah namanya. Gimana sih???" Jawab Adel makin geregetan.

Heni berdiri meninggalkan meja makan dengan muka kecut. Bu Halimah tak ikut buka suara, ia hanya duduk diam mendengarkan.

"Dasar wanita nggak punya akhlak, seenaknya aja nyelonong tanpa permisi, kan ada ibu di sini?!" Adel tak suka tindakan kakak iparnya itu. Yang tidak hormat dan tidak menghargai mertuanya, ibu dari suaminya Anton.

"Sudahlah, Del. Nanti istri mas mu juga baik sendiri", bu Halimah mencoba menenangkan.

"Beda banget sama istri mas Anton sebelumnya. Mbak Alma selalu menghormati ibu dan ramah dengan tetangga. Baik juga sama aku. Kalo si Heni, boro-boro ramah sama tetangga, sama mertuanya sendiri aja seenaknya sendiri.

***

Akhirnya saat yang dinanti pun tiba. Alma dan Tiara telah menyiapkan beberapa hidangan untuk acara lamaran tiga puluh menit lagi.

Jantung Alma berdetak lebih kencang, seperti genderang mau perang. Walau ini bukan kali pertama ia dilamar lelaki, tapi untuk kali ini, ia menerima lamaran di depan anak kandungnya sendiri.

"Mama, semua persiapan sudah selesai. Sekarang kita tinggal nunggu om Yunan dan keluarganya." Ucap Tiara yang tampil cantik dengan denim dress yang pas dengan usia dan warna kulitnya.

"Waaah... anak mama cantik banget. Kalah dong yang dilamar." Puji Alma dengan senyum manisnya.

"Mulai deh... Cantikan mama lah! Gimana ya...? Reaksi om Yunan nanti, lihat mama seperti ini. Pasti om Yunan terpesona." Tiara mengakui kecantikan mamanya, yang memakai long sleeve dress warna cream. Dengan rambut hitam panjang sepunggung yang dibiarkan terurai dengan indah.

Dua wanita, ibu dan anak ini saling memuji kecantikan masing-masing. Hubungannya sangat akrab, seperti kakak adik saja.

Tiba-tiba Alma terdiam dan duduk di sofa dengan tatapan kosong.

'Tuhan... Aku tak mau mengalami kegagalan pernikahan yang kedua kali. Mas Yunan adalah laki-laki yang ku pilih atas dasar cinta karena-Mu, bukan semata-mata nafsu. Aku akan belajar dari kesalahan yang dulu.'

"Mama... Lagi mikir apa sih?? serius amat??" tanya Tiara membuyarkan lamunan Alma.

"Hmm... Nggak mikir apa-apa, Ti. Mama lagi nerves aja, karena bentar lagi acara mau di mulai." Jawab Alma sambil menghela napas.

"Tenang, Ma! Kan ada Tiara. Aku akan selalu bantu mama, kapanpun mama butuhkan." hibur Tiara pada mamanya.

"Makasih ya, sayang."

***

BERSAMBUNG...

PENGHIANATAN JADI KARMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang