Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan. Akhirnya hari pernikahan Anton dan Yuanita pun tiba. Acaranya tak semeriah pernikahan pada umumnya. Yuanita memilih syukuran dengan cara sederhana dan yang penting pernikahan sah di mata negara dan agama.
Padahal di balik itu semua ada rahasia dan drama. Tentu suatu hari nanti akan terbongkar semuanya di waktu yang tepat.
Bapak penghulu sudah duduk berhadapan dengan mempelai pria. Sedang mempelai pria sejak semalam telah menghafalkan kalimat akad nikah yang akan diucapkan beberapa menit lagi.
Tepat pukul 10.00 WIB, pak Penghulu dan pak Zaini sudah menempati kursi yang telah disediakan. Dan Anton juga telah duduk dengan tenang walaupun jantungnya berdebar keras karena nerves. Akad nikah ini dilaksanakan di aula masjid At Taqwa sekitar apartemen Yuanita.
"Sudah siap mempelai pria?" tanya pak Penghulu.
"Siap, Pak." Jawab Anton tegas.
"Saudara Anton Affandi bin Hasan, Saya nikahkan dan saya kawinkan Anda dengan anak perempuan saya, Yuanita Setya Hartati binti Zaini dengan maskawin dua puluh juta rupiah dibayar tunai." Ucap pak Penghulu yang sudah mewakili ayah kandung Yuanita. Dengan genggaman tangan kanan Anton.
"Saya terima nikah dan kawinnya Yuanita Setya Hartati binti Zaini dengan mas kawin tersebut dibayar tunai." Jawab Anton dengan lancar dan tegas.
"Saaah???" tanya pak Penghulu dengan suara lantang.
"Saaah." Jawab semua tamu undangan yang menyaksikan jalannya akad nikah pagi itu dengan serempak.
"Alhamdulillah..." seru bu Halimah sambil meneteskan air mata. Hati ibu kandung Anton ini terharu bercampur sedih, karena dibalik acara ini ada sesuatu yang ditutupi. Pasti reader sudah tahu. Jadi pura-pura nggak tahu aja, biar bu Halimah seneng dulu☺☺☺
Beberapa undangan yang hadir menyaksikan acara pagi itu dengan khitmad, mereka tak ada yang tahu bahwa kedua mempelai sebenarnya bersaudara.
Teman-teman rekan kerja Yuanita dan Anton juga di undang, tapi Yunan maupun Alma sengaja tidak datang di acara itu. Dengan alasan, mereka tahu kalau pernikahan ini seharusnya tidak terjadi, karena akan membawa dampak buruk pada adat istiadat dan aturan agama serta negara.
Tapi pak Zaini dan bu Halimah sengaja menutup mata, untuk melancarkan kebahagiaan anak-anaknya. Hingga menghalalkan segala cara, seolah sah-sah saja seperti dugaan mereka.
*
"Hari ini kita dapat undangan pernikahan Anton dan Yuanita. Tapi, aku sengaja nggak datang. Karena aku nggak mau ikut menanggung dosa." Ucap Yunan dengan muka masam
"Iya, Mas. Aku juga tahu itu. Kenapa mereka senekat itu ya???" tanya Alma sambil memicingkan alisnya.
"Mungkin saja, demi membahagiakan kedua anaknya, atau ada rahasia lagi yang mereka tutupi. Aku nggak tahu." Jawab Yunan sambil menghela napas panjang.
"Rahasia apa lagi, Mas. Apa... Yuanita sudah hamil duluan??" tanya Alma mencoba menebak.
"Kayaknya sih. Karena akhir-akhir ini dia sering muntah di kantor dan wajahnya pucat. Ketika ku tanya, jawabnya mungkin capek atau masuk angin. Ya... kita lihat saja nanti, karena kehamilan itu lama-lama nggak bisa ditutupi. Iya, kan??" Ucap Yunan berargumen.
"Hmm... iya betul, Mas." Jawab Alma sambil manggut-manggut.
*
Kini Anton dan Yuanita sudah menjadi pasangan suami istri. Mereka memilih hidup di rumah pak Zaini yang ada di kampung. Selama ditinggal merantau ke Jakarta rumah itu selalu dikontrakkan biar tetap terawat.
Setelah Yuanita menikah, rumah itu ditempati. Jadi sekarang sudah tak hidup di apartemen lagi.
Rumah pak Zaini sudah lama direnovasi, sehingga masih tampak bagus dan tersedia tiga kamar. Jadi pas untuk ditinggali pak Zaini, Erik dan pasangan pengantin baru.
Anton tak lagi bekerja di perusahaan Yunan seperti sebelumnya. Sekarang ia membuka toko kecil-kecilan di depan rumahnya, modal dari penjualan tanah warisan dari pak Hasan. Setidaknya ia tidak di cap numpang hidup pada istri. Dan walaupun nggak banyak, ia masih bisa membiayai kehidupan Putri yang sekarang ia rawat sendiri.
Jadi kehidupan Anton saat ini disibukkan dengan merawat Putri dan berjualan di toko miliknya dengan pelayanan sebisanya.
'Apakah ini hukuman yang harus aku jalani?? Hidup ku sekarang repot. Ngurus putri, melayani beberapa pembeli, dan sebentar lagi Nita akan melahirkan juga.' Suara hati Anton yang sedikit banyak masih mengeluh, karena kehidupannya berubah drastis.
***
Singkat cerita beberapa bulan kemudian, Amel sudah menikah dan tetap tinggal dirumahnya yang dulu, bersama suami dan bu Halimah. Sedang bu Halimah sudah semakin tua dan sakit-sakitan.
Bu Halimah juga sering menyempatkan waktunya berkunjung ke tempat tinggal Anton yang tak begitu jauh dari rumahnya, sekedar melepas kangen pada anak dan cucunya.
"Anton... perut istrimu sudah makin membuncit, sepertinya sebentar lagi akan melahirkan." Ucap bu Halimah sambil menyuapi Putri, ketika bu Halimah berkunjung ke sana.
"Iya, Bu." Jawab Anton singkat.
"Apa selama ini, nggak ada keluhan pada kehamilan istrimu?" tanya bu Halimah ingin tahu.
"Hmm... sepertinya nggak ada yang serius. Cuma mengeluh pusing, capek, gitu aja. Memangnya kenapa, Bu??" Ucap Anton balik bertanya.
"Nggak apa-apa. Ya... syukurlah kalau Nita nggak pernah mengeluh dengan kehamilannya. Semoga lahirannya nanti lancar. Anak dan istrimu semuanya sehat." Harapan bu Halimah sambil menengadahkan pandangannya.
"Sebentar bu, Anton mau ke toko. Ada orang beli kayaknya." Pamit Anton sambil berjalan dengan tongkat penyangga.
Kini lelaki itu sudah terbiasa berjalan dengan satu kaki. Ia tak canggung lagi kalau pergi kemana-mana.
Semakin hari Anton semakin mengerti akan tanggung jawabnya sebagai kepala rumah tangga. Walaupun kewajibannya untuk memenuhi kebutuhan anak dari pernikahan dengan Alma sampai sekarang belum bisa ia laksanakan.
Tapi ada satu sisi yang membuat Anton sering berpikir keras. Apalagi kalau bukan sikap istrinya yang lambat laun mengalami perubahan. Ia tak seperhatian dulu lagi. Tak peduli dengan kesibukan Anton mengurus anak dan tokonya. Pulang kerja ia menghabiskan waktu dengan menyenangkan dirinya sendiri saja.
"Mas... anakmu bangun tuh. Aku mau istirahat, kalau bisa ditenangkan dong!! Jangan dibiarin nangis gitu, berisik!!" Ucap Yuanita sinis.
"Iya, Nita." Ucap Anton sambil berjalan tertatih dengan penopang kaki.
"Tidurkan saja di depan TV. Aku mau istirahat di kamar, capek." Ucap Yuanita lalu menutup pintu kamarnya dengan keras. BRAKK.
Anton tak bisa berkata-kata, ia hanya bisa menerima apapun permintaan istrinya itu. Lalu ia berusaha memberikan sebotol susu untuk menenangkan Putri agar bisa cepat tenang dan tidur karena sudah malam.
Beberapa saat kemudian, Putri sudah terlelap tidur di samping tubuh Anton yang dengan sabar mendampinginya.
'Kamu sekarang makin berani sama aku, Nita. Kamu sudah banyak berubah. Aku bisa maklum atas perubahan sikap mu pada ku. Karena aku nggak bisa kasih kamu apa-apa. Lagi pula aku hanya laki-laki cacat. Ke mana-mana kamu malu berjalan berdampingan dengan aku. Kamu lebih memilih pergi bersama teman-teman mu.' Ucap Anton dalam hati sambil menghela napas panjang untuk mengurangi beban pikirannya.
***
BERSAMBUNG
KAMU SEDANG MEMBACA
PENGHIANATAN JADI KARMA
RomanceSuara desahan dua orang itu terhenti seketika, aku lanjut mengetuk pintu makin keras, emosiku semakin memuncak. Namun pintu kamar yang ku ketok berkali-kali, entah berapa kali terhitung, tidak dibuka-buka. Beberapa saat kemudian terdengar langkah ka...