BAB 124. USAHA ANTON

396 19 0
                                    

Malam ini Anton dan suami Adel yang bernama Bara akan keluar sebentar. Bu Halimah melihat menantu laki-lakinya itu sedang menuntun kuda besinya ke halaman rumah.

Sekarang anggota keluarga itu bertambah satu, sejak Adel menikah. Bara memilih pulang ke rumah Adel karena lebih dekat dengan tempat kerjanya. Juga rumah itu memang sudah jatah Adel, sebagai anak bungsu.

"Mau kemana, Bara?" tanya bu Halimah.

"Hmm... mau antar mas, Anton, Bu." Jawab Bara.

Lalu muncul lah Anton yang berjalan dengan tongkat di tangan kanannya. "Aku mau ke rumah Nita, Bu. Mau jelasin keadaan anaknya. Karena aku kirim pesan nggak ada balasan. Lalu aku telpon juga nggak di angkat. Kalau dibiarkan seperti ini, kasihan anak ku. Semakin hari tubuhnya semakin lemah karena nggak mendapatkan ASI. Mungkin kalau ketemu langsung dengan Nita dan menjelaskan keadaan jantung anak kami, Nita bisa luluh hatinya." Ucap Anton berharap.

"Kamu yakin, Ton? Nita yang keras kepala itu mau bicara dengan mu??" tanya bu Halimah sangsi.

"Aku coba dulu, Bu. Berhasil atau gagal, yang penting aku sudah berusaha yang terbaik untuk anak ku." Jawab Anton mengiba.

"Iya, Ton. Semoga Nita bisa terbuka hatinya." Ucap bu Halimah penuh harap.

Akhirnya Bara membonceng Anton menuju rumah Yuanita malam itu. Tak berapa lama, sampailah mereka berdua di tempat tujuan.

Rumah pak Zaini tampak sepi, pintu depan juga tertutup rapat. Padahal waktu masih menunjukkan pukul 18.30 WIB.

Tok tok tok...

Bara mengetuk pibtu, sedang Anton menunggu sambil duduk di kursi teras. Dengan kakinya yang demikian, membuat Anton tak bisa berlama-lama berdiri.

"Ada tamu, Rik. Tolong bukakan pintunya!" Seru pak Zaini yang lagi bersantai di ruang tengah sambil menonton siaran televisi. Sedang Erik ketika itu sedang keluar kamar akan ke dapur untuk ambil minum.

"Iya, Yah. Bentar, aku mau minum dulu, nanggung udah haus banget nih." Sahut Erik sambil sedikit berlari.

Setelah meneguk segelas air dingin di kulkas, ia gegas menuju ruang tamu untuk membukakan pintu.

Ceklek

"Assalamualaikum," Sapa Bara. Sementara Anton mulai berdiri dari duduknya

"Waalaikum salam. Lagi nyari siapa?" tanya Erik yang tak melihat ada Anton di teras.

"Erik, aku ke sini mau ketemu  mbak mu." Jawab Anton sambil melangkah lebih dekat ke arah pintu.

"O... Mas Anton, silahkan masuk." Ucap Erik dengan senyuman ramah.

"Iya, Rik. Makasih." Ucap Anton. Lalu Anton dan Bara segera duduk di sofa ruang tamu.

"Sebentar, tak panggilkan mbak Nita dulu." Pamit Erik, lalu ia masuk ke ruang tengah menemui ayahnya.

"Yah, ada mas Anton di depan. Katanya mau bicara sama mbak Nita. Aku panggilkan mbak Nita dulu ya, Yah. Sementara ayah temui mas Anton." Kata Erik pada pak Zaini.

"Ooo... ada Anton. Iya, biar ayah temui dulu." Jawab pak Zaini sambil bangkit dari duduknya.

***

"Eee... bu Nana, bu Joko. Apa kalian sudah tahu gimana wajah anaknya Anton??" tanya bu Yati dengan ekspresi kurang suka.

"Hmm... belum, Bu. Pas kita ke sana anaknya Anton lagi tidur. Bu Halimah nggak ngijinin kami melihatnya, takut anaknya kebangun katanya.

"Sini, Bu. Aku bilangin ya. Wajah anaknya mas Anton menyeramkan, hiiii... aku sampek merinding melihatnya, Bu. Seperti bukan wajah anak manusia." Ucap bu Yati sambil bergidik seluruh tubuhnya.

"Hah... masak sampek segitunya sih, bu Yati. Tapi memang aneh, lihat gelagat bu Halimah waktu kita ke sana. Masak kita nggak dibolehin lihat bayinya sebentar saja. Kan aneh???" Ujar bu Nana sambil mencibirkan bibirnya yang nggak begitu sexy.

"Iya ya... aku juga mikir gitu waktu itu. Kenapa bu Halimah begitu kekeh nggak ngebolehin kita lihat cucunya. Alasannya cucunya masih tidur. Kan semua bayi juga banyak tidur. Ternyata, wajahnya menyeramkan to?!? Kok bisa gitu ya? Padahal kedua anak mas Anton sebelumnya cantik-cantik, nggak ada yang aneh. Jangan-jangan, ada sesuatu yang dirahasiakan atau bisa juga ini karma buat si Anton. Laki-laki itu kan terkenal playboy dan tukang kawin." Sahut bu Joko panjang lebar tak mau kalah.

"Benar juga, Bu Joko. Kakinya mas Anton bisa juga azab dari kesewenang-wenangan pada istri-istri sebelumnya. Alma diselingkuhi, Heni juga diselingkuhi sampek milih bunuh diri, nah... yang sekarang tinggal menuai hasil perbuatannya. Aku aja ikutan gedek ketemu laki-laki kayak gitu." Ujar bu Nana makin menjadi.

"Anehnya lagi, kenapa istri Anton nggak di ajak ke rumah bu Halimah sekalian. Hmm... kayaknya sih, istrinya nggak suka sama bayinya. Kasihan juga ya... bayi yang tak berdosa menjadi korban dari perbuatan orang tuanya." Ucap bu Joko melanjutkan menggunjing bu Halimah dan Anton.

"Bu... jadi belanja apa, nih?" Tiba-tiba suara bu Kokom memecah ketegangan mereka dalam bergosip ria di pagi itu.

"Eee... bentar bu Kokom, masih ada yang perlu di bahas." Jawab bu Yati yang masih asyik melanjutkan obrolannya. Sampai mereka bertiga lupa, apa sebenarnya tujuan mereka datang ke warung bu Kokom.

***

Pak Zaini melangkahkan kakinya menuju ruang tamu. Ia menyambut kedatangan menantu sekaligus anak kandungnya itu dengan baik.

"Anton, apa kabar?" Sapa pak Zaini.

"Baik, Yah. Maaf kalau kedatangan ku mengganggu istirahat ayah." Jawab Anton.

"Nggak ganggu kok, Ton. Ayak lagi nonton TV saja. Gimana kabar anakmu, Ton? Apa dia sehat-sehat saja? Karena yang ayah tahu, cucu ku itu mengidap kelainan jantung, kata dokter. Apa sudah kontrol kemarin, Ton??" tanya pak Zaini memberondong semua pertanyaan.

"Anak ku sehat, Yah. Kemarin juga sudah tak bawa ke dokter untuk memeriksa lebih mendetail keadaan jantungnya. Dan kata dokter harusnya anak itu mendapat ASI selama enam bulan secara kontinyu. Tapi sepertinya saran dokter itu susah didapatkan." Penjelasan Anton yang belum selesai, di potong oleh datangnya Erik dengan membawa dua cangkir kopi.

"Silahkan di minum dulu, Mas Anton dan Mas siapa ya?" tanya Erik mencoba sok akrab.

"Saya Bara, adik ipar Mas Anton." Jawabnya Bara sambil tersenyum.

Lalu Erik masuk lagi, tidak ikut menemani ayah dan tamunya. Sedang pak Zaini masih serius mendengarkan penjelasan Anton.

"Lalu apa yang bisa aku bantu, Ton. Apa aku harus membujuk Nita, agar mau menyusui anaknya lagi. Kasihan bayi itu tak berdosa. Kenapa malah ibunya nggak mau mengerti sih???" Kata pak Zaini dengan muka masam.

"Dimana Nita, Yah. Aku ingin bicara langsung sama dia. Mengenai kesehatan anak kami. Karena jalan yang terbaik untuk kesembuhan jantungnya adalah pemberian ASI sampai enam bulan. Kalau tidak, bisa jadi anak itu akan mengalami gangguan jantung yang lebih parah dan berakibat fatal.

***

BERSAMBUNG

PENGHIANATAN JADI KARMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang