Pak Zaini mondar-mandir di teras rumahnya malam ini. Yuanita anak pertamanya belum pulang sampai larut malam. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas lebihtiga puluh menit, tapi wanita yang hari ini bekerja di tempat yang baru, belum juga pulang ke rumah.
"Erik, apa kakak mu sudah bisa di hubungi? Ayah mencoba menelepon, tapi tak ada jawaban." Ucap pak Zaini saat mendapati anak laki-lakinya yang baru saja keluar kamar.
"Belum tuh Yah. Sudah ku coba kirim pesan sampai telepon juga, nggak ada jawaban. Mungkin dalam perjalanan pulang." Jawab Erik mencoba berpikiran positif.
Mendengar jawaban Erik, pak Zaini mulai tenang. Lelaki tua itu kembali ke tempat duduknya dan menghisab lintingan rokok yang tersisa di tangan kanannya.
"Ayah tidur saja! Nanti kalau Mbak Nita pulang, biar aku bukakan pintunya." Ucap Erik yang merasa kasihan melihat ayahnya nampak lelah malam itu.
"Iya, Rik. Ayah memang sudah ngantuk." Jawab pak Zaini lalu melangkah masuk ke kamarnya yang terletak paling belakang.
Segera ia rebahkan tubuhnya yang lelah di atas kasur berukuran sedang. Tapi dalam pikirannya masih berangan-angan tentang Yuanita yang belum pulang-pulang, juga wajah bu Halimah yang tadi pagi sudah di kubur di pemakaman kampung itu.
'Halimah, aku janji akan membantu kesulitan anak kita Anton. Aku masih punya sedikit tabungan. Rencana akan aku belikan kaki palsu buat Anton, biar dia bisa melakukan kegiatannya lebih nyaman dan cepat. Semoga kamu bisa istirahat dengan tenang di sana, Halimah.' Pikir Pak Zaini sambil menutup kedua matanya untuk segera tidur dengan lelap malam itu.
*
Yuanita baru saja menghabiskan suapan terakhirnya untuk makan malam yang disediakan bik Yana. Tapi ia menikmatinya sendiri, tak ada bos Bagas yang membawanya ke tempat itu.
Sedari siang, Yuanita tak melihat sosok lelaki ganteng pemilik villa mewah tersebut. Padahal ia sudah membayangkan akan menghabiskan waktunya untuk bersenang-senang dengannya. Tapi apa daya, ia malah dibiarkan sendiri menikmati istirahatnya di lantai dasar villa itu.
Selesai mengunyah nasi gorengnya, ia menengok ke kanan dan ke kiri, namun tak ada siapapun yang ada di ruangan besar itu. Minuman hangat menjadi penutup makan malamnya dengan segala misteri yang belum juga terkuak.
Tiba-tiba datanglah bik Yana yang muncul dari ruang dapur dan berjalan menghampirinya. Yuanita tak mau membiarkan kesempatan untuk bertanya pada wanita itu.
"Bik, kemana pak Bagas ya? Dari tadi aku tak melihatnya? Apa dia sedang keluar villa?" tanya Yuanita sambil menatap bik Yana yang memakai jarik dan kebaya ala wanita khas Jawa.
"Hmm... tuan Bagas lagi di lantai dua, Non." Jawab bik Yana sambil menundukkan kepalanya tanda hormat.
"Ooo... kalau gitu, aku akan menyusul ke sana. Biar aku nggak kesepian di lantai satu." Ucapnya sambil mengangkat bokongnya dan sedikit tersenyum lega.
Baru saja ia melangkahkan kaki beberapa langkah saja, ia dihentikan oleh suara bik Yana yang ada di belakangnya.
"Mm... maaf, Nona. Jangan temui tuan Bagas. Karena saat ini beliau sedang tak ingin di ganggu dulu." Teriak bik Yana dan sedikit gugup.
Seketika langkah Yuanita terhenti, dan membalikkan badannya.
"Lho... emang kenapa, Bik. Apa pak Bagas ada yang nemenin?" tanya Yuanita menyelidik.
'Bisa saja kan, pak Bagas sudah mendatangkan wanita lain sebelum aku datang ke sini. Makanya dia tak tertarik untuk turun dan nggak mau di ganggu. Dasar laki-laki aneh' Pikir Yuanita mereka-reka.
"Setau saya, ndak ada orang lain di villa ini. Cuma ada saya, tuan Bagas dan Nona. Tapi tuan tadi berpesan. Selagi belum turun, beliau tidak mau ketemu dengan siapa pun."
"Kenapa begitu, Bik Yana? Trus aku di ajak ke sini cuma dibiarkan seperti ini. Nggak di ajak bicara sama sekali. Aneh ya?" Ucap Yuanita sambil mengernyitkan dahinya tanpa mulai berpikir keras atas sikap bos barunya yang tak biasa.
"Begitu lah kebiasaan tuan Bagas. Saya juga nggak berani menegur, juga mengingatkan makan malam. Karena saya ndak mau tuan Bagas jadi marah dan tak terkendali."
Yuanita makin bingung mendengar penjelasan bik Yana.
"Ya sudahlah, Bik. Saya mau istirahat saja." Ucap Yuanita.
Sementara ia mengurungkan niatnya untuk naik ke lantai dua. Karena sudah di tegur keras oleh asisten dari bosnya itu.
'Hmm... aku harus nyari kesempatan, agar bisa naik ke lantai dua. Aku nggak yakin dengan ucapan bik Yana tadi. Pasti Bagas menginginkan ku temani malam ini. Namun dia masih malu untuk mengawali. Dasar laki-laki menduda, malu-malu tapi mau, hehee...' bisik Yuanita sambil menatap tangga yang menjadi penghubung antar lantai dasar dan lantai dua.
*
Selang beberapa menit kemudian, bik Yana sudah selesai membereskan dapur dan ruang makan. Ia gegas masuk ke kamarnya yang tak begitu jauh dari kamar utama.
Mendengar suara pintu kamar di tutup, Yuanita mulai pasang aksi. Ia keluar dengan sangat hati-hati dan menoleh ke kanan dan ke kiri, untuk memastikan tak ada bik Yana di sana.
Dengan kaki melangkah tanpa alas, untuk menghindari suara yang mencurigakan. Yuanita sudah sampai pada ujung tangga dan kakinya melangkah satu demi satu dengan sangat hati-hati dan akhirlah sampai lah di lantai dua yang nampak hening.
Tak ada suara apa pun di sana. Saking sunyinya, sampai detak jarum jam di atas pintu salah satu kamar terdengar sangat nyaring.
TAP TAP TAP
Lagi-lagi Yuanita tak bisa berbuat apa-apa. Karena di lantai dua terdapat tiga kamar berukuran sama. Dan ketiga kamar itu nampak gelap gulita. Berarti bisa dipastikan, kalau ketiga kamar itu tak berpenghuni di dalamnya.
Lantai dua juga tak kalah besarnya. Di ujung lantai terdapat ruangan cukup luas dengan dua buah sofa panjang dan dua buah single sofa dengan warna senada.
'Lalu dimana Bagas? Apa diam-diam dia pergi dari villa ini tanpa sepengetahuan bik Yana? Dan... aku dibiarkan sendiri seperti ini? Apa sih maunya?' Pikir Yuanita mereka-reka.
Tiba-tiba terdengar pintu salah satu kamar di buka dengan pelan. Dengan cepat Yuanita menyembunyikan tubuhnya di balik guci berukuran besar di depan kamar itu.
'Untung aku sempat menundukkan badan di balik guci ini. Kalau tidak, pasti Bagas kaget mengetahui aku berada di lantai ini.'
Tapi, Yuanita kaget bukan kepalang dengan suara teriakan bosnya setelahnya.
"Siapa itu? Keluar!! Jangan sembunyi di situ!! Cepat keluar!!" Teriak lelaki yang berperawakan tinggi dan berbadan atletis itu dengan nada keras dan membentak.
'Aduuh... kenapa Bagas tau aku di sini sih? Apa yang harus aku lakukan sekarang?? Apa aku pura-pura nggak dengar saja??'
Bisik Yuanita masih dengan posisi jongkok di balik guci dan merapatkan tubuhnya ke dinding.
Lalu dengan satu hentakan saja, Bagas menendang guci besar itu dengan tendangan kaki kanannya dan...
PYAAARRR!!
Guci besar itu terguling dan pecah berkeping-keping, hingga terdengar suara gaduh di seluruh ruangan, sampai-sampai suara itu pun bisa di dengar di kamar bik Yana.
***
BERSAMBUNG
KAMU SEDANG MEMBACA
PENGHIANATAN JADI KARMA
RomansaSuara desahan dua orang itu terhenti seketika, aku lanjut mengetuk pintu makin keras, emosiku semakin memuncak. Namun pintu kamar yang ku ketok berkali-kali, entah berapa kali terhitung, tidak dibuka-buka. Beberapa saat kemudian terdengar langkah ka...