"Bagaimana keadaan ayah saya, Dok?" tanya Yunan, saat melihat dokter keluar dari ruang UGD.
Mendengar pertanyaan lelaki di depannya dengan penuh harap, dokter menghela napas panjang, lalu berkata, "Maafkan kami, Pak. Semua upaya sudah kami lakukan. Tapi nyawa ayah Bapak tak bisa kami selamatkan." Jawab dokter Candra yang menangani kesehatan pak Rudi, ayah Alma.
"Inna lillahi wainna ilaihi rojiuuun... ayaaah," Alma mendengar perkataan dokter itu bagaikan tersambar petir di siang bolong. Ia berlari masuk ke ruang UGD sambil terisak-isak tangisnya. Orang tua satu-satunya, kini telah meninggalkan dunia fana ini dengan sederetan cerita sedih di akhir hidupnya.
Suasana ruangan nampak hening, tampak sesosok tubuh di atas brankar yang sudah di tutup kain putih, termasuk juga dengan wajahnya.
Alat pacu jantung dan peralatan medis lainnya sudah di copot semua dari tubuh pak Rudi yang sudah mendingin dan mulai kaku.
Lelaki yang sempat mengecap masa jayanya, hingga lupa istri dan anaknya, karena tergiur bujuk rayu wanita muda. Kini di usianya yang menua sudah tak sanggup lagi menahan derita. Derita akibat perbuatan di masa lalunya sendiri.
Tapi masih beruntung, ayah Alma masih diberi kesempatan untuk minta maaf pada orang yang telah disakitinya, yaitu Alma anak kandungnya.
"Maaf, Dok. Apa yang menjadi penyebab kematian ayah saya secara mendadak?" tanya Yunan, ingin tahu kepastian penyebab kematian pak Rudi, mertuanya.
"Ayah anda mengalami serangan jantung karena tersumbatnya pembuluh darah yang men-suplai makanan ke otot jantung yang dikenal dengan nama pembuluh darah koroner. Dalam istilah umum di sebut jantung koroner." Dokter Candra menjelaskan pada Yunan.
Yunan menganggukan kepala, lalu terdiam menyaksikan jenazah mertuanya yang masih berada di ruangan itu. Di sebelah jenazah ada Alma yang membuka kain putih penutup wajah pak Rudi.
'Ayah... maafkan aku. Semoga ayah mendapat tempat terbaik di sisi Tuhan. Semoga semua dosa Ayah, di ampuni oleh Tuhan.' bisik Alma dalam hati, sembari menatap wajah pak Rudi yang nampak pucat dengan mata tertutup.
Tangisan Alma sudah tak terbendung lagi. Ia ingat semua kebaikan ayahnya di masa lalu. Saat pertama kali Alma kecil di antar sekolah oleh sang ayah dengan naik sepeda motor. Di sepanjang jalan ayahnya suka bercerita dan bercanda hingga sampai depan sekolah.
Setiap hari ayah yang menemani Alma kecil berangkat dan pulang sekolah dengan kesabarannya. Sampai di rumah pun, Alma kecil suka di gendong di atas punggung sang ayah dengan manja.
Ayah adalah cinta pertama bagi anak perempuannya. Istilah ini memang kerap kali dirasakan hampir dari seluruh anak perempuan di dunia. Bukan tanpa alasan, ayah memang merupakan seorang figur yang tak bisa digantikan.
Ia merupakan seseorang yang telah merawat sejak anaknya lahir melihat dunia. Setiap hari, ia berjuang membanting tulang untuk mencari nafkah untuk keluarga, mulai dari anak perempuan, istri dan anggota keluarga yang lain.
Kehadirannya sontak mampu membius anak-anaknya hingga menjadi idola. Kebanyakan, anak perempuan akan lebih dekat dengan ayahnya karena sosok laki-laki yang pertama kali dicintainya ialah sang ayah.
Hingga akhirnya tragedi perceraian ayah dan ibu Alma merenggut kebanggaan dan kebahagiaannya. Apalagi kekerasan lahir dan batin pernah dirasakan akibat tragedi itu.
Tapi, ayah tetaplah ayah, anak tetaplah anak. Ikatan batin antara ayah dan anak tak bisa pupus sampai kapan pun. Bahkan doa yang tak kan terputus hingga maut memisahkan, adalah doa seorang anak pada ayah dan ibunya.
***
Sementara di ruangan UGD berikutnya, ada Anton yang masih mengerang kesakitan, menjerit memekakkan telinga orang-orang di sekitarnya. Bukan hanya itu, ia juga membanting benda apapun yang ada di dekatnya, bagai orang kesurupan.
"Tolong siapkan obat penenang buat pasien!" titah dokter pada seorang perawat yang mendampinginya.
"Iya, Dok" jawab perawat.
Dengan posisi berbaring di atas brankar, tubuh Anton di pegangi dengan kuat oleh dua orang perawat agar tidak banyak bergerak.
"Lepaskan aku! Jangan pegangi tangan ku!! Lepaskan!!!" teriak Anton yang meronta berusaha melepas pegangan tangan para perawat.
Lalu dengan sigap namun tetap tenang, dokter Syarif memberikan suntikan di lengan kiri Anton. Dengan harapan pasien akan rileks dan bisa beristirahat dengan baik.
Sesaat kemudian, Anton sudah tenang dan ruangan kembali sepi. Adel dan Bu Halimah duduk di depan ruang UGD dengan wajah gusar. Menanti hasil pemeriksaan dokter Syarif yang masih berada di dalam ruangan.
Kini, Anton sudah terlelap tidur. Selanjutnya, dua perawat membantu dokter untuk mendapat data pemeriksaan pada tubuh Anton. Ternyata ditemukan adanya bekas benturan baru di kepala belakang suami Heni ini. Ada juga sedikit lecet di siku kiri dan kanannya. Dapat dipastikan, Anton baru saja jatuh hingga kepalanya terkena benturan, tapi kali ini cuma sedikit memar. Tidak sampai menimbulkan pendarahan seperti kecelakaan waktu itu.
Dan hasil ct scan kepala tidak menunjukkan hal-hal yang membahayakan. Justru benturan yang kedua ini, bisa mengakibatkan ingatan Anton cepat pulih kembali.
Dokter Syarif tersenyum, sembari melangkahkan kakinya keluar dari ruangan UGD.
"Bagaimana dengan kondisi kakak saya, Dok???" tanya Adel yang buru-buru berdiri dari duduknya, setelah melihat lelaki berseragam putih berjalan keluar ruangan.
"Kakak anda, cuma mengalami benturan kecil di kepalanya. Sesuai dengan hasil pemeriksaan dan ct scan kepala, pak Anton cuma mengalami cedera luar. Sepertinya pak Anton baru saja jatuh ya?" tanya dokter Syarif.
"Saya kurang tahu, Dok. Karena saya nggak melihat sendiri jatuhnya kakak saya. Apakah ini membuat amnesia kakak saya makin parah???" tanya Adel dengan gusar.
"Hmm... malah sebaliknya, ini sebuah mukjizat. Dengan benturan kedua ini, ingatan kakak anda akan cepat pulih seperti sedia kala." Jawab dokter sambil tersenyum pada Adel dan Bu Halimah yang berdiri di hadapannya.
"Setelah bangun dari tidur, pak Anton bisa langsung pulang. Karena tidak ada yang perlu dikhawatirkan." Lanjut dokter Syarif.
"Alhamdulillah... makasih banyak, Dok," ucap Bu Halimah yang nampak sumringah mendengar kalimat dokter.
"Saya permisi dulu ya, Bu" pamit dokter.
"Iya, Dok. Sekali lagi kami ucapkan terima kasih," kata bu Halimah menunjukkan rasa syukurnya, atas kesembuhan putra tercintanya yang tak di sangka-sangka.
"Ayo kita temui Mas Anton, Bu." Ajak Adel pada bu Halimah dengan berjalan beriringan menuju brankar tempat Anton istirahat di sana.
Setelah mengalami pergulatan emosi beberapa minggu, akhirnya Anton telah melewati dengan banyak cerita. Tentunya cerita yang kurang mengenakkan, karena ingatannya tak sesuai dengan kenyataan.
Berikutnya, Anton akan menjalani hari-harinya dengan istri dan buah cintanya dengan Heni. Tentu saja masih ada kejutan yang diberikan Anton setelah sembuh dari amnesianya. Ia kembali seperti semula, sok ganteng dan playboy tingkat dewa.
***
Jangan lupa like, komen & follownya ya readers. Karena dari sinilah othor bersemangat melanjutkan ceritanya.
THANK YOU & LOVE YOU
🥰🥰🥰
KAMU SEDANG MEMBACA
PENGHIANATAN JADI KARMA
RomansaSuara desahan dua orang itu terhenti seketika, aku lanjut mengetuk pintu makin keras, emosiku semakin memuncak. Namun pintu kamar yang ku ketok berkali-kali, entah berapa kali terhitung, tidak dibuka-buka. Beberapa saat kemudian terdengar langkah ka...