BAB 114. SEMAKIN BERANI

443 29 6
                                    

Hari ini hari Sabtu. Jam kerja Yuanita tidak seperti biasanya. Jika hari senin sampai Jumat ia pulang jam tiga sore, hari Sabtu ia sudah boleh pulang jam satu siang.

Sesampainya di rumah, ia ingin cepat-cepat rebahan dan melemaskan otot-otot. Kehamilannya sudah semakin membesar, membuat ia mudah capek dan lebih sensitif. Akibatnya sering uring-uringan yang kadang nggak jelas apa penyebabnya.

"Pulang kerja badan capek, eee... disuguhi rumah berantakan kayak kapal pecah!! Kamu di rumah ngapain aja si Anton??? Jangan malas-malasan!! Tuh... urus anak mu dengan baik!!! Bisanya numpang aja, nggak pecus ngurus apa-apa." Yuanita berkacak pinggang sambil menuding ke arah Putri yang sudah bisa merangkak ke sana kemari, sambil berantakin barang-barang yang ada di sekitarnya.

"Iya, Nita. Ini aku bereskan." Ucap Anton dengan nada lemah.

"Aku ini sudah capek kerja seharian, Mas. Jangan kasih pemandangan kayak gini!! Bikin tambah pusing aja!!! Untung aku tadi udah makan sama teman-teman di resto. Makan di rumah nggak selera. Sudah, aku mau tidur dulu!!! BRAKK. Bentak Yuanita sembari membanting pintu dengan keras.

Anton lagi-lagi tak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya bisa menerima keadaan dan melanjutkan pekerjaan yang di minta Yuanita padanya tanpa protes sedikit pun.

*

Malam itu, semua tertidur lelap. Pak Zaini maupun Erik sudah berada di kamar masing-masing. Anton dan Putri akhir-akhir ini tidur di ruang tengah dengan kasur busa seadanya. Karena Yuanita melarang keras mereka masuk ke kamarnya.

"Aduuuh... perutku sakit sekali. Apakah ini tanda-tanda mau melahirkan? Aduuuh...!?!" Rintih Yuanita dalam kamar sambil kedua tangannya memegang perut yang sudah membuncit.

Jam menunjukkan pukul 22.30 WIB. Istri Anton itu sudah tak tahan lagi dengan perut mulesnya yang tak pernah ia alami sebelumnya.

Lalu wanita yang sedang merintih kesakitan itu berjalan tertatih mencoba membuka pintu kamarnya dengan perlahan.

Ceklek.

"Antooon... perut ku sakit sekali?!?! Bangun Anton!!!" Teriak Yuanita dengan suara lantang.

Anton segera bangun dari tidurnya. Ia buru-buru bangkit dan berjalan dengan satu kaki, lalu mendekati istrinya.

"Ada apa, Nita?? Apa perut mu sakit?? Apakah kamu mau melahirkan???" Rentetan pertanyaan dilontarkan Anton sambil memegangi tangan wanita yang dibanggakannya itu.

"Lelet kali jalannya. Dasar manusia cacat. Nggak bisa diandalkan!!!" Ucap Yuanita dengan suara keras sambil menghempaskan tangan Anton.

"Iya, Nita. Ayo aku bantu. Kita ke rumah sakit sekarang!" Jawab Anton dengan suara lembut, masih sabar menanggapi kelakuan istrinya.

"Sudah! Lebih baik aku minta antar Erik ke rumah sakit. Urus aja anak mu itu!! Lelaki gak guna!!!" Ucap Yuanita makin sadis.

Anton hanya bisa menundukkan pandangannya. Kedua matanya berkaca-kaca menahan kesedihan dan kemarahan yang tertahan dalam dada.

Lalu Yuanita kembali mengibaskan tangan Anton yang masih berusaha memegangnya. Ia melangkah menuju kamar Erik yang bersebelahan dengan kamarnya.

Tok tok tok...

"Eriiik!!! Banguuun!!!" teriak Yuanita sambil menggedor pintu dengan keras.

Akhirnya beberapa saat kemudian, Erik membukakan pintu dengan mata yang masih nampak ngantuk.

Ceklek.

"Ada apa, Mbak." Ucap Erik sambil mengusap kedua matanya.

"Antar aku ke rumah sakit sekarang. Kayaknya aku mau melahirkan. Aduuuh..." Jawab Yuanita sambil sesekali merintih kesakitan.

Tiba-tiba pintu kamar pak Zaini pun terbuka.

"Ada apa ini? Kenapa berisik malam-malam gini??" tanya pak Zaini.

"Ini, Yah. Mbak Nita mau melahirkan." Jawab Erik dengan muka masam.

"Ayo, Rik. Aku sudah nggak tahan nih... Aduuuh... sakit sekali..." Bentak Yuanita kesal.

"Kalau gitu ayo kita cepat ke rumah sakit. Kamu di rumah saja Anton sama anak mu. Aku sama Erik mau antar istri mu." Titah pak Zaini dengan sigap.

"I... iya, Yah." Jawab Anton dengan menganggukkan kepala.

Lalu mereka bertiga gegas siap-siap menuju rumah sakit terdekat. Tak lupa Yuanita membawa beberapa pakaian ganti selama di sana.

**

Untuk menggantikan tugas Yuanita, Yunan sudah menerima sekretaris baru untuk sementara waktu. Kalau Yuanita sudah habis masa cuti melahirkan, maka sekretaris baru akan ditempatkan pada posisi yang lain. Kali ini ia lebih memilih sekretaris dengan jenis kelamin laki-laki.

Dan... ternyata Alma juga sudah melahirkan anak keduanya dengan sehat. Adik Tiara dan Angga berparas ganteng, hidung mancung, mirip sekali dengan Yunan.

Kelahirannya disambut dengan suka cita. Terlebih Yunan yang sudah sangat mengharapkan putra keduanya ini lahir dan menimangnya.

"Ganteng banget anak Papa. Mirip siapa ya?" tanya Yunan sambil menimang di pangkuannya.

"Hmm... Lebih mirip kamu, Sayang." Jawab Alma sambil tersenyum manja.

"Masak sih?? Kayaknya ganteng anakku deh." Ucap Yunan tak mau kalah.

"Hehehehe... iya, dong. Nggak mau kalah sama Papanya. Dikasih sama siapa ya, Sayang? Apa sesuai kesepakatan kita sebelumnya??" tanya Alma mencoba berdiskusi.

"Hmmm... kayaknya nama itu sudah sangat bagus, Sayang. Varen Yudhistira, artinya anak laki-laki yang teguh, kokoh dan terbaik." Ucap Yunan dengan bangga.

"Iya, Mas. Semoga anak kita akan tumbuh sesuai dengan namanya. Karena nama adalah doa." Jawab Alma menyetujui.

Lalu Yunan terdiam, seakan ada yang ia pikirkan. "Oh ya, kayaknya Yuanita istri Anton juga mau melahirkan, karena sudah mengajukan cuti hamil dan melahirkan beberapa waktu lalu."

"Waaah... sepantaran dong dengan anak kita. Semoga proses kelahirannya lancar. Ibu dan anak sehat semuanya." Ucap Alma dengan tersenyum manis.

***

Sesuai hasil pemeriksaan, Yuanita sudah waktunya melahirkan. Tapi, ia harus melahirkan dengan operasi caesar karena posisi bayi nyungsang. Posisi kepala janin di dalam kandungan tetap berada di atas. Ini sangat sulit dan nggak mungkin dilahirkan dengan cara normal.

Tanpa pikir panjang Yuanita siap menjalaninya dan sudah menandatangani prosedur operasi caesar yang sebentar lagi akan ia jalani.

Dengan rasa was-was dan jantung berdetak kencang, istri Anton ini sudah siap melahirkan anak pertamanya. Tapi bagi Anton, ini adalah anak ketiganya dari ibu yang berbeda-beda.

"Ayah, do'akan operasinya lancar ya! Erik, kamu juga harus do'akan!! Pinta Yuanita yang sudah terbaring di brangkar.

" Iya, Nita. Ayah selalu mendoakan yang terbaik buat kamu." Ucap pak Zaini sambil membelai kepala anaknya.

"Tenang, Mbak. Aku pasti do'akan kamu. Tapi bentar lagi aku sudah dipanggil om. Aduuh... kelihatan tua dong!" Kelakar Erik bikin Yuanita bisa tersenyum di sela-sela ketegangannya.

"Kamu nih, Erik. Bisa aja. Heheheee..." Jawab Yuanita sedikit terkekeh.

Pintu ruang operasi sudah tertutup rapat. Pak Zaini dan Erik sedang duduk menunggu di depan ruangan sambil sesekali komat-kamit berdoa.

'Ini kelahiran cucu pertamaku. Semoga cucu dan anak ku sehat semua. Semoga apa yang ku khawatirkan selama ini tidak terjadi.' Bisik pak Zaini dalam hati sambil menatap lampu di depan ruang operasi yang masih menyala, sebagai tanpa proses operasi caesar pada perut Yuanita sedang berlangsung.

***

BERSAMBUNG

PENGHIANATAN JADI KARMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang