Kita beralih ke PT. Sumber Rejeki. Suasana perusahaan tak ada yang mencolok, semua berjalan seperti biasa.
Posisi meja kerja Anton dan Dahlia pun tak berubah. Hanya sikap keduanya yang berubah, bahkan perubahannya bisa dikatakan seratus delapan puluh derajat.
Anton tak seakrab dulu lagi, Dahlia pun demikian juga. Sedikit demi sedikit, wanita muda itu sudah bisa bersikap dewasa, tak lemah dan cengeng lagi. Apalagi dengan support sepenuhnya dari teman karibnya, Kamila.
"Lia, kamu udah dengar belum, Anton sekarang dekat sama sapa?" bisik Kamila di telinga kiri Dahlia, yang meja kerjanya memang bersebelahan.
"Tau ah, bukan urusanku. Anton sudah jadi memori kelabu, nggak usah di ungkit lagi." Jawab Dahlia tak peduli.
"Bener nih, kamu nggak mau tau? Tapi kalo aku kasih tau, nggak apa-apa kan. Biar nggak ketinggalan info." Bisik Kamila lagi.
"Terserah kamu, Mila. Aku sih nggak mau tau sebenernya."
"Mumpung Anton lagi keluar bentar nih, kita ngomongin dia, ya. Kamu ingat, Lia. Sekretaris pak Yunan yang baru, yang sering ke kantin bareng Anton itu tuh."
"Apa dia sekarang jadi gebetan Anton? Ya... syukurlah! Biar nggak nyari mangsa sembarangan. Kalo wanita centil itu sih, kayaknya pas buat Anton." Jawab Dahlia sambil mengernyitkan dahi.
"Pas gimana maksudnya, Lia" tanya Kamila penasaran.
"Pas lah... Sama-sama suka tebar pesona. Iya, kan?" ucap Dahlia menguatkan pendapatnya.
"Betul juga ya. Ternyata diam-diam, kamu pengamat yang baik, Lia." Puji Kamila
"Sssttt... Anton datang." Ucap Dahlia menutup pembicaraan keduanya.
Tiba-tiba Anton sudah memasuki ruangan mereka, setelah beberapa saat ke ruangan pak Ruben untuk menyerahkan laporan.
Dahlia dan Kamila kembali menyibukkan diri pada tugas masing-masing. Seolah tak terjadi apa-apa dan acara perbisikan terpaksa terhenti.
*
Jam kerja pun usai. Semua karyawan bersiap meninggalkan gedung perusahaan untuk kembali ke tempat tinggal masing-masing, tapi tak berlaku buat Anton, suami Heni.
Lelaki yang lagi jatuh cinta ini, akan memenuhi janjinya pada sang kekasih. Ia melaju kuda besinya menuju apartemen Yuanita yang tak begitu jauh jaraknya. Dua puluh menit kemudian, lelaki berjaket kulit itu sudah sampai ke tempat yang di tuju.
Karena sudah pernah ke apartemen Yuanita, ia sudah hafal dan lebih percaya diri. Sesampai di depan pintu, Anton sudah di sambut dengan pelukan hangat oleh sang kekasih.
"Kita jalan-jalan dulu kan, Mas." Seru Yuanita.
"Hmm... i... iya, Sayang. Apa kamu sudah siap?" Jawab Anton.
"Sudah dong. Nih... udah rapi dan cantik kan, Mas?" Kata Yuanita sembari memamerkan celana jeans ketat yang dipakainya di padu dengan atasan kaos putih strech dengan manja.
"Iya, Sayang. Kamu cantik sekali." Puji Anton membuat wanita di depannya tersanjung dan tersipu.
Akhirnya Yuanita dan Anton meninggalkan apartemen menuju butik langganan wanita centil itu. Dengan membawa bendera kemenangan, Yuanita merasa berhasil memanipulasi lelaki yang makin intens mendekatinya itu.
"Gimana menurut Mas Anton, bagus yang warna cream apa mocca." Yuanita menyodorkan pada lelaki di depannya, dua buah setelan blazer yang menjadi incarannya.
"Hmm... buat wanita cantik seperti kamu, warna apa aja pasti cocok, Sayang." Jawab Anton sambil tersenyum. Dalam hati ia berharap harganya tak mahal-mahal amat, karena kuatir uang yang ada di rekeningnya kurang. Kalau itu sampai terjadi, mau di taruh dimana muka Anton kali ini.
"Aku mau coba ke ruang ganti dulu ya, Mas." Pamit Yuanita sambil membawa tentengan di kedua tangannya.
Anton menganggukkan kepalanya, tanda setuju. Ia menunggu dengan sabar sambil duduk di bangku dekat ruang ganti. Tiba-tiba ada suara seseorang menyapa.
"Anton?! Kamu di sini juga??"
Dengan gugup dan tersentak, Anton menatap tajam ke arah seseorang yang menyapanya.
"Ooo... eee... Kamu juga ada di sini, Pak Yunan???" Jawab Anton dengan balik bertanya.
"Iya, Ton. Lagi nyari baju juga ya? Berarti kamu suka belanja di sini??"
"Nggak juga, kebetulan aja aku lihat-lihat baju di sini. Mungkin ada yang cocok."
'Aduuuh... Kenapa ketemu Yunan, sih??? Jadi berantakan nanti?!?! Anton menggerutu dalam hati. Ia tak menyangka akan ketemu dengan suami mantan istrinya yang tak diharapkan.
"Papa... aku sudah menemukan baju yang pas muat mama." Terdengar suara gadis memanggil dengan tiba-tiba. Gadis itu berjalan bersama Angga mendekati Yunan.
"Ooo... sudah ketemu ya. Sini Tiara, salaman dulu sama papa Anton! Angga juga salaman sama om Anton ya!" Titah Yunan pada kedua anaknya, Tiara dan Angga.
Tiara tertegun menatap lelaki yang sudah lama di bencinya telah berdiri di dekatnya. Begitu pula dengan Anton, bagai di sambar petir, mimpi apa ia semalam. Tak di sangka, tak di duga, ia akan bertemu dengan anak kandungnya di waktu dan tempat yang tak tepat.
"Tiara, salaman dulu ya!" Perintah Yunan sangat berat dilakukan oleh gadis itu. Hatinya bertarung antara benci papa Anton berarti ia tak mau bersalaman dengan papanya. Atau ia memilih menuruti perintah papa Yunan dan tidak mengecewakan lelaki yang sudah di anggapnya seperti orang tuanya sendiri.
"Ti... Tiara, apa kabar?" Sapa Anton sambil mengulurkan tangan kanannya, sembari menatap sendu ke arah anak kandungnya itu.
Sesaat kemudian, Tiara menjabat tangan papa kandungnya dan tak lupa ia mencium punggung telapak tangan Anton dengan sopan. "Ba... baik, Pa."
Akhirnya Tiara menurunkan emosinya dan ego dalam dirinya. Dengan menghela napas panjang, ia berusaha bersikap sewajarnya di depan Anton, papa kandungnya. Lalu ia melepas jabatan tangannya pelan-pelan.
"Dan ini putraku Angga" Lalu Angga menjabat tangan Anton dengan sopan.
Anton nampak sangat gelisah dalam situasi ini. Apa yang harus ia lakukan, kalau Yuanita tiba-tiba muncul dan melihat ini semua???
"Ayo Pa, kita ke kasir!" Ajak Tiara karena sudah muak berlama-lama dekat dengan papa kandungnya.
"Oke. Kalau gitu aku duluan ya, Ton." Pamit Yunan sambil menepuk pundak lelaki yang berdiri di sampingnya yang nampak panik.
Belum sempat Yunan melangkah, tiba-tiba datanglah Yuanita dengan suara manja. "Mas Anton, aku mau dua-duanya ya?"
Wanita centil itu sibuk dengan dua setelan blazer yang dibawanya, hingga ia tak memperhatikan ada Yunan di sebelah Anton.
"Eee... aaa... eee..." Anton sangat gugup dan bingung menghadapi situasi ini. Ia sebentar menatap Yuanita lalu menundukkan kepalanya ke lantai.
"Yuanita, kamu juga disini?" sapa Yunan terheran-heran.
Deg
Jantung Yuanita serasa copot. Sosok pria yang menjadi idamannya tiba-tiba ada di depan matanya. Yuanita tersenyum manis pada Yunan, yang terlihat tampan dan berkharisma.
"Pak Yunan lagi belanja juga ternyata. Sama siapa, Pak?" tanya Yuanita sambil melirik ke arah Tiara dan Angga yang berdiri di samping lelaki tampan itu.
"Ini sama anak-anak ku, Tiara dan Angga. Tiara juga anak kandung Anton. Iya kan, Ton? Kami mau ke kasir dulu ya." Pamit Yunan sambil melirik ke Anton. Yunan sengaja mengatakan hal itu, agar bisa membuka mata Yuanita bahwa lelaki yang dekat dengannya adalah buaya, jadi harap waspada.
Mendengar ucapan Yunan, keringat dingin Anton mulai bercucuran menahan malu. Dadanya serasa di hantam gada, ia tak berkutik dan hanya bisa berdiri mematung. Ia tak tahu, bagaimana harus menjelaskan pada sang pujaan hati yang sudah ada dalam genggamannya. Apakah ia harus rela melepas wanita secantik dan semolek Yuanita, gara-gara kenyataan yang terjadi dalam kehidupannya???
Apakah Yuanita mau melanjutkan hubungan spesialnya dengan Anton, setelah mendengar perkataan Yunan barusan???
***
BERSAMBUNG..
KAMU SEDANG MEMBACA
PENGHIANATAN JADI KARMA
RomanceSuara desahan dua orang itu terhenti seketika, aku lanjut mengetuk pintu makin keras, emosiku semakin memuncak. Namun pintu kamar yang ku ketok berkali-kali, entah berapa kali terhitung, tidak dibuka-buka. Beberapa saat kemudian terdengar langkah ka...