Pagi yang cerah, secerah harapan dan impian setiap insan di muka bumi ini. Karena setiap manusia harusnya selalu punya harapan dalam setiap helaan napasnya, namun juga tetap pada koridor yang ditentukan oleh sang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Dijalani dengan ikhlas dan sabar, jangan mengedepankan ego apalagi berbuat semaunya dengan mengabaikan aturan. Karena suatu saat, semesta akan membalas sesuai dengan apa yang kita lakukan.
***
Jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Bel sekolah telah dibunyikan dengan nada nyaring hingga sampai pada telinga setiap murid yang ada di sekolah itu.
Hari ini tak seperti hari-hari sebelumnya. Tiara tak banyak bicara dan wajahnya di tekuk tanpa senyum sedikit pun pada setiap orang yang ditemuinya, terlebih sahabatnya sendiri, Amora.
Amora melirik ke arah Tiara yang sedari tadi diam dengan muka masam. Amora sendiri pun bingung dengan sikap sahabatnya yang harapannya akan menjadi kakak iparnya nanti.
'Tiara kenapa sih? Manyun aja dari tadi? Apa lagi sakit ya? Aneh? Pandangan matanya pada ku kayak benci banget. Padahal kemarin aku dan dia baik-baik aja, nggak ada masalah apa-apa tuh. Biar aku tegur dulu deh, mungkin lagi banyak pikiran dia.' Gerutu Amora yang merasa tak nyaman dengan sikap perempuan yang duduk di sebelahnya.
"Ehhemm... kamu kenapa, Tiara? Kok aneh gitu hari ini? Apa lagi ada masalah?" tanya Amora membuka pembicaraan.
"Nggak ada." Jawab Tiara singkat tanpa memandang wajah Amora apalagi senyuman manisnya.
Amora beringsut dan menyandarkan punggungnya pada kursi di ruang kelas. Ia mengurungkan niatnya menginterogasi sahabatnya itu, karena Pak Chandra guru bahasa Inggris sudah memasuki kelas.
'Nanti aja aku tanyain ke Tiara. Kayaknya dia lagi ada masalah. Cuma gengsinya aja yang kegedean. Aku tau banget sifatnya. Nanti ujung-ujungnya, pasti dia bakal cerita sendiri.' Bisik Amora yang sekarang lebih fokus pada pelajaran yang sedang berlangsung di kelasnya saat ini.
*
Saat bel istirahat, sikap Tiara belum ada perubahan juga. Amora merasa tak nyaman dengan keadaannya yang seperti ini.
"Ayo ke kantin, Tiara. Aku lapar nih." Ajak Amora dengan memegang perutnya yang memang sudah lapar.
"Malas ah." Jawab Tiara singkat dengan muka masam.
"Kamu ini aneh hari ini. Nggak biasanya kamu menolak ku ajak ke kantin. Apa aku punya salah sama kamu? Please, jelaskan pada ku! Aku ini paling nggak bisa kalau kamu manyun aja dari tadi."
Setelah terdiam beberapa menit, akhirnya Tiara mau menjawab pertanyaan sahabatnya itu.
"Bukan kamu yang salah, tapi kakakmu."
"Mas Arka? Ada apa dengan dia? Sepertinya di rumah sikapnya biasa-biasa aja tuh."
"Tentu saja sikapnya biasa, Mas Arka kan lagi happy dengan gebetan barunya. Apa kamu nggak tau atau pura-pura nggak tau di depan ku?"
"Hah... Mas Arka punya gebetan baru? Aku malah baru denger sekarang dari kamu. Apa kamu melihat dengan mata dan kepalamu sendiri? Jangan-jangan ada orang yang dengan sengaja ngasih berita hoax pada kamu, Tiara."
"Kemarin aku lihat dengan mata dan kepala ku sendiri. Emang sih, cewek itu lebih cantik daripada aku. Jadi wajar saja, Mas Arka lebih perhatian ke dia daripada aku. Sampai aku tanya siapa dia, eee.. Mas Arka nggak peduli sama pertanyaan ku, malah aku ditinggal begitu saja. Itulah... kakak yang kamu banggakan Mora."
"Sepertinya terjadi salah paham deh, Ti. Apa mungkin yang kamu maksud itu Shella sepupu ku. Kalau dia sih, emang kayak gitu kalau sama Mas Arka, nemplok kayak perangko. Karena Shella anak tunggal dan dia anggap Mas Arka itu kakaknya. Nah... Mas Arka pun demikian. Jadi kamu nggak usah salah sangka, Tiara. Tenaaang... aku kenal betul siapa kakak ku. Dia itu kalau sudah sayang sama satu cewek, nggak akan pindah ke lain hati. Kecuali ceweknya sendiri yang enggan dekat dan selalu cari masalah. Yaah... mau gimana lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
PENGHIANATAN JADI KARMA
RomanceSuara desahan dua orang itu terhenti seketika, aku lanjut mengetuk pintu makin keras, emosiku semakin memuncak. Namun pintu kamar yang ku ketok berkali-kali, entah berapa kali terhitung, tidak dibuka-buka. Beberapa saat kemudian terdengar langkah ka...