BAB 55. GADUH

644 38 4
                                    

Selama Alma tak berada di sekolah, Niken lah yang punya wewenang mengawasi dan bertanggung jawab atas semua yang terjadi. Kini Niken lebih waspada setelah tahu niat buruk dari Heni. Ia tak ingin Alma teman dekatnya menjadi korban dari ulah jahil dari guru baru yang belum bisa dipercaya.

Ketika jam istirahat tiba, beberapa guru mulai meninggalkan kelas, begitu juga dengan Heni dan Niken. Heni lebih dulu masuk ke ruang guru, disusul Niken dan guru-guru yang lain.

"Kemana kepala sekolah? Kok nggak ada di tempat? Jadi kepala sekolah seenaknya sendiri?! Apa tiap hari bu Alma seperti ini???" ucap Heni dengan nada ketus.

Guru-guru yang mendengar ucapan Heni terkejut. Ada guru baru, tapi sudah berani mengkritik kepala sekolah. Apalagi lagaknya sok tahu dan angkuh.

"Bu Alma sekarang menghadiri rapat di kantor Dinas. Jangan punya pikiran negatif, kalo belum tahu kebenarannya!!" Sahut Niken tak terima mendengar perkataan Heni yang seenaknya.

"Hmm... enak juga jadi kepala sekolah. Bisa keluyuran ke mana-mana. Sementara kita sebagai guru kelas, harus menghabiskan waktu bekerja keras menghadapi anak-anak." Celoteh Heni belum puas.

TK. Kuncup Melati terdiri dari enam kelas. Tiga kelas untuk nol kecil, tiga kelas lagi untuk nol besar. Selain Alma dan Niken, ada empat guru lagi yang bertugas mengajar di kelas masing-masing. Dan mulai hari ini Heni ditugaskan menjadi guru kelas di nol kecil.

Guru paling senior adalah Niken, itulah sebabnya Alma mempercayakan dia mengelola keuangan dan tanggung jawab setelah dirinya.

"Bu Heni. Apa kamu merasa keberatan ngajar di sekolah ini? Sebagai guru TK memang berat, Bu Heni. Kalo bukan orang sabar, nggak akan bisa." kata Niken yang mulai kesal melihat sikap Heni.

"Apa tadi aku bilang, kalo aku keberatan? Jangan salah paham, Bu Niken. Aku di sini benar-benar ingin mengabdi menjadi guru TK. Karena aku paling suka dengan anak-anak." Jawab Heni membela diri. Tampak tatapan mata wanita sok tau itu tak menyukai dengan sikap Niken.

Karena makin kesal, Niken memilih tak menanggapi ucapan Heni. Ia menyibukkan diri bercengkrama dengan guru-guru yang lain.

"Oh ya. Ini kan mau bulan Agustus. Bentar lagi sekolah kita akan mengadakan banyak kegiatan. Kita harus segera menyiapkan rencana lomba untuk anak-anak. Kalo bisa lombanya lebih variatif, nggak seperti tahun lalu." Kata Niken menjelaskan pada ke-empat guru yang ada di hadapannya.

"Bener juga, Bu Niken. Lebih baik kita bentuk kepanitiaan yang melibatkan kerjasama antara guru dan wali murid. Bagaimana?" Usul bu Ida, guru termuda di sekolah itu.

"Iya, Bu. Aku setuju. Biar lebih seru dan terlihat kekompakan kita." jawab guru yang lain.

"Boleh juga. Nanti aku sampaikan hal ini pada Bu Alma." Jawab Niken

'Hmm... aku tak dianggap di sini. Alma sama teman-temannya sama saja. Mereka belum tahu, siapa aku sebenarnya.' Gerutu Heni sambil bangkit dari duduknya, lalu gegas melangkah keluar ruang guru tanpa pamit.

Sepeninggal Heni, Niken dan guru-guru yang lain mulai menguliti guru songong itu.

"Lagaknya kayak paling senior. Aku muak dengan guru baru itu!" kata Ida sambil memicingkan alisnya.

"Iya ya... baru kali ini, ada guru baru yang berani berulah. Kita harus membuat bu Heni nggak betah ngajar di sini. Bikin sebel aja." Sahut guru sebelahnya.

"Jadi, ternyata kalian semua nggak ada yang suka dengan bu Heni? Kalo memang demikian, kita nggak boleh diam saja. Bagaimana kalo kita jebak guru songong itu, biar tau rasa!!" jelas Niken sambil mengecilkan volume suaranya.

"Maksudnya gimana, bu Niken? Kita jebak bagaimana???" tanya Ida penasaran.

Guru yang lain juga nampak kaget dengan penjelasan Niken barusan. Mereka saling pandang karena tak paham maksud dari perkataan wanita yang duduk di depannya.

PENGHIANATAN JADI KARMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang