BAB 99. TANDA-TANDA

486 26 2
                                    

Dalam perjalanan menuju apartemen, pak Zaini nampak murung dan memilih diam dalam mobil. Tatapan matanya lurus ke depan, namun pikiran dan hatinya masih berada di rumah Anton.

'Anton, maafkan aku. Dari pertama aku ketemu kamu waktu itu, ada sesuatu yang membuat aku merasa dekat dengan kamu. Tapi, aku tak tahu saat itu. Itulah sebabnya, aku merasa senang Nita menikah denganmu. Karena aku menemukan sosok yang sesuai dalam dirimu. Tapi... takdir berkata lain, Anton. Ternyata rasa dekat denganmu itu, karena kamu adalah anak kandungku. Ya... Tuhan... maafkan  kesalahan yang pernah aku lakukan di masa lalu. Hingga anak-anak ku yang jadi korban. Aku tak menyangka sampai seperti ini akhirnya.' Lamunan pak Zaini melanglang buana memikirkan akibat kesalahannya di masa mudanya bersama ibu kandung Anton, Halimah.

Disaat yang bersamaan, Yuanita meratapi nasibnya yang belum bisa begitu saja menganggap Anton sebagai kakak kandungnya. Matanya masih berkaca-kaca menahan tangis, sambil menatap lalu lalang kendaraan yang melintas di samping mobil yang dikendarainya.

'Mas Anton... aku nggak bisa menganggapku kakak. Di hatiku sudah terlanjur sayang padamu, tapi sebagai kekasih bukan kakakku. Kamu lelaki yang sangat aku idamkan, Sayang. Dan aku juga merasa, kamu juga menyayangiku dengan tulus. Itulah sebabnya, aku percaya sepenuhnya sama kamu, Mas. Ooo... kita sudah melakukan hubungan intim beberapa kali. Berarti aku melakukannya dengan kakakku sendiri. Ya... Tuhan... aku nggak pernah nyangka ini terjadi pada diriku. Seperti mimpi saja. Kemarin Mas Anton masih meluapkan rasa sayangnya padaku, tapi... kini aku dan dia sudah nggak bisa seperti itu lagi. Ya... Tuhan... " Suara hati Yuanita meratapi nasibnya yang begitu tragis.

Tiba-tiba mobil yang dikemudikan Erik berhenti mendadak.

Ciiiiiit.....

Lamunan pak Zaini dan Yuanita pun buyar seketika.

"Ada apa, Erik???" tanya pak Zaini nampak panik.

"Itu, Yah. Ada kucing mendadak nyebrang. Untung aku sempat ngerem. Kalau tidak, bisa kualat katanya." Ucap Erik menghela napas panjang sambil mengelus dada.

"Hati-hati, Erik. Bentar lagi sudah nyampek." Kata pak Zaini menasehati.

"Iya, Yah." Jawab Erik sambil tersenyum dan mulai mengemudikan mobilnya kembali.

Lalu pak Zaini menoleh ke belakang, melihat putrinya yang tak bersemangat lagi. "Nita, kamu nggak apa-apa kan???" tanyanya karena khawatir.

"Nggak apa-apa, Yah. Aku ingin cepat-cepat nyampek apartemen. Biar bisa istirahat dan tidur dengan nyenyak." Jawabnya dengan muka masam.

"Hmm... bentar lagi sudah nyampek." Jawab Erik yang merasa iba juga melihat kesedihan kakaknya. Walau hampir tiap hari seperti tom and Jerry, tapi sebenarnya Yuanita dan Erik saling menyayangi.

Sesampainya di apartemen, Yuanita tak mau bicara, ia gegas, menuju kamar pribadinya yang terletak di depan ruang tengah. Kepala pusing sedari tadi, perutnya juga sedikit mual tapi masih bisa ditahan.

Sudah hampir dua bulan ini, putri pak Zaini ini telat datang bulan. Sering tiba-tiba males ngapa-ngapain dan mual ketika mencium aroma yang menyengat.

'Kenapa aku seperti ini lagi? Kepalaku tiba-tiba pusing dan pengen muntah. Apa karena aku banyak pikiran ya??' Kata Yuanita dalam hati. Dengan lemas, ia rebahkan tubuhnya di atas kasur sambil memijat kepalanya yang mulai pusing.

Tiba-tiba wanita berkulit putih ini punya firasat yang kurang baik, 'Apakah aku lagi hamil??? Karena setauku gejalanya sering mendadak pusing dan mual-mual. Seperti yang diceritakan beberapa teman yang pernah mengalaminya. Ooo... jika itu sampai terjadi??? Bagaimana ini??? Sedang ayah dari benih di rahimku ini kakak kandungku sendiri??? Tidaaaakkkk!!!' Yuanita mendadak teriak histeris membayangkan hal itu sampai terjadi pada dirinya.

Mendengar teriakan putrinya. Pak Zaini yang masih duduk di ruang tengah, terkejut dan mendekati pintu kamar Yuanita.

Tok tok tok...

"Nita, kamu baik-baik saja???" tanya pak Zaini mulai panik.

Mendengar ketukan pintu dan suara ayahnya, Yuanita sadar kalau dirinya tak sengaja mengeluarkan suara yang keras barusan, karena pikiran negatifnya sendiri.

"Aku nggak apa-apa, Yah. Aku sudah siap-siap tidur." Jawab Yuanita dengan suara lantang tanpa membukakan pintu kamarnya. Ia merasa malas dan sangat kelelahan menghadapi kenyataan malam ini.

***

Mendengar keributan yang terjadi, bu Halimah menjadi khawatir dan mengurungkan niatnya untuk istirahat di kamar. Setelah dirasa Putri cucunya tenang dan tidur lelap kembali, bu Halimah melangkah mendekati pintu kamar, lalu berjalan keluar untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi.

Setelah beberapa langkah, ia melihat Anton yang duduk di sofa sambil menangis dengan rambut acak-acakan.

"Ooo... Anton??" Sapa bu Halimah dengan wajah sedih.

Anton hanya diam tak bergeming, ia melanjutkan tatapan matanya yang kosong di satu titik. Jari jemarinya yang masih berdarah  dibiarkannya lemas diatas kedua pahanya, hingga bercak darah mengotori celana yang dikenakannya.

Sesaat kemudian, Amel sudah kembali dengan membawa obat merah, kapas dan perban. Tapi Amel menghentikan langkahnya sebentar setelah melihat bu Halimah sudah berdiri di dekat sofa.

"Ibu, kenapa ibu belum tidur?? Ini sudah malam, Bu." Sapa Amel nampak heran

"Ibu nggak bisa tidur, Mel. Kepikiran masmu. Apa yang terjadi sama masmu, kenapa jarinya sampai seperti itu???" tanya bu Halimah dengan nada khawatir.

"Mas Anton memecahkan cermin di kamarnya dengan kepalan tangannya, Bu. Barang-barang di kamarnya juga berantakan nggak karuan. Mas Anton nampaknya sangat syok. Kasihan, Bu." Ucap Amel menjelaskan keadaan kakaknya.

"Ya Tuhan... kenapa sampai seperti ini, Anton?? Ibu nggak tega melihatmu, Ton." Bu Halimah kembali meneteskan air matanya.

Amel mendekati kakaknya dengan hati-hati sambil menatapnya dengan rasa iba. "Mas, tangannya aku obati dulu, ya! Biar cepet kering dan sembuh." Pinta Amel dengan suara lembut.

Tanpa menjawab pertanyaan adiknya, Anton  tetap diam dan menurut saja, atas perlakuan Amel yang membersihkan luka-luka dan mengobatinya dengan obat seadanya yang ada dirumahnya.

Setelah di rasa cukup, Amel melepas kembali tangan kakaknya, dan menawarkan pada Anton. "Aku ambilkan minum ya, Mas. Biar nggak haus." Ucap Amel dengan menyematkan senyum di sudut bibirnya.

Amel ikut merasakan kepedihan yang dirasakan kakaknya. Walau ia sekarang telah tahu, kalau Anton tak lagi saudara seayah, tapi Amel tetap menyayanginya seperti dulu, bahkan ia menjadi prihatin atas nasib kakaknya sekarang.

Kepribadian Amel berbeda jauh dengan kakaknya. Amel berhati lembut dan nggak tegaan, seperti ayah kandungnya pak Hasan. Sedang Anton suka seenaknya sendiri dan sering merepotkan keluarganya. Entahlah... kenapa Anton bisa seperti itu. Sifat siapa yang ditirunya??

Setelah mengambil sebotol air dingin dan gelas, Amel gegas menghampiri kakaknya yang masih duduk diam di sofa. Sedang bu Halimah tak berani mendekatinya, wanita itu memilih berdiri agak jauh dari Anton, karena merasa terlalu besar kesalahannya.

"Ini, Mas. Minum dulu, ya! Mas Anton istirahat dulu di sini. Biar kamarnya aku bersihkan." Ucap Amel setelah menuangkan segelas air dingin ke dalam gelas. Lalu menyerahkannya pada tangan kakaknya yang sebelah kiri, karena tangan kanan Anton baru saja di perban.

Bu Halimah hanya bisa menyaksikan dari tempat ia berdiri. Ia merasa sangat terpukul melihat Anton yang tak punya semangat seperti sebelumnya.

***

BERSAMBUNG

PENGHIANATAN JADI KARMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang