BAB 90. AKAN REUNI

490 41 6
                                    

"Selamat pagi, Pak Yunan. Ini ada beberapa berkas yang harus ditandatangani." Seru Yuanita, sekretaris cantik yang tiba-tiba datang ke ruangan sang direktur.

"Selamat pagi, Nita. Hmm... kamu nampak senang sekali hari ini?" Sapa Yunan sambil menatap wajah wanita yang berdiri di balik meja kerjanya dengan rambut hitam tergerai panjang sepunggung. Wanita cantik ini terlihat bersemangat dan merona kedua pipinya, apalagi rasa senang di hatinya menghiasi tiap senyum yang lepas dari bibir merahnya.

"Hmm... i... iya, Pak Yunan. Sebentar lagi saya akan tunangan." Jawab Yuanita sambil sedikit tersipu.

"Oh ya...?? Selamat ya, semoga acaranya lancar. Dan kamu akan segera menikah dengan Anton." Ucap Yunan ikut senang mendengar kabar gembira itu.

"Makasih, Pak Yunan." Jawab Yuanita dengan menyematkan senyum manis dibibirnya.

"Ini, semua sudah aku tandatangani." Kembali Yunan menyerahkan berkas yang ada di tangannya. Lalu Yuanita pamit dan segera membalikkan badan, melangkah meninggalkan ruangan sang direktur.

'Anton mau nikah lagi? Cepat sekali move on nya?? Hmm... semoga ini akan menjadi pernikahan yang terakhir untuk Anton.' bisik Yunan sambil menghela napas panjang.

'Nampaknya Yuanita sangat mencintai Anton. Padahal waktu itu dia tahu, kalo Anton telah membohonginya, tapi dia masih bisa nrima, malah akan segera tunangan. Itulah jodoh, nggak bisa di nalar dengan logika, hmmm.' Yunan melanjutkan lamunannya.

***

Tiga hari tlah berlalu, kini tibalah waktu yang ditunggu-tunggu. Ayah Yuanita akan datang ke rumah Anton untuk silaturahmi dengan ibu dan adik Anton.

"Semuanya sudah ku persiapkan, Yah. Ini ada beberapa kue dan buah untuk dibawa ke rumah Mas Anton nanti sore." Kata Yuanita bersemangat.

"Emang kita mau ngapain?? Kok banyak banget yang dibawa???" tanya Erik adik Yuanita yang nampak bingung memandang beberapa kotak kue dan rangkaian buah yang tertata rapi di meja ruang tengah.

"Erik... kita mau ke rumah calon suaminya kakakmu Nita. Ayah mau ketemu sama keluarganya. Kamu juga harus ikut ya!" Seru ayah Yuanita sembari menekankan suaranya.

"Ooo... pantesan kamu sibuk banget hari ini, Kak. Ternyata emang ada maunya." Ledek Erik yang suka bikin kesel kakaknya.

"Kali ini, jangan sekali-kali bikin aku marah ya, Erik. Nanti aku jadi bad mood. Awas kamu!!" Teriak Yuanita yang sudah merasa akan mendapat bullian dari adiknya.

"Tenang... aku nggak akan macem-macem kok, cuma satu macem aja, hehee..." Masih saja adiknya yang suka jail itu berusaha meningkatkan emosi Yuanita.

"Mau dong, nyicipin kue coklatnya, kayaknya enak deh. Dikiiit aja, masak sama adik sendiri, pelit." Ucap Erik tanpa beban, kalimatnya mengalir begitu saja, seolah yang akan dilakukannya bukan kesalahan fatal. Tangan Erik mulai membuka kotak kue berisi kue coklat yang bikin mulutnya ngiler.

"E...eeee... ngawur kamu. Kalo mau kue coklat kayak gini, nanti aku pesenkan lagi. Jangan seenaknya aja dong, Eriiiik!!!" Yuanita secepatnya menghempaskan tangan Erik yang sudah siap diatas tutup kotak kue itu.

"Ehhemm... dari dulu kalian ini ribuuut mulu. Nggak malu apa, udah pada gede-gede gini. Erik juga, bisa-bisanya kamu malah mau nyomot kue yang buat oleh-oleh. Sengaja nyari masalah ya, kamu. Tuh... lihat!!! Kakakmu udah naik pitam, bentar lagi meledak." Ayah Yuanita menengahi ketegangan antara adik kakak itu.

Ya... begitulah. Dalam kehidupan nyata pasti ada saja percekcokan antara adik dan kakak yang terjadi hampir tiap hari. Nggak ada yang mau mengalah satu sama lain, akhirnya terjadi adu mulut bahkan sedikit adu fisik dan suasana jadi seru. Tapi... kalau salah satu nggak ada di rumah, pasti nyariin. Kayak ada yang kurang rasanya. Betul nggak???

***

Sementara di kediaman Anton, juga sudah dipersiapkan beberapa suguhan berupa kue, buah dan minuman. Seluruh anggota keluarga nampak sibuk, terutama Anton yang ingin menyambut kedatangan keluarga Yuanita dengan spesial.

"Oh ya, Bu. Aku sampek lupa. Ayah Nita bilang, katanya beliau kenal baik dengan ibu. Teman sekolah dan teman sepermainan. Wah... pasti seru ya Bu, seperti reuni saja, hehee..." Ucap Anton yang mulai mendudukkan bokongnya di ruang tamu sambil membantu bu Halimah menata hidangan di meja.

Mendengar perkataan Anton, bu Halimah nampak terkejut. Wanita yang tadinya sibuk itu, menghentikan aktifitasnya. "Apa bener, Ton?? Siapa nama ayah Yuanita??? Apa dia orang asli sini juga???" tanya bu Halimah penasaran.

"Waduuh... kenapa aku nggak pernah nanya ya? Siapa nama ayah Yuanita?? Tapi beliau sangat memastikan kalau kenal baik sama ibu. Karena asli orang sini juga, lalu ayah Yuanita merantau ke Jakarta puluhan tahun yang lalu." Anton menjelaskan sambil menyematkan  senyum manisnya pada ibunya. Ia berharap wanita yang diajaknya bicara itu akan merasa senang mendengarnya.

"Apa??? Ayah Yuanita dulunya asli sini, lalu merantau ke Jakarta puluhan tahun lalu???" tanya bu Halimah membelalakkan kedua matanya. Badannya terhuyung tak bisa berdiri tegak lagi, lalu ia segera mendudukkan bokongnya di sofa sambil menarik napas panjang.

"Apa ibu ingat, teman ibu yang merantau ke Jakarta???" tanya Anton penuh antusias sembari menatap lekat-lekat pada wajah ibu kandungnya yang duduk di sebelahnya.

Bu Halimah tak menjawab pertanyaan putra kesayangannya itu. Ia hanya memejamkan kedua matanya dan napasnya tersengal-sengal. 'Mungkinkah itu Zaini??? Oh... Tuhaaaan. Apa yang harus kujelaskan nanti???' teriak bu Halimah dalam hati.

Derrrttt... derrrtttt...

Tiba-tiba ponsel Anton bergetar. Ada panggilan masuk di sana.

(Halo... Mas Anton. Aku sama ayah dan adikku dalam perjalanan menuju ke sana. Kayaknya lima belas menit lagi udah nyampek, Mas. )

(Iya, Sayang. Aku udah nggak sabar menunggu kedatangan kamu dan keluargamu.)

(Sabarlah, Sayang. Bentar lagi juga nyampek kok. Aku tutup dulu ya, Mas. Sampai jumpa nanti, Sayang)

(Iya, Sayang)

Lalu Anton memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya kembali. Senyumnya makin menghiasi bibirnya, walau rasa deg-degan mulai muncul karena malam ini merupakan malam yang sangat spesial bagi dirinya.

"Ton, ibu mau istirahat di kamar dulu." Ucap bu Halimah dengan nada lemas.

"Iya, Bu. Pasti ibu capek. Lumayan, bisa rebahan lima belas menit ya, Bu." Jawab Anton yang tak menyadari gelagat ibunya yang berubah drastis. Saking gembiranya, putra bu Halimah itu tak paham dengan raut muka ibunya yang nampak pucat dan tak bersemangat lagi.

Bu Halimah berdiri dengan lemas dan berjalan  tertatih menuju kamarnya yang tak jauh dari ruang tamu. Sementara Anton sibuk menatap jalanan di depan rumahnya, sambil sesekali melirik jam dinding yang menempel di tembok ruang tamu.

'Kenapa aku jadi deg-degan kayak gini sih?? Padahal ini bukan pengalaman pertamaku bertunangan. Apakah karena Nita adalah pasangan sejatiku??? Karena rasanya berbeda dari sebelumnya. Nggak seperti saat aku ketemu Alma dulu, apalagi sama Heni.' Anton berjalan kesana kemari di teras rumah untuk mengurangi nervesnya.

***

BERSAMBUNG

PENGHIANATAN JADI KARMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang