Akhirnya panasnya mentari di siang hari, kini bergeser menjadi sore yang hangat. Tapi tak sehangat hati Adel yang mendapati ibunya tergeletak sakit di atas ranjang.
Tepat jam empat sore, Adel tiba di rumahnya. Tak lupa mengucapkan salam sebelum masuk rumah, sudah menjadi kebiasaannya sejak kecil.
"Assalamualaikum, " teriak Adel, sembari berharap sang ibu menjawab salamnya dan menghampiri kedatangannya, seperti hari-hari sebelumnya. Apalagi di tangannya sudah ada martabak manis yang masih hangat, kesukaan bu Halimah. Adel sengaja membeli untuk ibunya, karena hari ini ia sedang terima uang gajian.
Tapi harapannya sia-sia. Rumah tampak sepi, tak terdengar ada kehidupan. Tapi pintu depan tidak di kunci. Adel membuka pintu sambil tersenyum penuh harap akan segera bisa bercerita pada ibunya. Segala sesuatu yang terjadi di tempat kerjanya. Ibunya lah satu-satunya yang paling mengerti dan menyayanginya setelah ayahnya meninggal.
Ia terus melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah.
'Tumben, sepi sekali. Mana ibu dan Heni?' tanya Adel dalam hati.
'Kamar ibu juga tertutup? Nggak biasanya seperti itu.' Adel makin penasaran.
"Bu... ibu..." teriak Adel melewati kamar ibunya begitu saja, tapi tak mendapat jawaban.
'Pasti ibu lagi di dapur' pikir Adel. Lalu ia melanjutkan melangkah ke ruang paling belakang, dapur tempat ibu kandungnya memasak dan menyiapkan kebutuhan keluarga.
'Kok nggak ada juga. Kemana ibu???' wajah Adel nampak bingung, sambil memindai semua ruangan yang dilewatinya. Lalu ia letakkan martabak manis yang terbungkus rapi di atas meja makan.
Selanjutnya ia berjalan menuju kamar ibunya yang tertutup rapat. Ia raih gagang pintu, lalu dibukanya pelan-pelan.
"Ibu... " seru Adel.
"Iya, Del," jawab bu Halimah lirih.
"I...bu, kenapa Bu??? Apa yang terjadi??? Astaghfirullah... " Adel terperanjat seketika melihat keadaan ibunya yang terlentang, tubuhnya dibalut selimut dengan dahi benjol hitam kebiruan.
Adel mempercepat langkahnya, tangannya menyentuh tangan ibunya yang gemetaran.
"Ibu... badan ibu juga panas sekali???" Adel tak henti-hentinya menatap wajah ibunya yang tak berdaya.
"Adel, ibu habis jatuh tadi siang." ucap bu Halimah dengan suara lemah, sembari kedua matanya berkaca-kaca menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya, karena kini suhu tubuhnya naik karena reaksi benturan di kepalanya.
"Kenapa sampai seperti ini, Bu??? Apa ibu kecapekan lalu jatuh?" tanya Adel sangat penasaran.
"Ibu tadi terpeleset setelah buatin susu buat Putri, Nak," sahut bu Halimah yang nampak kering bibirnya.
"Ibu belum minum sedari tadi? Bibir ibu kering sekali. Sebentar Adel ambilkan minum dan martabak manis kesukaan ibu. Setelah itu, kita ke dokter ya, Bu." Adel bangkit dari duduknya, lalu melangkahkan kakinya ke dapur.
Tak berapa lama Adel melangkah kembali menuju kamar ibunya. Kini ditangannya sudah ada segelas teh hangat dan sepiring martabak manis kesukaan ibunya. Diletakkannya nampan yang dibawanya di atas nakas dekat ranjang. Lalu dengan hati-hati, Adel membantu ibunya untuk duduk sekaligus memberikan teh hangat pada wanita yang mulai menua di hadapannya.
Tiba-tiba terdengar suara ucapan salam dari depan.
"Assalamualaikum"
"Waalaikum salam," jawab Adel sambil keluar dari kamar dan secepatnya berjalan mendekati pintu masuk rumahnya.
"Silahkan masuk, Bu Nana, Bu Joko. Silahkan duduk dulu ya!" Ucap Adel mempersilahkan kedua tamunya.
"Kami ingin menjenguk bu Halimah, mbak Adel. Apa sekarang sudah membaik keadaannya?" tanya bu Joko.
"Hmm... ibu masih terbaring sakit, badannya juga panas, Bu. Maaf, ibu tau darimana kalo ibu saya sakit?" tanya Adel balik.
"Tadi sewaktu bu Halimah jatuh, kami yang menolong. Berarti Mbak Adel belum tau ceritanya??" sahut bu Nana.
"O... begitu, Bu. Maaf saya belum tau. Ibu saya belum cerita. Saya juga baru saja pulang kerja, Bu. " Jawab Adel sambil tersenyum ramah.
"Ternyata benar dugaan ku, kalo bu Halimah nggak mungkin cerita ke anaknya tentang kelakuan menantunya." Bisik bu Nana di telinga bu Joko yang duduk berdekatan dengannya.
"Iya. Untung kita kesini. Akan kuceritakan semuanya, biar tau rasa, tuh menantu nggak tau diri!" jawab bu Joko dengan suara lirih.
Adel memandang kedua tamunya dengan penasaran. Ia tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dengan tanpa basa-basi akhirnya kedua tamu itu menceritakan kronologi kejadian yang menimpa ibu kandung Adel siang tadi.
Setelah mendengar kejadian yang sebenarnya dengan gamblang, darah Adel mendidih seketika. Wajahnya memerah menahan amarah yang sudah memuncak di ubun-ubun.
"Astaghfirullah... ibu ku diperlakukan seperti itu oleh Heni??!!" Adel mengepal kedua jari tangannya. Geram, marah, kecewa, sedih, rasa yang berkecamuk dalam hatinya.
Setelah menceritakan semuanya, kedua tamu itu akhirnya berpamitan. Dan... apa yang dilakukan Adel selanjutnya???
Dengan wajah bersungut-sungut ia berjalan cepat menuju kamar kakak iparnya yang tertutup rapat. Tanpa banyak kata, Adel menggedor pintu dengan keras.
Dor... dor... dorrrrr....
"Heni... keluar kamu!!! Keluar!!!" Ucap Adel dengan volume keras hingga bergetar karena amarahnya makin memuncak.
Deg
Dada Heni berdetak lebih cepat. Wanita yang sedang tiduran dengan anaknya itu tersentak kaget mendengar gedoran pintu yang sangat keras di kamarnya. Ia tak menyangka akan di damprat Adel sedemikian rupa.
'Aduuuh... apa yang harus aku lakukan??? Mas Anton belum datang lagi?!?' Heni menggeruru, wajahnya nampak bingung, apa yang harus ia lakukan setelah ketemu adik iparnya nanti.
"Heni!!! Keluar!!!" teriak Adel sambil menggedor pintu kamar makin keras.
Akhirnya dengan terpaksa, Heni melangkah dan siap membuka pintu kamar yang sengaja ia kunci.
Ceklek
"A...da a...pa, Del?" tanya Heni dengan pura-pura bodoh.
Tanpa menjawab pertanyaan wanita di depannya, ia menyeret daster Heni tepat di dadanya, hingga tubuh istri Anton itu terseret keluar kamar. Lalu dengan wajah memerah dan muka menyeramkan, ia layangkan tamparan keras pada wajah Heni, tepat di kedua pipinya.
Plakk... plakkk...
Saking kerasnya, tubuh Heni terhuyung setelah mendapat tamparan keras dari adik Anton itu.
"Aduuh... apa yang kamu lakukan, Del???" Apa salah ku???" tanya Heni sambil mengelus pipinya yang memerah setelah mendapat surprise yang tak terduga dari Adel.
"Kemasi barang mu dari rumah ini!!! Detik ini juga, keluar dari rumah ku!!! Aku nggak sudi punya ipar br*ngs*k seperti kamu!!!" Teriak Adel sambil mengacungkan telunjuknya tepat di wajah Heni yang berdiri mematung dengan menundukkan wajahnya. Kali ini, wanita songong itu tak berani menatap mata Adel yang sudah dirasuki amarah tak terkendali.
Tapi, tak berapa lama, Heni mendongakkan kepalanya, lalu berkata, "Tunggu Mas Anton pulang, Del. Karena aku istri dari kakakmu. Mas Anton harus tau, kelakuan adiknya yang seenaknya sendiri pada istrinya." Ucap Heni dengan percaya diri.
"Dasar wanita nggak tau diri. Mas Anton nggak akan mau lagi sama kamu, Br*ngs*k!!! Setelah tau ibu kamu perlakukan seperti itu!!! Sudah kamu rusak rumah tangga Mas Anton, sekarang kamu rusak keluarga ku juga, hah??? Manusia macam apa kamu ini!!! Lama-lama aku muak lihat mukamu!!!" Adel mengumpat habis-habisan wanita di depannya. Ia tak memberi ampun lagi, karena kelakuannya sudah sangat keterlaluan.
Lalu Adel membalikkan badan dan kembali masuk kamar ibunya dengan mata berkaca-kaca.
***
BERSAMBUNG...
KAMU SEDANG MEMBACA
PENGHIANATAN JADI KARMA
Storie d'amoreSuara desahan dua orang itu terhenti seketika, aku lanjut mengetuk pintu makin keras, emosiku semakin memuncak. Namun pintu kamar yang ku ketok berkali-kali, entah berapa kali terhitung, tidak dibuka-buka. Beberapa saat kemudian terdengar langkah ka...