Alma dan Yunan dalam perjalanan menuju rumah Alma, keduanya ingin menemui ayah Alma.
"Sayang, apa kamu masih ragu? Coba, tenangkan pikiran! Jangan punya pikiran negatif, ya!" Saran Yunan sambil melirik Alma yang tampak gelisah di sampingnya.
"Aku berusaha kuat, Mas. Tolong bantu aku! Bila nanti aku nggak bisa menguasai diri." Pinta Alma sembari menghela napas panjang.
Setibanya di depan rumah Alma, Yunan menghentikan mobilnya dan tak segera keluar. Ia memegang tangan Alma yang diam terpaku di dalam mobil.
"Sayang, kita sudah sampai. Apa kamu siap menemui ayah kamu? Ayah kamu sekarang adalah mertuaku. Berarti beliau juga ayah ku. Betul kan, Sayang?" Yunan menguatkan Alma.
"Mari kita turun, Mas! Aku sudah siap." Alma tersenyum manis pada suaminya yang tampak gagah, keluar dari mobil lanjut berjalan di sampingnya.
Alma sekali lagi menghela napas panjang untuk mengurangi ketegangan atas apa yang terjadi setelah ini. Istri Yunan ini berusaha berpikiran positif seperti saran suaminya.
Tampak ada seorang lelaki tua yang dekil, kurus, dengan pakaian compang-camping. Ia bersandar di pagar depan rumah Alma di tengah terik matahari, sangat memprihatinkan.
"Sayang... apa itu ayah mu? Sungguh memprihatinkan. Aku nggak tega melihatnya." Ucap Yunan yang melangkah bersama Alma makin mendekati pak tua itu.
Alma menjawab tanpa suara, ia hanya menganggukkan kepala tanda pertanyaan suaminya itu benar. Ekspresi wajah Alma datar saja, mukanya masam dan menegang.
"Mas... Semoga aku bisa mengendalikan diri ku." Alma berpegangan tangan Yunan dengan erat.
Yunan melirik sambil tersenyum pada istri cantiknya, sembari tangan Alma di sambut dengan genggaman lebih erat dan hangat.
"Pasti kamu bisa, Sayang," bisik Yunan.
Jarak mereka makin dekat dan tiba-tiba pak tua menyadari kehadiran Alma, anak kandungnya.
"Al... ma..." suara ayah Alma bergetar dengan bibirnya yang sangat kering karena menahan haus.
Sejenak Alma terdiam dan memandang wajah ayahnya, lalu melirikkan matanya ke arah suaminya. Yunan bereaksi dengan senyumnya yang manis dan menganggukkan kepala untuk memberi dukungan pada Alma.
Jantung Alma berdegup kencang, ia masih terombang-ambing dengan pikirannya sendiri. Wajah ibunya tiba-tiba muncul di hadapannya. Wajah itu sering ditampar oleh lelaki yang terduduk lesu di depannya. Muncul kebencian yang teramat sangat pada ayah kandungnya.
Tapi... hati nurani Alma tak tega, menatap wajah lusuh, kurus, dekil yang meminta pertolongan Alma. Akhirnya benteng kebencian wanita cantik ini runtuh. Ia tak tega menatap mata sedih ayah kandungnya.
"A... yah..." suara Alma pun bergetar. Wanita berkulit putih ini mulai membuka hatinya, ia tak tega melihat kondisi lelaki tua yang ada di depannya, yang tak lain adalah ayah kandungnya.
Ayah Alma menatap lekat pada wajah anak kandung satu-satunya. Ia mengulurkan tangan kanannya yang dekil dan tampak hitam terkena panas matahari. Sambil bersuara lirih, "anak ku"
Alma menerima uluran tangan ayahnya yang dulu membuangnya, ia menjabat tangan ayahnya dan mulai menampakkan senyumnya yang sedikit berat.
"I... ya, Ayah. Kita masuk rumah ya! Biar nggak kepanasan. Nanti ayah bisa istirahat di dalam." Alma melepas jabatan tangannya, lalu ia mencari kunci pagar. Segera pintu pagar terbuka, lalu Yunan menuntun ayah Alma yang nampak lemah dan tertatih.
Sesampainya di depan pintu, Alma kembali membuka kunci dan pintu rumah pun mulai terbuka lebar. Alma masuk duluan, kemudian di ikuti ayahnya dan Yunan.
"Duduk dulu, Yah. Sebentar aku ambilkan minum dan makanan di mobil." kata Yunan.
KAMU SEDANG MEMBACA
PENGHIANATAN JADI KARMA
RomansaSuara desahan dua orang itu terhenti seketika, aku lanjut mengetuk pintu makin keras, emosiku semakin memuncak. Namun pintu kamar yang ku ketok berkali-kali, entah berapa kali terhitung, tidak dibuka-buka. Beberapa saat kemudian terdengar langkah ka...