Hari telah berganti, suasana hati pun tak sama lagi. Pelangi indah menjadi tumpuan harapan setiap manusia. Ada saatnya kita terpuruk, ada pula saatnya kita berada diatas awan. Itulah sebabnya jangan putus asa ketika ujian menerpa, dan jangan jumawah saat kita mencapai kesuksesan.
Suasana hati seorang wanita yang semakin matang, kini sedang berbunga-bunga. Sosok pria tampan, perhatian, berlimpah kasih sayang, telah hadir kembali menghiasi perjalanan hidupnya.
Ya... Alma Khumaira yang 6 bulan lalu telah melalui ujian berat dalam rumah tangganya akhirnya keputusan cerai menjadi pilihannya, dipertemukan kembali dengan Yunan Prasetya, duda dengan putra tunggalnya, kembali menjalin hubungan spesial dengan wanita cantik yang sudah dikenalnya sejak kuliah dulu.
Alma merasakan ketulusan cinta diberikan oleh pria yang lebih tua 2 tahun dari usianya, tapi pikirannya sangat dewasa, tampak dari sikap dan tutur katanya. Ini penilaian yang dapat diambil oleh Alma, yang mulai kagum dan membuka hatinya untuk pria yang mulai intens menghubunginya sejak pertemuan reuni Akbar di kampusnya seminggu yang lalu.
Kegagalan pada pernikahan sebelumnya, membuat wanita dengan satu anak ini lebih berhati-hati untuk menjalin hubungan lagi dengan pria yang mendekatinya. Trauma kegagalan pernikahan menjadi penyebab utama dalam sikapnya.
Terdengar deringan telpon masuk, membuyarkan lamunan Hana pada seseorang yang menyelimuti pikirannya akhir-akhir ini.
"Halo Alma", Suara bariton khas pria berkacamata penuh kharisma menyapanya melalui telpon miliknya.
"Halo...mas Yunan ya?", tebak Alma yang mulai hafal dengan suara pria yang mulai mengisi hari-harinya dengan indah.
"Kok tau???", goda Yunan untuk mencairkan suasana.
"Kan udah kusimpen dan kasih nama, masak belum hafal juga?", Alma mencari alibi untuk menutupi perasaannya, kalau sebenarnya ia sudah hafal dan menantikan pemilik suara itu.
"Ini aku mau nyampek rumahmu Al... 10 menit nyampek kayaknya"
"Lho... Yang bener mas, aku nggak persiapan apa-apa nih. Mas Yunan curang, nggak ngabarin aku dulu"
"Ini ngabarin, heheheee..., gitu dulu ya Al...aku langsung meluncur kesana nih", Pria tampan itu tertawa renyah karena puas membuat Alma kesal.
"Iya mas", Alma segera menutup telponnya.
Wanita yang mulai jatuh cinta ini mulai panik atas kedatangan Yunan pujaan hatinya yang tak terduga.
"Kenapa sih ma...tumben tergesa-gesa beresin rumah, sini aku bantu", sapa Tiara yang melihat Alma sibuk bersih-bersih dan menata ruang tamu dengan tergopoh.
"Bantu mama ya Ti... Bentar lagi ada temen mama mau kesini"
"Siap ma... Mama mandi sana, biar aku lanjutin beresin ruang tamu"
"Makasih sayang"
SEBENTAR KEMUDIAN
Terdengar suara deru mobil sedang parkir depan rumah. Mobil sedan hitam mengkilat berhenti, lalu turunlah dua pria, satunya sudah sangat dewasa, satu lagi masih remaja.
"Assalamualaikum"
"Waalaikum salam", jawab Tiara sambil memandang pintu masuk rumahnya.
"Benar ini rumah bu Alma?", tanya salah satu tamu.
"Iya benar, silahkan masuk, monggo duduk dulu om, saya panggilkan mama dulu", Tiara mempersilahkan tamunya dengan sopan.
Sambil menunggu Alma, Yunan melihat sekeliling ruang tamu, tengok kiri-kanan, depan-belakang, seperti seorang detektif.
Entah apa yang dipikirkannya, sesekali ia menyibukkan diri dengan ponselnya.
"Ee... Mas Yunan sudah datang, maaf... Lama nunggu ya?", sapa Alma yang tampak agak gugup menerima tamu yang tampak gagah dengan senyum menawan.
"Nggak lama, nggak sampek sehari koq tenang aja", Jiwa lawak Yunan bisa mencairkan kegugupan Alma yang terbaca oleh pria atletis itu.
Yunan mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan pemilik rumah, dan memperkenalkan remaja ganteng di sebelahnya.
"Ini putraku, Angga. Salaman dulu sama tante, Ang".
Angga berdiri sambil bersalaman dan mencium tangan Alma dengan takzim dengan senyum manisnya.
"Ganteng banget putramu Mas, udah kelas berapa Angga?", Alma berusaha mengakrabkan diri dan menatap wajah Angga yang tampak manis.
"Kelas 7 tante", tersipu-sipu laki-laki beranjak remaja ini menjawab pertanyaan Alma.
"Umur berapa ya, kayaknya sepantaran sama anakku ya mas, Tiara umur 15 tahun, sekarang kelas 10"
"Angga umur 13 tahun, pastes lah jadi adik putrimu", Yunan selalu saja ngeledek Alma, hingga suasana di ruang tamu makin hangat dengan canda tawa.
Sesaat kemudian, datanglah seorang gadis berkulit putih, rambut hitam sebahu, membawa nampan berisi 4 gelas teh hangat dan pisang goreng yang sungguh menggoda selera.
"Naaah... Ini pasti putri cantikmu ya Al... Sini kenalan dulu sama om", sambut Yunan dengan ramah atas kehadiran Tiara di tengah-tengah mereka.
Selanjutnya ia juga diperkenalkan dengan putranya Angga. Empat orang ini akhirnya mulai akrab satu sama lain, hingga sejam tak terasa perbincangan antara mereka.
***
Sementara ada sedikit keributan di sebrang rumah Alma.
"Silahkan bu Heni dan pak Anton keluar dari rumah ini, saya sudah beri kelonggaran, tapi nggak ada i'tikad baik dari kalian, cepat kemasi barang-barang dan saat ini juga kosongkan rumah ini!!!"
Suara Marni pemilik rumah kontrakan menggelegar memecah kesunyian di malam itu. Hingga para tetangga samping rumah pada keluar karena pengen tau apa yang telah terjadi.
Begitu juga dengan Alma dan Tiara, mereka berdua keluar dari rumah ingin menyaksikan kejadian dengan lebih gamblang.
"Ma... Papa dan tante Heni di usir, kasihan juga ya ma... ", Sambil berdiri di depan rumahnya, Tiara berbisik pada Alma.
"Kita masuk saja ya Ti... Mama nggak mau ikut campur urusan mereka", Alma menggelendeng tangan putrinya agar segera masuk ke dalam rumah.
"Tapi ma... ", Tiara kurang setuju dengan tindakan mamanya.
"Sudahlah, ayo kita masuk, nggak enak sama tetangga, di kira kita sorak seneng liat mereka diusir, jangan nyari masalah deh!"
Kembali Alma memaksa anak gadisnya segera masuk rumah untuk menghindari munculnya masalah baru.
***
"Kita mau kemana sekarang mas???", tanya Heni sambil memegang perutnya yang makin membuncit, usia kehamilannya sudah mulai 4 bulan.
"Ke rumah orang tuaku saja", jawab Anton sembari menenteng tas berisi baju bawaannya sambil menanti mobil pick up yang akan memboyong beberapa barang menuju rumah ayah ibunya.
"Aku belum pernah ketemu ayah ibumu mas, bagaimana nanti menjelaskannya?", tanya Heni dengan wajah panik.
"Sudahlah... Nanti aku yang atur, kamu nggak usah khawatirkan itu", jawab Anton dengan ringan tanpa beban.
Heni membalas dengan napas lega. Tapi sesungguhnya dalam hati dan pikirannya, ia takut tidak diterima dengan baik di keluarga Anton. Karena kehadirannya nanti, pasti mengejutkan dan membuat syok ayah ibu Anton.
"Kenapa kamu masih tegang sih Hen... Tenang... ada aku!", Pria berkumis tipis itu mengelus tangan Heni, untuk mengurangi ketegangannya yang terlihat jelas di wajahnya.
" Iya mas, Mudah-mudahan apa yang ku khawatirkan tidak terjadi"
"Apa yang kamu kuatirkan?"
Sambil menatap wajah Anton dengan nanar, secepatnya Heni menundukkan pandangannya sambil berkata.
"Apakah aku bisa diterima ayah ibumu mas, sedang menurut mereka, Alma lah yang seharusnya mendampingimu", ia tak bisa lagi menutupi keresahannya.
***
BERSAMBUNG...
KAMU SEDANG MEMBACA
PENGHIANATAN JADI KARMA
Любовные романыSuara desahan dua orang itu terhenti seketika, aku lanjut mengetuk pintu makin keras, emosiku semakin memuncak. Namun pintu kamar yang ku ketok berkali-kali, entah berapa kali terhitung, tidak dibuka-buka. Beberapa saat kemudian terdengar langkah ka...