🌲65. Jarak🌲

1.5K 230 49
                                    


Aku benci jauh darimu. Aku benci ketika harus menanti kabar darimu. Aku tak suka jika hariku diisi dengan curigaku padamu.
Kenapa jarak ini harus memisahkan kita?
Kata orang, tak apa raga kita terpisah, asal hati kita tetaplah satu.
Apalah arti tempat yang berbeda, jika kita masih bisa memandang langit yang sama.
Bukankah jarak itu tercipta untuk membuat rindu?
Tapi maaf, aku tidak suka merindu. Aku lebih suka menatap teduh matamu secara langsung.
Mendengar keluh kesahmu.
Dan lagi, aku bisa memelukmu...

-
-
-
-
-
-
-

"Doyoung diterima di Harvard, dia akan berangkat bulan depan."

Suho yang sedang dijamu oleh mamanya Doyoung cukup terkejut mendengar hal ini.

Jadi karena ini.

"Wah, selamat tante! Doyoung, benar-benar pintar. Saya percaya sekarang."candanya dengan cepat menguasai rasa terkejutnya.

Sooyoung tersenyum. Bangga kepada anaknya.

"Ya.. Ini cita-citanya sejak kecil. Maaf jika ini pasti mempengaruhi hubungan mereka." Sooyoung mengambil tehnya dan meminumnya dengan anggun.

Suho merasakan hawa di sini mulai berubah.

"Sebagai orang tua, kami hanya ingin yang terbaik untuk anak kami." Suho merasa tidak nyaman dengan kalimat ini.

Harvard baik untuk Doyoung, tapi Sena tidak. Begitu maksudnya?

"Suho, berapa umurmu sekarang?"

"28 tahun, Tante." Suho menyunggingkan senyum sopan santunnya.

"Ini pertanyaan sensitif, tapi kenapa sampai sekarang kamu belum menikah? Tidak mungkin kan anak seganteng kamu ini, ngga laku."

Suho sedikit terkekeh. "Saya memang tidak terburu untuk menikah, Tante. Masih ada beberapa hal yang harus saya kerjakan. Dan lagi saya belum menemukan pendamping yang tepat."

"Kamu pasti mencari yang seimbang, kan?"

"Hanya mencari yang dapat mengimbangi sikap kaku saya." koreksi Suho.

Sooyoung tertawa lepas. "Tapi bibit, bebet, dan bobot juga harus diperhatikan. Bagaimanapun kecerdasan seorang ibu yang akan menurun ke anaknya."

Ohh.. Ini sindiran.

"Dan semoga Doyoung bisa menemukan yang tepat." Suho mengeratkan kepalan tangannya.

Sena bukan pilihannya.

-
-
-
-
-
-
-

Sena masih tersedu. Keduanya terdiam menyelami perasaan mereka masing-masing.

Doyoung adalah yang pertama bereaksi memecah keheningan. "Ini sulit buat aku. Memilih antara kamu dan impianku, ini hal yang paling sulit buat aku. Tiga tahun Sen, aku setidaknya butuh tiga tahun untuk kembali. Jadi, apa kamu mau menunggu aku?"

"...."

"...."

Sena menunduk. Doyoung juga. Dia telah mengutarakan isi hatinya pada Sena. Mencoba untuk melakukan peruntungan. Dia masih berharap tapi tak berani berharap lebih.

Doyoung ingin egois saja sekarang. Inginnya adalah mengikat Sena dalam janji, Gadis itu masih miliknya sedang dia akan pergi untuk kembali.

Tapi di sisi lainnya, dia tak akan memaksa jika Sena tak ingin.

Dia juga ingin Sena bahagia dan bukannya tersiksa dalam penantian.

"Nanti kalau hiks kamu ketemu sama yang lebih cantik hiks di hiks sana gimana?" pertanyaan polos dari gadisnya.

Keluarga CemaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang