YOU NEVER KNOW
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Lisa menyuapi pria itu dengan telaten, sang pria pun tersenyum lembut, terkadang meraba pergelangan tangannya yang terulur.
"Aku kira kau akan menjauh setelah semua ini. Aku pria merepotkan." Lisa tidak menjawab, ia mengelus sisi kepala sang pria. Mengisyaratkan kalau ia tidak seperti apa yang ia katakan. Ia sama sekali tidak merepotkan. Justru Lisa yang mulai meragukan posisinya.
"Kau masih belum bisa bicara karena operasi pita suara? Berjanjilah aku adalah orang yang akan kau ajak bicara setelah sembuh nanti, dan aku juga akan menjadikan kau orang pertama yang akan kulihat setelah operasiku nanti."
Lisa tidak tersenyum sebagaimana pria yang kini tengah menggenggam tangannya, wajahnya menggambarkan kesedihan--yang tentunya takan dilihat olehnya.
"Sekarang aku tengah membayangkan bagaimana kau tersenyum." Lisa hanya membalasnya dengan genggaman yang sama eratnya, seolah ia tak punya waktu banyak untuk itu.
Ia Kwon Jiyong, ia pria yang positif. Kecelakaan yang merenggut penglihatannya tak membuatnya terpuruk. Atau mungkin karena Lisa terus mendampinginya.
Setelah Jiyong tertidur, Lisa membereskan barang bawaannya berniat untuk segera pulang. Seorang wanita dengan postur yang hampir menyerupai dirinya bersandar diambang pintu sambil melipat kedua tangannya didepan dada. Ketika mata keduanya bertemu, ia hanya mengisyaratkan dengan jarinya agar Lisa menemuinya setelah selesai.
Setelah keduanya kini duduk berhadapan, sang wanita mulai menyodorkan sebuah kertas dan pena.
Wanita itu terdengar menghela nafas berat, "Apa yang kau mau dengan mengirimiku pesan seperti itu?" Tanyanya membuka pembicaraan.
Lisa merunduk, mulai menulis apa yang ingin ia ucapkan.
Ia berharap banyak agar kau mendampinginya
"Dia tetap beranggapan kalau aku yang mendampinginya, ini hanya sampai hari dimana ia akan operasi dan dapat melihat lagi. Aku seorang penyanyi, aku terlalu sibuk bahkan untuk menemuinya. Aku membayarmu dan lakukan sesuai kesepakatan."
Lisa hendak kembali menulis apa yang ingin ia katakan, namun wanita itu kembali berbicara, "Sudah cukup, entah dosa apa yang aku perbuat dipertemukan dengan calon suamiku yang sekarang buta dan gadis bisu sepertimu. Cepat pulanglah dan kembali besok pagi, aku sudah terlalu lelah."
Mulanya Lisa hanya melakukannya untuk menghidupi keluarganya. Merasa bersyukur ada pekerjaan yang dapat menerima kekurangannya. Cassie -wanita itu pun membayarnya dengan bayaran yang cukup besar.
Namun, melihat bagaimana Jiyong menaruh harap, matanya yang berbinar dan senyuman yang terukir. Membuat Lisa merasa bersalah karena ikut andil membodohinya.
Sebuah ikatan samar terjalin. Antara si buta dan si bisu. Jiyong menceritakan banyak hal meski balasannya hanya usapan. Sedang Lisa berusaha merekam dengan baik kenangan mereka dengan indera yang ia punya sebelum semuanya berakhir, diakhiri.
Lisa tau, hanya ia yang akan mengenang. Sedangkan Jiyong tetap senang dengan kehadiran Cassie setelahnya. Ia tak benar-benar mengenal Lisa meski beberapa minggu ini bersamanya. Cassie cukup baik mengatur Lisa agar Jiyong tak mencium keanehan apapun. Bahkan dengan meminjamkan sementara cincin tunangan yang dulu melingkar di jari manisnya.
Lisa masih tak habis fikir bagaimana Cassie bisa melakukan ini pada orang yang terlihat begitu mencintainya?
Lisa lupa, tak semua orang bisa menerima sebuah kekurangan.
Gadis berponi itu melihat jari manisnya yang telah kosong. Ini sudah hampir dua minggu setelah ia tidak lagi bekerja, yang artinya pula dua minggu setelah Jiyong melakukan operasi.
Ia tau dari televisi, kalau operasi berhasil dan Jiyong sudah kembali menjalani aktifitasnya sebagai seorang idol. Cassie benar-benar memutus komunikasi setelah kerja sama mereka berakhir.
Lisa menoleh pada sebuah toko, sebuah televisi didalamnya tengah menayangkan wawancara Jiyong dan Cassie, membicarakan rencana pernikahan keduanya yang tinggal menghitung hari.
Lisa menggeleng pelan dan kembali melangkah. Ia harus menyiapkan makanan spesial untuk malam natal. Hingga tepat ditikungan, tubuhnya tersungkur karena tabrakan seseorang.
Lisa merapikan kantung belanjanya yang sedikit berserakan, ia hanya menghela nafas berat. Tak mampu mengutarakan kekesalannya. Hingga sebuah tangan terulur dihadapannya.
"Maaf, apa kau tidak apa-apa?"
Lisa seolah familiar dengan suaranya.
Ia mendongak dan mendapati senyum yang terakhir ia ingat dibalik tudung yang menutupi sebagian wajahnya. Ia, Kwon Jiyong. Lisa terdiam.
Sang empunya tangan kini menggoyangkan tangannya yang terulur, "Hai, apakah kau tidak mau menerima uluran tanganku karena terlalu marah? Aku akan mengganti belanjaanmu yang kotor."
Lisa terkesiap dari lamunannya dan membalas uluran tangannya setelah menggeleng untuk menjawab pertanyaannya.
Kini giliran sang pria yang terdiam, merasakan tangan yang kini tengah dalam genggamannya. Getaran aneh yang tak ia mengerti terasa disana.
Setelah berdiri dengan sempurna, Lisa menarik tangannya, membungkuk dan melangkah-hendak pergi namun suara dibelakangnya menahan langkahnya sejenak.
"Apakah aku sempat mengenalmu? Memegang tangamu seperti tadi sebelumnya?"
Mata Lisa membulat mendengar pertanyaan yang terlontar.
Lisa mengulum bibirnya dalam. Menelan kalimat yang ingin ia ucapkan dan meratapi ketidakmampuannya.
Selang beberapa detik, gadis itu menggelengkan kepalanya sambil berusaha menahan ekspresinya.
Jiyong hanya tersenyum dan menggaruk tengkuknya, "Ah.. mungkin hanya perasaanku saja. Aku minta maaf yah." Ia membungkuk. Lisa segera berbalik dan kembali melangkah, tak ada yang bisa ia harapkan. Sekalipun suatu saat semesta mengijinkannya bersuara.
Mengenang, sudah lebih dari cukup.
*****
Kutemani malam tahun baruan kalian nih
Jangan lupa tekan bintang dan tinggalkan komentar sebagai bentuk apresiasi
KAMU SEDANG MEMBACA
AL-KISAH
Teen FictionNote: Kumpulan one-shoot fanfiction Lalisa dengan para pria-nya mari berlayar!