LALISA X LEE MIN HO (Little girl : Bagian empat)

2.5K 475 18
                                    














LITTLE GIRL (Bagian empat)

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Lee tak tau kenapa, hal kemarin berpengaruh padanya hari ini. Lee sudah memulai aktifitasnya kembali di perusahaannya. Baru beberapa menit yang lalu ia meninggalkan Lisa bersama dengan ibunya dirumah, Lee sudah merasakan sedikit---kosong, mungkin?

Lee meradang, menyadari ia seperti kembali menjadi bocah sekolahan yang sedang cinta monyet. Cinta? Apa ia barusan memikirkan kata sakral itu? Oh astaga! Lee dan Lisa? Mereka lebih cocok jadi ayah dan anak saja! Jadi enyahkanlah fikiranmu Lee! Bahkan disaat awal pernikahan Lee hanya bermaksud menjadikan gadis kecil itu pemuasnya saja. Lee menggeleng cepat dan mengusap wajahnya, fikiran jahat macam apa itu? Benarkah dia pernah berfikir serendah itu?

Tuk! Tuk! Tuk!

Lee terhentak memegangi dadanya ketika mendengar jendela mobil disampingnya diketuk dari luar. Lee bisa melihat dengan jelas wajah lusuh memelas seorang bocah dari balik jendela mobilnya. Sopir Lee menurunkan jendela mobilnya hendak mengusir sang bocah. Bertahun-tahun bekerja bersama Lee, pria paruh baya itu tau betul tuan mudanya akan terganggu dengan hal semacam itu. Lee memang tak memperdulikan apapun. Bodo amat dengan segala kesusahan orang lain.

   "Jangan asal berfikiran buruk pada orang lain paman."

Entah mengapa suara Lisa terngiang dikepalanya, Lee menurunkan jendela mobil disampingnya. Sang sopir yang melihat pergerakannya menoleh dengan cepat, dia tau betul bagaimana sifat arrogant seorang Lee. Tuannya satu itu bahkan tak memandang usia bila meluncurkan hinaannya. "Tuan, biar saya saja--"

    "Aku ingin membeli majalahnya satu." bocah itu nampak sumringah, ia memberikan satu majalah dalam genggamannya dan hendak memberikan uang kembalian, namun ucapan Lee menahannya.

   "Ambil saja kembaliannya--" Lee berhenti sejenak, menatap kotak makan pemberian ibunya ketika berkunjung tadi pagi kerumahnya. Dia bisa memakan masakan ibunya setiap waktu tapi ia malah marah dengan dalih malu diperlakukan seperti anak kecil. Tapi bagaimana dengan anak ini? Lee mungkin sudah gila karena sekarang ia perduli akan hidup orang lain. Padahal dia dulu berfikir, selama hidupnya bahagia dan tetap pada kemewahan itu sudah cukup, tak perlu memikirkan kesusahan orang lain. Itu pandangannya sebelum Lisa mengajarkannya secara tak langsung dengan sikapnya kemarin. Bagaimana manik Bambi dan senyumannya nampak tulus dan menghangatkan.

   "Dimana ibumu?" saat pertanyaan itu terlontar, wajah bocah yang tengah sumringah memandangi selembar uang bernilai besar ditangannya itu seketika menekuk, "Ibu sudah lama meninggal paman"

Lee meraih kotak makannya, menyerahkannya pada sang anak ditambah dengan beberapa lembar uang miliknya lagi, "Ini masakan ibuku, makanlah. Ini juga, gunakan sebaik mungkin dan jangan diserahkan pada orang lain yah?" bocah itu mengangguk, menggumamkan terimakasih berulang kali dan berlari riang setelah bunyi klakson kendaraan mulai menggema.

   "Pak! Sampai kapan akan memandangi saya? Cepat jalan sebelum mobil dibelakang mengamuk." sang sopir hanya tersenyum simpul dan mulai menjalankan mobilnya. Banyak hal yang ingin ia tanyakan, mengenai perubahan besar sang tuan muda, tapi ia urungkan. Selama perubahannya baik, ia tak perlu repot-repot mencari tau tentang alasannya.






















AL-KISAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang