YOUR BOYFRIEND (Bagian tiga)
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Lisa meratapi kebodohannya karena ia justru menuruti fikiran buruknya. Ini adalah keputusan akhirnya setelah guling-guling dikamar semalaman. Lisa menggigiti kuku jarinya, menatap khawatir pada gedung yang menjulang dihadapannya. Lisa mengeratkan genggamannya pada tali tasnya, berfikir kalau tidak ada jalan lain selain tetap maju. Sudah sejauh ini, belum lagi usahanya membohongi Seulgi untuk tidak ikut latihan.
Tuhan mungkin sedang baik, hanya setengah jam Lisa mengitari fakultas musik gadis berponi itu sudah menemukan presensi Jaewon yang baru saja keluar dari salah satu ruangan. Lisa sudah hampir melambai namun tangannya meluruh turun ketika mendapati Jaewon tengah merangkul bahu seorang gadis bertubuh mungil sambil tertawa renyah.
Lisa bukan tipe gadis yang akan berlari pulang, menangis dan menghindar. Karena saat ini ia justru melangkah menghampiri sang kekasih siap mendaprat perempuan yang tengah asik dalam rangkulan Jaewon. Lisa bersedekap, keduanya telah berhenti tertawa menyadari presensi gadis berponi itu.
"Ini yang kamu bilang urusan yang gak bisa ditinggalin? Mantannya tambah cantik jadi berniat balikan?" Jaewon yang terlihat cukup terkejut kini mendekat kearah Lisa, "Kamu ngapain kesini? Aku kan bilang kalau lagi gak bisa ketemu dulu."
"Posesif amet mbanya sampai nyusul di jam ngampus kaya begini." gadis mungil tadi kini sudah berdiri disamping Jaewon, menggandeng tangan kekasihnya tanpa rasa malu didepan Lisa. tangan Lisa mengepal, matanya menatap tajam.
"SIALAN LO---" ucapan Lisa terhenti ketika Jaewon justru menarik gadis disampingnya untuk segera pergi, "Aku jelasin di chat nanti. Kamu pulang, aku masih ada urusan sama Hayi." keduanya langsung berlalu, namun saat Lisa hendak mengejar ia justru malah terjatuh karena tak sengaja menginjak tali sepatunya yang lepas. Seburuk ini harinya.
Lututnya cukup sakit bahkan hanya untuk bangkit, orang-orang yang berlalu lalang melihatnya penuh rasa kasihan. Cewek malang yang baru saja dicampakan kekasihnya. Seolah kata itu tertempel didahinya saat ini. Lisa memukul lantai dan meringis menatap lebam akibat benturan di lututnya. Cukup menakjubkan dalam keadaan seperti ini ia tidak menangis.
"Gue kan bilang untuk nyelidikin bukannya muncul terang-terangan kaya gini bodoh." Lisa mendongak, mendengar suara yang begitu familiar belakangan ini.
"Lo--ko bisa disini?" sang pemuda tidak menjawab, ia memutar tubuhnya dan berjongkok membelakanginya, "Buruan naik!" titahnya, Lisa menautkan alisnya, gadis itu masih bercokol dengan fikirannya.
"Enggak! Gue bisa bangun sendiri. Lu gak lupa kan kalau lu pacarnya sahabat gue Yong?" terlihat Taeyong menoleh, pemuda itu mendecih dan mengacak rambutnya frustasi,
"Penting banget yah emang, status gue sebagai pacaranya Jennie? Gue manusia! Gak mungkin ngebiarin lu tergoler gak manusiawi disini Lisa! Naik atau gue tinggal? Lu fikir lu kenal orang-orang disini? Jangan berharap ada pangeran asing berkuda putih yang ngulurin tangan untuk ngebantu lu!"
Lisa membenci fakta bahwa ia memang berada ditempat asing. Bahkan sebagian besar lebih memilih menatapnya aneh dibandingkan menolongnya tadi. Akan aneh memang berharap akan ada yang menolong selain pemuda dihadapannya ini.
Lisa merangkulkan tangannya di leher Taeyong dan pemuda itu membawa tubuhnya untuk bangkit, "Masa lu lebih berat dari Jennie sih Lis?" tanya Taeyong yang langsung mendapatkan pukulan pelan dibahunya, "Sialan lo!"
"Cielah! Udah main gendong-gendongan aja sama Jennie." Taeyong cuma memiringkan sedikit kepalanya, menyeringai lalu menaik turunkan alisnya menyebalkan.
"Lu utang penjelasan, kenapa lu bisa disini?"
"Gue kuliah disinilah bareng pacar tersayang lu, apa udah jadi mantan?" cibirnya. Sumpah yah! Taeyong memang gak bisa memahami keadaan, dalam keadaan kaya begini dia masih bisa-bisanya berkata sarkas begitu. Lisa cuma diam aja, Taeyong yang merasa ada yang salah dari perkataannya mulai berdeham. Katakanlah kalau ia memang tak peka bila perempuan memang tidak bisa dibercandai perihal perasaannya.
"Maaf gue gak bermaksud." Lisa masih diam, Taeyong kembali mengeluarkan suaranya,
"Gue beberapa kali ngeliat Jaewon sama Hayi di kampus, gue juga kaget kenapa justru dia ngenalin diri sebagai pacar lu waktu kita double date. Gue mau bilang, cuma yah gue gak bisa langsung nuduh sedangkan gue juga gak tau kebenarannya, gue juga baru kenal sama lu waktu itu." tepat disaat Taeyong mengakhiri perkataannya, mereka sudah tiba diruang kesehatan. Lutut Lisa harus diobati lebih dulu.
Tepat saat Taeyong hendak mengobati, Lisa hendak menahannya. Taeyong memutar bola matanya malas dan mendengus pelan, "Biar gue tebak, lu mau bilang kalau gue pacarnya Jennie lagi kan?" Lisa merunduk, ia hanya merasa ini tak benar saja.
"Bisa singkirin dulu kalimat 'pacarnya Jennie' dan anggap gue sebagai temen lu seperti yang lainnya?" Lisa cuma diam, membiarkan Taeyong menyelesaikan aktifitasnya.
"Gue anter lu pulang, Kookie udah nunggu." Lisa menautkan alisnya, "Kookie? Lu gak nyuruh temen lu yang lain kan untuk nganterin gue Yong?" Taeyong terkekeh pelan, mengusak pucuk kepala sang gadis lalu kembali menggendongnya di punggungnya seperti semula.
"Kookie itu nama motor gue lah!" Lisa menganga tak percaya. Makhluk aneh macem apa yang dengan gabutnya ngasih nama motornya? Ganteng-ganteng kok miring!
"Sumpah Yong, lebih baik lu ganti namanya. Akan aneh nanti kalau lu bilang, 'Gue pulang naikin Kookie' ambigu banget kan? orang-orang bisa ngira lu tuh belok tau gak?" celoteh Lisa panjang lebar. Taeyong menolehkan sedikit kepalanya, hampir saja mencium pipi Lisa kalau sang gadis tidak memundurkan kepalanya.
"Kenapa lu perduli?"
Tanpa berfikir panjang Lisa langsung menjawab, "Karena lu pacarnya Jennie, maybe?"
Taeyong kembali menatap kedepan, menghembuskan nafasnya perlahan, "Gak bisa yah gak usah pakai embel-embel pacarnya Jennie? Anggep gue temen lu aja gitu?"
Lisa nampak berfikir, ia mengetukan jari telunjuknya diatas dagunya, "Boleh-boleh, kalau begitu lu temen gue yang ngerangkap jadi pacarnya Jennie, bagaimana?"
"Terserah lu aja Lalisa!"
Jakarta, 29 Mei 2020
Pukul 15:20
-Nurafyani-*******
Belakangan ini banyak film dan drakor banget sih, salah satu penghambat nulis karena aku jadi betah beud depan tipi hehe
Jelas disini Jaewon sudah menjadi tersangka, dan lainnya masih abu-abu
Mari berspekulasi
Jangan lupa tekan Bintang dan tinggalkan komentar sebagai bentuk apresiasi
KAMU SEDANG MEMBACA
AL-KISAH
Teen FictionNote: Kumpulan one-shoot fanfiction Lalisa dengan para pria-nya mari berlayar!