ELEGI : Bagian dua
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Taehyung pulang dengan tampilan teramat kacau. Arra langsung menyambutnya dengan wajah khawatirnya, wanita itu bahkan belum mengganti gaun yang terakhir ia kenakan, "Bagaimana Tae? Lisa ketemu? Dia tidak mencoba lari membawa bayi kita kan?"
"Aku tidak menemukannya. Kau tidurlah, aku akan mengusahakan apapun untukmu nanti." Taehyung merengkuh tubuh mungilnya, mengecup sisi keningnya. Banyak hal yang ingin Arra ucapkan, namun melihat bagaimana kacau suaminya itu ia memilih untuk menurutinya saja. Pria itu sudah sering ia kecewakan, Arra tau bukan hanya dia yang berharap selama ini. Taehyung bisa saja pergi saat ia tau Arra hanya wanita yang tak dapat memberikannya keturunan tapi pria itu memilih bertahan hingga sejauh ini.
Sepeninggal sang istri, Taehyung melempar asal toxedo yang semula membalut tubuh tegapnya, meninggalkan kemeja putihnya. Ia membuka kancing teratasnya dan menggulung kedua lengan kemejanya hingga ke siku sebelum berjalan kearah balkon rumahnya.
"Kumohon jangan membawaku kembali, kalian punya segalanya, kau bisa melakukan apapun dengan uangmu, mencari wanita yang lebih terhormat dari pada diriku untuk melahirkan anakmu. Kumohon, hanya ia yang ku punya. Baru kali ini aku merasa punya alasan untuk hidup lebih baik, kumohon Taehyung."
Taehyung menatap telapak tangannya yang terbuka, genggaman tangan dingin itu kembali terasa. Wajah penuh airmatanya ketika bersimpuh berbeda dengan wajah nakalnya saat pertama kali mereka bertemu.
Perihal ia tidak berhasil menemukan Lisa adalah kebohongan. Ia menemukannya dan ia melepaskannya.
***
"Kita baru bisa makan setelah aku pulang malam nanti. Dengan keadaanmu saat ini akan ku usahakan siang nanti membawa makanan. Aku akan merayu pria tua di kafe dulu." wanita muda itu menyambar cardigan dan ransel kecilnya.
Lisa mengulum bibir bawahnya sebelum membuka suara, "Jen, apakah aku merepotkanmu?" Wanita yang sebelumnya sudah hampir mencapai ambang pintu itu berbalik. Wajah yang semula tegas karena mata runcingnya mendadak melembut seiring dengan lengkungan yang terukir. Seperti melihat dua orang yang berbeda.
"Hei, kau bahkan terus mengirimiku uang dan membuatku bersantai dirumah selama kau tinggal bersama orang kaya itu Lisa. Sekarang giliranku membantumu, meskipun hanya bisa kulakukan dengan cara seperti ini untuk sementara waktu."
Lisa menurunkan sepasang kakinya dari atas sofa, ia merunduk dalam sambil mengelus lembut perutnya, "Harusnya aku mendengarkanmu."
Jennie berdecak pelan dan melangkah mendekat mengelus pelan surai cokelat wanita yang sudah dianggap sebagai adiknya sendiri itu, "Siapa yang bisa menolak ditawarkan banyak uang Lisa. Aku pun akan tergiur sepertimu, terlebih kita merasakan bagaimana susahnya hidup yang kita jalani selama ini."
Satu tangan Lisa terulur mengamit tangan Jennie dan menggenggamnya, "Aku akan membantumu, kita bekerja bersama seperti dulu." Jennie berdecak pelan, ia tak tahan untuk tak mendaratkan kepalan tangannya diatas kepala sahabat kentalnya itu.
"Kau kira ada pria yang mau membayar untuk wanita hamil? Kau juga akan membahayakan bayimu! Jangan macam-macam! Kau cukup diam dirumah, jangan sampai orang kaya itu menemukanmu nanti."
Kedua sudut bibir Lisa tertarik. Meskipun banyak hal didunia ini yang ia keluhkan setidaknya ada sedikit yang bisa ia syukuri, "Aku boleh memanggilmu kakak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
AL-KISAH
Teen FictionNote: Kumpulan one-shoot fanfiction Lalisa dengan para pria-nya mari berlayar!