.
.
Dia tidak bisa menghindar dari perasaan rindu.
Rindu mendengar suara angkuh itu memanggil namanya.
.
.
***
"EH! ADA ERIKA!!" seru beberapa wanita seraya berdiri dari kursi mereka, lantas bersalaman dan cipika cipiki dengan Erika yang baru memasuki ruangan.
Erika masih mengenali mereka. Sekitar tujuh orang selain Ratih dan Esti, semuanya adalah teman sekelasnya di kelas tiga.
Mereka 'memboyong' Erika untuk duduk di sebuah kursi kosong, di samping Ratih.
Sementara pria bernama Yoga yang duduk di kursi ujung ruangan sudah memerhatikan Erika sejak Erika membuka pintu ruang VIP. Sorot matanya terus mengekori Erika hingga Erika duduk di kursi.
Esti menghampiri kursi Erika. "Hai Erika. Sibuk banget nih akuntanwati kita yang satu ini," kata Esti dengan lirikan mata.
Erika berdiri dan memeluk Esti. Dia melepaskan pelukannya dan mengamati Esti yang tetap nampak anggun seperti biasanya. Memang pembawaannya seperti itu. Mirip putri Solo, kata Ratih. Esti memakai baju terusan berwarna light gold dengan ikat pinggang coklat tua. Kelihatan serasi dengan warna kulitnya yang hitam manis. Rambutnya lurus panjang terurai, nyaris sepinggang. Tubuhnya masih terlihat tinggi semampai. Esti memang lebih tinggi dibanding dirinya dan Ratih. Tapi kok sepertinya ...
"Kamu gemukan ya Ti?" tanya Erika, ceplas-ceplos seperti biasa. Tipe pertanyaan yang bisa membuat wanita jadi emosi karenanya.
Erika sudah bersiap dengan rengekan Esti. Biasanya dia bete kalau dikomentari 'gemukan'. Tapi kali ini tidak. Erika terheran-heran melihat Esti yang tersipu malu.
"Masa sih?" tanya Esti dengan pipi merona.
Erika bengong melihat reaksi yang tidak lazim itu.
"Erika, dia ada di sini," bisik Esti tiba-tiba.
Erika melempar pandangan ke lantai. 'Dia' yang dimaksud Esti adalah Yoga. Esti adalah satu-satunya yang tahu beratnya perjuangan Erika untuk melupakan Yoga, setelah mereka putus. Erika perlu waktu lama sebelum akhirnya dia menjalin hubungan dengan Farhan yang menjadi suaminya sekarang.
"Iya aku baru tau. Kalau aku tau lebih cepat, aku mungkin sebaiknya gak datang," ucap Erika pelan.
Esti menatap Erika heran. "Kenapa? Jangan bilang kamu masih--?"
Erika menghindari tatapan Esti. Esti menghela napas.
"Astaga Erika. Ayolah! Kamu harus ingat! Kamu punya Farhan sekarang! Dan lagi, sudah lima tahun sejak kalian menikah!" ujar Esti mengerlingkan mata tak percaya.
"Iya iya. Tenang aja. Aku sadar dan belum gila!" sergah Erika.
Esti tertawa dan menepuk pundak Erika. "Aku duduk di sebelah sana, Ka. Ntar kita ngobrol-ngobrol lagi, oke?" kata Esti sebelum pamit kembali ke kursinya yang berjarak empat kursi dari kursi Erika dan Ratih.
"Cerita-cerita doongg! Gimana kabarnya, Erika?" tagih teman-temannya.
Erika tersenyum. Dimulailah sesi pertanyaan itu. Erika menjawab dengan lancar satu demi satu pertanyaan. Dia sudah 'terlatih'. Di bagian pertanyaan soal anak, teman-temannya tidak membahas lebih lanjut. Mereka hanya memberi dukungan supaya Erika tetap sabar. Berusaha dan berdoa.
Satu orang memberi dia kontak tukang pijat rahim yang dikenalnya. Katanya tukang pijat itu sudah berhasil membuat tokcer beberapa teman kantornya yang sudah lama belum punya anak. Erika sudah pernah mencobanya sebenarnya. Biar bagaimanapun, Erika menerima nomer kontak itu dan berterimakasih pada temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANXI (SEDANG REVISI)
SpiritualJika kamu sedang mencari novel Islami/syar'i, mohon maaf kamu salah alamat, zheyenk :) ANXI mungkin bukan untukmu. Coba peruntunganmu di karya saya yang lain : Tirai, Cincin Mata Sembilan (link di bio) ANXI *Untuk Dewasa 21+* Peringkat tertinggi #1...