Bagian 6 (Catatan Erika)

1.7K 88 0
                                    

.

.

Rupanya seperti ini rasanya jatuh cinta.

Rasanya seperti lilin yang meleleh terbakar api.

.

.

***

Tiga bulan berlalu sejak aku dan Yoga bersama ...

Selama tiga bulan ini, kuperhatikan kejadian seperti di parkiran mall itu tidak pernah terulang kembali. Aku mulai membuat alasan-alasan di kepalaku.

Mungkin hari itu sebenarnya dia sedang ada masalah di rumahnya, tapi malu untuk cerita padaku. Mungkin sejak berangkat sebenarnya dia memang sudah kesal, tapi saat di mobil dia berusaha menutupinya. Mungkin ... mungkin ... mungkin ...

Selain itu, aku masih sering mendapatkan tatapan kebencian dari beberapa anak-anak perempuan yang dulunya anggota fansnya. Terutama sekali dari yang bernama Lynn. Pernah suatu hari saat berpapasan dengan Lynn di kantin, dia dengan sengaja menabrak pundakku hingga aku nyaris jatuh. Lynn menatapku dengan sinis. Aku tahu dia sengaja memancingku supaya aku marah padanya, dan kami berakhir berkelahi. Tapi aku tidak pernah menanggapi dia sekalipun. Dan dia terlihat semakin kesal padaku karenanya.

Selama tiga bulan ini, Yoga bersikap sangat manis padaku. Setelah dia tahu kalau aku suka yoghurt, saat istirahat siang, dia menghampiri kelasku dan membawakanku yoghurt kesukaanku, ditambah beberapa kue. Dia menjadikan itu kebiasaan setiap hari, dan tak pernah luput sehari pun. Kami makan kue bersama sambil mengobrol di bangku luar kelas. Mengobrol dengannya terasa menyenangkan. Kurasa, terlepas dari apapun, aku merasa kami cocok satu sama lain.

Aku baru saja menyendok yoghurt rasa blueberry ke dalam mulutku. Yoga tiba-tiba tersenyum geli melihat wajahku.

"Kenapa?" tanyaku.

"Belepotan tuh. Ada sisa yoghurt di pipimu," kata Yoga.

Aku segera mengambil tisu di kantung baju, berusaha menyeka pipi. "Di sebelah mana? kiri? kanan?" tanyaku lagi.

Yoga mengambil tisu di tanganku. "Biar aku bersihin, sayang," ucap Yoga lembut. Panggilan yang selalu berhasil membuat mukaku hangat.

Dia mengelap pipiku dengan lembut. Tangan Yoga berhenti bergerak, dan mata kami bertemu. Hanya beberapa detik, tapi cukup untuk membuat jantungku rasanya bisa terhenti kapan saja.

"Sudah bersih," kata Yoga tersenyum. Aku masih belum berani melihat wajahnya, jadi aku melanjutkan makan sambil menunduk ke lantai.

"Erika," panggil Yoga.

"Ya?"

"Aku mau ketemu dengan Ibumu. Apa Ibumu ada waktu malam ini setelah kamu pulang les?"

Pertanyaan Yoga itu membuatku berhenti makan. "Ibuku? Ada. Ibuku ada di rumah. Emm ... ada apa ya?" tanyaku.

"Enggak ada apa-apa. Cuma mau ngobrol aja," jawabnya. Aku mengangguk, masih dengan agak bingung. Kami baru tiga bulan jadian, dan dia terpikir untuk ngobrol dengan Ibuku? Ngobrol apa?

***

Mobil Yoga sudah berhenti sempurna di pinggir jalan, dekat belokan menuju tempat les. Seperti biasa, Yoga ikut menemaniku turun dari mobil.

"Nanti kujemput ya," katanya.

Aku sebenarnya merasa tidak enak padanya. Aku tidak pernah suka merasa merepotkan orang lain. Dia memperhatikan reaksiku yang terlihat salah tingkah. Aku menggigit bibirku, ingin bilang sesuatu tapi ragu.

ANXI (SEDANG REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang