Bagian 27 (Catatan Yoga)

1.2K 68 0
                                    

.

.

Aku tetap berpikir bahwa, dia hanyalah salah satu 'mainan'ku. Tidak lebih.

Rupanya aku salah. Ternyata akulah yang menjadi 'mainan'nya.

.

.

***

Setelah pelarian yang tak bermanfaat ke pulau pribadi, aku kembali ke Jakarta. Aku segera tahu bahwa aku memerlukan sesuatu untuk menambal hatiku yang kosong.

Aku sering menerima ajakan ke tempat hiburan malam dari kolega bisnisku. Kadang dari teman SMA-ku. Tapi biasanya aku selalu menolak. Dan suatu malam aku menerima ajakan mereka.

Wanita-wanita liar itu mendekatiku tanpa aku harus melakukan usaha apapun.

Aku mulai mengencani mereka satu per satu bergantian. Jika aku bosan, aku mencampakkan mereka dan jalan dengan yang lainnya.

Gito terlihat khawatir padaku dan suatu hari dia menasehatiku. Dia takut aku akan mendapat pengaruh buruk dari wanita-wanita itu. Tapi aku berusaha meyakinkannya kalau itu tak akan terjadi.

Bahwa aku tahu di mana 'batas'nya. Dan aku tak akan 'kebablasan'.

Aku begitu yakin saat mengatakan itu. Hingga aku bertemu seorang wanita bernama Christy.

***

Christy adalah seorang peragawati yang lumayan terkenal di Jakarta. Dia sering terlibat peragaan busana perancang-perancang ternama. Dan sering bolak-balik diundang event peragaan busana di Paris.

Awalnya aku tidak pernah berniat untuk pacaran dengan 'artis'. Aku bertemu dengannya di suatu pesta mewah sosialita, yang semestinya dihadiri oleh ayahku. Aku tak pernah suka datang ke pesta-pesta semacam itu. Tapi ayahku berhalangan hadir, dan memaksaku datang mewakilinya.

Rekan bisnis ayahku mengenalkanku pada Christy. Kesan pertamaku terhadapnya, dia sangat cantik dan anggun. Rambutnya hitam pekat. Berponi lurus, dan panjang rambutnya hingga sedada.

Usianya lebih tua dariku dua tahun dan tubuhnya lebih tinggi sedikit dariku. Melihat wajahnya, aku rasa dia ada campuran Kazakhstan atau semacamnya. Karena kulit putihnya terlihat beda. Bukan putih Indonesia, dan juga bukan Cina. Matanya tidak terlalu besar, dan juga tidak sipit. Tatapannya tajam. Gerak-geriknya anggun, tapi aku bisa bilang dia bukan tipe wanita lemah yang perlu dilindungi. Malah sebaliknya, dia terlihat sangat mandiri dan bisa diandalkan. Tipe wanita yang tidak perlu pria sebagai pendamping. Aku jarang bertemu yang seperti dia.

Secara fisik, aku tertarik padanya. Dan yang membuatku makin tertarik adalah, dia bukan tipe wanita rendahan yang mengejar-ngejar lelaki. Setelah kami mengobrol agak lama di balkon ruangan pesta, aku merasa dia sebenarnya menyukaiku. Tapi aku heran dia tidak juga bertindak, tidak memberi sinyal yang jelas bahwa dia menginginkanku.

Sampai pesta usai, dia sama sekali tidak menanyakan nomor ponselku. Keesokan harinya, aku mengatur orang suruhanku untuk mencari tahu nomor ponselnya, dan akhirnya aku menghubungi wanita itu, Christy.

Aku mengajaknya makan malam bersama, dan dia tidak menolak. Setelah beberapa kali keluar bersama, akhirnya kami pacaran. Tapi aku tetap berpikir bahwa, dia hanyalah salah satu 'mainan'ku. Tidak lebih.

Rupanya aku salah. Ternyata akulah yang menjadi 'mainan'nya.

***

Sayang, sesi fotonya udah selesai nih.

Pesan itu kuterima dari Christy. Aku tersenyum dan menjawabnya.

Oke. Kujemput skrg ya. Nanti kalo udh dkt lobi, kukabarin.

ANXI (SEDANG REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang