.
.
Orang yang berhasil meredam amarah, adalah orang yang mulia. Namun ada yang lebih mulia lagi, yaitu orang yang memaafkan orang lain.
.
.
***
Hari ke-2 suluk ...
Persis sebelum adzan Subuh, Syeikh Abdullah memasuki masjid. Orang-orang menyalami beliau. Tak lama, adzan berkumandang dan mereka salat berjamaah dengan Syeikh sebagai imam. Setelah usai zikir bersama, seperti biasa berlangsung sesi ceramah Subuh.
"Pagi ini kita akan membahas tentang Husnul Qulb atau akhlak yang baik. Hawa nafsu atau harga diri manusia, punya kecenderungan tidak senang saat direndahkan orang lain. Sehingga orang tersebut cenderung akan marah untuk meluapkan kekesalannya.
Dahulu istri Nabi Yusuf 'alaihi salam pernah berkata, 'saya tidak mau melepaskan hawa nafsu.'
Cara menahan hawa nafsu adalah dengan meredam amarah. Kebaikan dapat kita raih, saat kita berusaha menyimpang dari nafsu, atau berusaha mengendalikan hawa nafsu."
Tema yang lagi-lagi 'menyentil' Yoga. Membuatnya teringat masa lalunya saat dia terbiasa dengan enteng melepas emosi pada siapapun yang memicu amarahnya. Walau hingga saat inipun, sifat itu masih tersisa padanya, tapi jika dibandingkan dahulu, Yoga yang sekarang sudah jauh lebih baik.
"Marah berasal dari nafsu. Saat kita dibuat kesal dan muncul perasaan ingin membalas, jangan biarkan nafsu dilepas begitu saja.
Lalu bagaimana cara mengendalikan hawa nafsu? Apa yang diinginkan nafsu kita? Maka kerjakanlah yang sebaliknya.
Menang melawan nafsu, artinya menang melawan setan. Sesungguhnya Allah tidak rida jika kita kalah melawan hawa nafsu.
Orang yang berhasil meredam amarah, adalah orang yang mulia. Namun ada yang lebih mulia lagi, yaitu orang yang memaafkan orang lain."
Yoga masih menundukkan pandangan, tak berani menatap langsung Syeikh. Benaknya sibuk mengingat, sudah berapa kali selama hidupnya, dia kalah melawan setan?
"Tidak bisa itu karena tidak biasa. Karena orang itu terbiasa melepas hawa nafsunya. Sedangkan bagi orang yang sering berusaha mengontrol emosinya, lama kelamaan dia akan terbiasa.
Sebab nafsu itu seperti bayi. Jika dibiarkan, bayi tak akan mau lepas menyusu. Setelah 2-3 tahun menyusu, saat bayi awal disapih, dia akan menangis. Awalnya tidak tega dan berat bagi ibunya untuk menyapih bayinya. Tapi lama-kelamaan tersapih juga.
Tapi seandainya tidak dibiasakan, apa yang terjadi? Bayi itu bisa-bisa masih menyusu sampai kelas 3 SD!"
Terdengar tawa berderai dari jamaah Subuh. Syeikh tersenyum lebar, tapi kemudian memasang mimik serius. "Ini sungguh benar terjadi. Saya pernah lihat kasus semacam ini sebelumnya. Bayangkan anak kelas 3 SD pulang ke rumahnya, 'Mamaaaa!' katanya, lalu dia minta menyusu pada Ibunya!"
Syeikh menggelengkan kepala. Sisa tawa masih terdengar dari jamaah.
"Ini mirip dengan saat kita mengajari anak kecil untuk salat Subuh. Awalnya sulit. Kita diajarkan untuk memerintahkan anak untuk salat di usia 7 tahun. Kalau di usia 7 tahun masih belum mau salat, anak itu harus dipukul. Dan kalau di usia 11 tahun dia masih belum mau salat, anak itu harus disabet dengan lidi.
Orang zaman sekarang bisa berkomentar apapun soal ini. Pelanggaran hak asasi anak-lah, pendidikan psikologi yang buruk untuk anak-lah. Apa saja, terserah mereka. Yang mereka tidak paham adalah, hukuman fisik itu adalah bentuk pelatihan mengekang hawa nafsu.
Anak kita masih kecil. Mereka tidak mengerti seberapa pentingnya salat. Kalau bukan kita orang tuanya yang mendidik hawa nafsunya, lantas siapa yang akan melakukannya?
Pernah ada seorang kenalan saya yang tidak tega mendidik anaknya dengan cara itu. Akhirnya si anak tumbuh hingga dewasa, dengan kebiasaan tidak melaksanakan kewajiban salat. Kebiasaan itu terus berlangsung hingga si anak menikah dan punya anak.
Saya tanya pada anda sekarang, seandainya si ayah tidak salat, apa kira-kira dia akan mengajari anaknya untuk salat?"
Beberapa jamaah menggelengkan kepala pesimis. Itu adalah pertanyaan yang tak perlu dijawab. Sudah jelas, seorang ayah yang tidak melaksanakan salat, kemungkinan besar tak akan mengajari anaknya untuk salat.
Dan hal itu sudah dibuktikan sendiri dalam kehidupan Yoga dan ayahnya. Ah, dia jadi ingat ayahnya lagi. Karena dirinya akan berada di tempat Suluk ini hingga 38 hari ke depan, berarti dia akan melewatkan 5 kali salat Jum'at bersama ayahnya. Sejak pertama kali dia hadir majelis zikir di Jakarta, Yoga selalu mengajak ayahnya salat Jum'at bersamanya dan Gito. Walau awalnya Dana terlihat enggan, tapi karena anak semata wayangnya itu terus membujuknya, akhirnya dia mengalah.
Sudah 3 tahun berlalu sejak itu. Ayahnya memang jadi terbiasa salat Jum'at, tapi entah bagaimana dengan salat wajib Dana di waktu yang lain. Kalau dirinya sudah kembali ke Jakarta nanti, dia berpikir mungkin ada baiknya dia mengingatkan ayahnya untuk mulai merutinkan salat wajib. Ayahnya sudah berumur. Kedua orang tua ayahnya (kakek dan nenek Yoga) sudah tiada. Siapa lagi yang akan mengingatkan ayahnya salat, kalau bukan dirinya?
"Ini sebagai gambaran, bahwa berapa pun usia kita, sifat hawa nafsu pada dasarnya sama. Kekanak-kanakan. Sebab kalau nafsu terbiasa dilepas, dia akan berlaku semaunya.
Dalam Qur'an surat Al Fajr disebutkan :
"Yaaayyatuhannafsul muthmainnah ... irji'i ila rabbiki radhiatanmardhiyah ... fadkhuliy fii ibadii ... wadkhulii jannatii.""Haijiwa yang tenang ... kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puaslagi diridhai ... masuklah ke dalam jemaah hamba-hamba-Ku, danmasuklah ke dalam surga-Ku."(QS al-Fajr 89: 27-30)
"Nafsul muthmainnah bermakna nafsu yang tenang. Jika seseorang mati dalam keadaan nafsul muthmainnah, maka berlaku kalimat berikutnya dalam ayat tersebut. ... irji'i ila rabbiki radhiatan mardhiyah ... fadkhuliy fii ibadii ... wadkhulii jannatii. ... kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai ... masuklah ke dalam jemaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku."
"Orang yang mendapat panggilan mulia ini, hanyalah orang-orang yang berhasil mengontrol hawa nafsu.
Menahan amarah, artinya mengalah. Dan Allah tidak akan membiarkan orang yang mengalah, kalah.
Semoga Allah menolong kita agar bisa menjadi hamba-Nya yang mampu mengendalikan hawa nafsu. Amin Allahuma Amin." (1)
Seluruh jamaah meng-amin-kan do'a beliau. Termasuk Yoga, yang memahami kelemahan dirinya, sangat memerlukan pertolongan Tuhannya untuk mengendalikan dirinya sendiri.
Seperti do'a yang pernah diucapkan oleh Pimpinan Majelis di Jakarta, 'Ya Allah ... selamatkanlah aku dari diriku sendiri'.
.
.
***
Catatan Kaki :
(1) Materi tentang hawa nafsu, adalah bahagian dari pembahasan kitab Riyadushshalihin yang dibawakan oleh Ustadzah Fatimah Jindan
KAMU SEDANG MEMBACA
ANXI (SEDANG REVISI)
SpiritualJika kamu sedang mencari novel Islami/syar'i, mohon maaf kamu salah alamat, zheyenk :) ANXI mungkin bukan untukmu. Coba peruntunganmu di karya saya yang lain : Tirai, Cincin Mata Sembilan (link di bio) ANXI *Untuk Dewasa 21+* Peringkat tertinggi #1...