Bagian 188 (Kegalauan Remaja)

799 133 13
                                    

.

.

Untuk mendapatkan apa yang kamu suka, pertama-tama kamu harus bisa bersabar dengan apa yang kamu benci.

~ Imam Al Ghazali.

.

.

***

4 bulan kemudian ...

Pukul 22.30, Pesantren Darul Ihsan.

Dalam gelap kamar asrama, Yunan adalah satu-satunya anak yang masih terbangun. Tubuhnya berbaring di atas kasur. Tangannya masih menggenggam ponsel. Sinar dari layar ponsel mengenai wajahnya. Sejak tadi, matanya tak lepas dari sebuah nama kontak di aplikasi chat. Arisa.

Foto profil Arisa, sudah sejak lama berganti menjadi foto kucing. Tiap seminggu sekali, foto kucing betina tiga warna yang adalah kucing peliharaan Arissa, di-update dengan posisi berbeda. Dan kali ini, kucing itu tampak sedang sibuk menjilati punggungnya.

Bibir Yunan menyunggingkan senyum. Gadis itu sungguh menuruti permintaannya, untuk tidak lagi memperlihatkan foto dirinya di berbagai media sosial. Karena memang sebaiknya seperti itu. Dan sebagian alasannya adalah, karena keegoisannya. Dia tidak rela jika anak laki-laki yang lain menatap foto Arisa, sekali pun melalui jendela chat.

Yunan menghela napas. Sudah lama sejak dia mengambil keputusan itu. Keputusan untuk tidak lagi berkomunikasi dengan Arisa terlalu sering. Mereka hanya saling berkirim pesan di akhir pekan, dan baru bisa berjumpa beberapa bulan lagi saat Idul Adha.

Percakapan di akhir pekan biasanya hanya berlangsung singkat. Yunan berusaha berhati-hati dengan apa yang ditulisnya. Dan Arisa menangkap itu. Gadis itu juga melakukan hal yang sama. Membalas dengan singkat seperlunya. Hanya sekedar tahu kondisi masing-masing.

Kamu sehat, Yunan?

Iya Alhamdulillah.

Alhamdulillah.

Gimana hapalanmu?

Lancar alhamdulillah.

Alhamdulillah.

......................

Setelah lama tak ada yang berani mengetik, Yunan menulis.

Kamu sehat, Arisa?

Iya aku sehat alhamdulillah.

Dan percakapan menjemukan itu mungkin mampu membuat pasangan remaja kebanyakan zaman sekarang, mati bosan karenannya.

Plek! Tangannya dihempaskan di atas kasur. Matanya memejam.

Komunikasi mereka bisa menjadi kaku seperti ini, karena sebelumnya, dirinya dan Arisa pernah kelepasan mengucapkan kalimat itu. Kalimat yang semestinya tidak diucapkan, karena mampu memberi efek negatif sesudahnya.

Yunan, kapan kamu akan ke sini? Lebaran masih lama sekali. Aku ... aku kangen.

Itu adalah dialog Arisa yang tiba-tiba menghubunginya melalui telepon sekitar sebulan yang lalu. Gadis itu melanggar perjanjian yang sudah mereka buat sendiri. Semestinya tidak ada komunikasi lewat telepon. Semestinya pesan teks pun hanya di akhir pekan. Semestinya ... Tapi malam itu, Arisa sepertinya tak tahan. Suaranya terdengar sedih seperti ingin menangis.

Yunan masih ingat perasaannya setelah mendengar pengakuan rindu itu. Tubuhnya bagai melayang di udara. Seperti efek ekstasi, dan di saat yang sama, menimbulkan rasa ketagihan.

Tak ayal dia terbawa suasana.
Aku juga. Aku rindu padamu.

Saat itu dia menjawab sambil berbisik. Kuatir terdengar orang lain. Itu salah, dia tahu. Dia segera menyesalinya. Esoknya, lusanya, lalu nyaris hingga seminggu setelahnya, Yunan sengaja mematikan ponsel. Sengaja memutus hubungan dengan benda berbahaya itu. Ponsel. Bukan. Bukan bendanya yang berbahaya. Tapi nafsu di dalam dirinya yang ternyata belum juga bisa dia tundukkan.

ANXI (SEDANG REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang