Bagian 196 (Pria Bersetelan Putih)

920 161 78
                                    

.

.

Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.

~ Q.S Al Baqarah : 214.

.

.

***

Yoga dan Mieke sedang berjalan di koridor menuju salah satu ruang meeting. Suasana koridor lengang, sebab para staf sedang sibuk di lantai masing-masing. Masih 1 jam sebelum waktu istirahat. Hanya ada dua atau tiga orang yang turut melintas di sana.

"Pak Smith datang bersama dua stafnya, Pak. Beliau bilang, seorang di antaranya adalah Manajernya, dan yang satu lagi adalah seorang notaris," jelas Mieke pada bosnya.

Yoga tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. "Notaris? Kenapa dia membawa notaris?"

Mieke mengendikkan pundak. "Entahlah Pak."

Suara hentakan hak sepatu Mieke terhenti persis di depan sebuah pintu. "Silakan, Pak Yoga. Mereka menunggu Bapak di dalam," katanya dengan tangan membukakan gagang pintu yang di dinding sampingnya bertuliskan 'Ruang Melati.' Salah satu dari banyak ruang meeting Danadyaksa Corp.

"Terima kasih." Yoga memasuki ruangan, lalu Mieke menutup pintu. Blam.

Mieke mematung beberapa detik, masih dengan tangan menggenggam gagang pintu. Sesungguhnya, dia merasa kepo luar biasa.

Kira-kira, mereka mau apa ya? Orang itu ... Smith. Dia jelas bukan orang sembarangan. Dari gayanya, orang itu seperti akan melancarkan rencana besar.

Perlahan Mieke menempelkan telinganya di permukaan pintu. Tapi sejurus kemudian dia urung melakukannya. Tangannya mengusap dagu. Ekspresi wajahnya menampakkan rasa gemas. Gemas karena rasa ingin tahu yang menyiksa.

Sebel! Enggak boleh! Sebagai sekertaris yang baik dan budiman, aku tidak boleh menguping! Menguping itu tidak baik!

Dia berbalik badan dan berjalan kembali menyusuri koridor dengan gerakan bagai anggota paskibraka.

Ah, nanti juga aku bakal jadi yang pertama kali tahu. Seperti biasa ...

Sepuluh menit yang lalu, resepsionis di lobi lantai dasar menghubunginya.

"Selamat siang Bu Mieke. Ada yang ingin bertemu dengan Pak Yoga. Namanya Pak Smith dari PT Textile International."

Alis Mieke berkerut. Dia tak pernah mendengar nama itu di antara banyak rekanan Danadyaksa Corp., dan belum pernah berurusan dengan perusahaan tekstil.
"Dia belum buat janji sebelumnya kan? Tolong bilang padanya, kalau ingin bertemu Pak Yoga, harus buat janji dulu."

Resepsionis wanita itu berdehem. "Ehm ... anu, Bu. Pak Smith adalah C.E.O PT Textile International. Mungkin ada baiknya Ibu menemui beliau dulu di sini."

Mieke terheran-heran mendengarnya. Resepsionis itu mengucapkan tiga huruf itu dengan penekanan. 'C.E.O.'

"Saya ke bawah dulu. Tolong minta dia untuk menunggu di lobi."

"Baik Bu. Akan saya sampaikan."

Dan begitu Mieke menemui pria yang bernama Smith itu, dia sempat membeku sesaat. Selama ini dipikirnya bos kesayangannya Yoga Pratama adalah laki-laki terganteng sedunia. Tapi ternyata dia salah. Ternyata ...

Begitu tersadar dari lamunannya, Mieke refleks menyodorkan tangan untuk bersalaman. "Maaf menunggu. Saya Mieke, Sekertaris Pak Yoga."

Tapi tak disangkanya, pria itu mendekapkan kedua telapak tangan di depan dada.
"Maafkan saya. Saya tidak bersalaman dengan yang bukan mahram."

ANXI (SEDANG REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang