.
.
Ghibthah adalah keinginan untuk memiliki nikmat yang saudara kita miliki, tapi tidak menginginkan nikmat saudara kita itu berkurang karenanya.
Seorang mukmin melakukan ghibthah sedangkan orang munafik melakukan hasud/iri dengki [Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin]
.
.
***
Orang-orang masih sibuk menggerakkan bibirnya, berzikir mengingat Allah. Yoga ada di antara mereka. Duduk bersila dengan mata terpejam. Namun dia tak sepenuhnya berzikir. Sebab pikirannya masih tertinggal sebagian di kantornya di Jakarta.
Alisnya berkerut. Kecemasan dalam benaknya membuat dadanya bergemuruh.
"Laa hawla wa laa quwwata illa billahil 'aliyyil 'azhiim ... Laa hawla wa laa quwwata illa billahil 'aliyyil 'azhiim ... Laa hawla wa laa quwwata illa billahil 'aliyyil 'azhiim ... "*
* Tiada daya dan tiada kekuatan melainkan dengan izin Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung.
Jarinya menyentuh umbul ujung tasbih, pertanda hitungan zikirnya berakhir. Pria itu menghela napas. Dahinya berkeringat. Dia selalu seperti itu setiap kali berusaha keras untuk fokus, namun gagal.
Perlahan kelopak matanya membuka. Nyaris dia melompat saat melihat di depannya ada seorang pria berpeci putih sedang memelototi dirinya.
"INNALILLAHI!!!"
"HEH!! INI SAYA!" Pria itu memukul bahunya. Yang dipukul sedang menyentuh dada seolah mencegah jantung meloncat karena terkejut.
"Masyaallah, Ustaz Umar! Saya kira apaan! Kenapa duduk di depan saya?? Ngagetin aja!"
Ustaz Umar melipat tangannya dan memberinya tatapan curiga. "Memangnya muka saya mirip setan? Kaget kok sampe segitunya? Saya samperin kamu, soalnya saya perhatikan, ekspresi mukamu kok seperti bukan berzikir. Seperti --"
"Se-seperti apa?" Yoga menelan ludah. Seolah khawatir isi kepalanya yang sedang semrawut terbaca oleh pria di hadapannya.
"Seperti orang yang mau ditagih hutang sama renternir, dan gak tau mau bayar pakai apa." Jawaban itu membuat wajah Yoga berubah kesal.
Tiba-tiba Syeikh Abdullah memasuki masjid. Beberapa orang yang tadinya dalam posisi duduk bersila, segera berdiri dan berebut mencium tangan beliau.
Ustaz Umar dan Yoga menyadari kehadiran beliau dan segera ikut dalam antrian cium tangan. Beberapa peserta yang dari gazebo ikut bergabung di dalam masjid. Setelah menyalami semua orang, Syeikh Abdullah memberi isyarat agar semua orang duduk bersila di atas karpet. Para Ustaz sudah duduk mengapit Syeikh di depan.
Yoga berbisik pada Rizky yang sudah duduk di sampingnya, "ini kita mau ngapain, ya?"
"Bai'at. Cuma untuk peserta baru aja. Yang peserta lama cuma duduk aja jadi saksi."
"Ooh." Yoga memang pernah mendengar kalau tarekat tertentu ada prosesi bai'at yang bisa diartikan sebagai sumpah setia. Bai'at itu sendiri ada dua jenis. Bai'at dengan jabat tangan dan bai'at dengan hati. Dahulu para sahabat juga berbai'at pada Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam.
Syeikh meminta tujuh orang peserta baru untuk duduk di depan beliau. Mereka duduk merapat. Yoga duduk persis di depan beliau. Sebagai efeknya, yang akan menerima jabat tangan dari beliau adalah dia. Sekejap bayangan kilas balik panjang yang menyesakkan saat kunjungan pertamanya ke ruangan beliau, menyeruak di ingatan. Membuatnya nampak ragu untuk menjabat tangan beliau.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANXI (SEDANG REVISI)
SpiritualJika kamu sedang mencari novel Islami/syar'i, mohon maaf kamu salah alamat, zheyenk :) ANXI mungkin bukan untukmu. Coba peruntunganmu di karya saya yang lain : Tirai, Cincin Mata Sembilan (link di bio) ANXI *Untuk Dewasa 21+* Peringkat tertinggi #1...