Bagian 20 (Catatan Gito)

1.5K 68 0
                                    

.

.

TUAN MUDA???

Sebentar. Ini bukan syuting film telenovela, 'kan?

.

.

***

Di tahun ketigaku di bangku SD, aku mengenal Yoga sebagai teman sekelas, tapi saat itu aku tidak dekat dengannya.

Aku hanya tahu dia anak yang terlihat angkuh dari luar. Secara fisik, dia sangat mencolok. Alisnya tebal, tatapan matanya lembut, hidungnya agak mancung, dan rambutnya hitam lurus, saat itu rambutnya belum terlalu panjang, tapi tetap lebih gondrong dibandingkan anak laki-laki lainnya. Walau samar, tapi aku masih bisa mengenali bahwa dia memiliki garis keturunan blasteran bule.

Yoga bersekolah di sekolah umum, padahal dia bukan anak biasa. Ayahnya adalah seorang pebisnis kaya raya. Di kemudian hari setelah aku menjadi temannya, akhirnya aku tahu, kalau keputusan itu adalah karena andil Ibunya, Claire Dharmawangsa, seorang wanita blasteran Brazil-Jawa. Ibunya tidak menginginkan Yoga bergaul hanya dengan sesama anak-anak orang kaya.

Yoga sangat populer di kalangan anak-anak perempuan. Dan beberapa anak laki-laki di kelas, juga sering nongkrong dengannya. Kadang aku juga mengobrol dengan dia, tapi aku berusaha menjaga jarak. Aku tidak mau dia berpikir aku 'memanfaatkan' fasilitas kekayaannya. Karena, ada beberapa anak yang entah sadar atau tidak, melakukan itu padanya.

Hubunganku dan Yoga berubah, saat suatu hari aku melihat dia dipalak oleh tiga orang anak SMP di sebuah gang kecil dekat gedung sekolah.

Aku sudah curiga saat melewati gang kecil itu. Terdengar suara orang mengancam.

"JANGAN TERIAK!!"

Suara itu membuat langkahku terhenti dan aku bersembunyi di belakang dinding. Aku mengintip, dan yang kulihat adalah punggung tiga orang anak laki-laki berseragam SMP, sedang mengelilingi seseorang, tapi dari sudut pandangku, aku tak bisa melihat siapa orang yang sedang dikerumuni itu.

"HMMFFF!" teriak anak yang di tengah-tengah itu tertahan, sepertinya mulutnya dibungkam.

"Kamu yakin ini anaknya?" tanya salah satu dari mereka bertiga.

"Iya. Yakin! Ini anak yang selalu diantar jemput mobil mewah!"

Salah satu dari mereka mencengkeram kerah anak yang dikelilinginya. "Kamu pasti bawa duit banyak, 'kan, di dompetmu?" desaknya.

"Aku gak bawa apa-apa. Kalo gak percaya, periksa aja tasku," jawab anak laki-laki yang sedang dipalak.

Mataku mengerjap. Suara tenang dan angkuh itu kukenali. Dia Yoga!

"PERIKSA TASNYA!" perintah seseorang pada kedua komplotannya. Mereka sibuk merogoh dan mengeluarkan seisi tas. Buku-buku, alat tulis, kotak bekal, botol minuman, buah apel.

"HAH!! Dia beneran gak bawa dompet sama sekali!" seru salah satu dari mereka.

Aku melihat perlahan tangan Yoga menyusup masuk ke kantung celananya. Dia mengeluarkan ponsel dan baru saja akan menekan sebuah tombol, tapi lalu pergelangan tangannya ditahan oleh anak di hadapannya.

"Apa ini? Kamu mau pencet tombol apa itu? Mau coba-coba panggil orang kemari, hah?" tantang salah satu anak SMP.

Ponsel itu dilempar ke dinding dan jatuh tercerai berai ke lantai.

Seseorang memukul pipi Yoga. Aku refleks keluar dari persembunyianku.

"HEYY!! PREMAN! Beraninya keroyokan lawan anak SD!!" jeritku.

ANXI (SEDANG REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang