.
.
Seperti itulah yang kurasakan saat itu.
The bell is ringing.
Dan aku segera tahu, kalau dia adalah orangnya.
.
.
***
Tujuh tahun sebelum reuni ...
Aku tak percaya ini. Sudah dua tahun sejak aku putus dengan Yoga. Kenapa ini masih terjadi?
Aku memperhatikan tempat sampah di dekat kasur yang penuh dengan gumpalan tisu. Entah sudah berapa lembar tisu kuhabiskan untuk menghapus air mata. Untuk apa ini semua? Untuk siapa?
Biasanya kesibukanku membuatku tak sempat memikirkan yang lain selain tugas kuliah. Tapi menjelang akhir pekan ini, tugas sudah selesai kukerjakan, tak ada kerja kelompok, dan tak biasanya, tak ada ajakan jalan dari Esti. Biasanya dia mengajakku makan di luar kampus atau ke mall.
Setelah lama aku tak memikirkan Yoga, hari ini aku kembali menangis karenanya. Dan setiap aku mengingatnya, aku akan membuka sebuah folder di ponselku. Folder itu kuberi nama AKUNTANSI untuk samaran, tapi isinya sebenarnya adalah dua buah foto kenanganku dengan Yoga. Satu foto adalah foto Yoga yang kuambil secara diam-diam di kedai kopi saat kami dulu jalan bersama. Foto kedua adalah foto kami berdua yang sedang duduk di bangku kayu, di pelataran Kota Tua, saat kami sedang kencan. Itu adalah kencan kami yang paling indah. Langit hari itu berwarna biru cerah, dan kami berdua terlihat sangat bahagia di foto itu.
Setiap kali melihat foto itu, tangisku makin menjadi. Aku merasa seperti orang bodoh, seperti sedang menyiksa diriku sendiri.
Jariku menekan tombol Contact di ponsel. Muncul banyak daftar nama di sana. Aku mencari sebuah nama : Yoga. Iya, aku masih menyimpan nomornya. Setelah putus dengannya, aku sempat mengganti nomorku dengan yang baru, tapi aku tak pernah menghapus nomor ponsel Yoga. Aku tak pernah bisa melakukannya.
Aku merebahkan tubuhku di kasur kamar kosku. Mataku menatap kosong deretan kombinasi angka di layar. Kombinasi angka yang sudah kuhapal di luar kepala.
Kupejamkan mata. Sekarang kondisiku sudah lebih baik sebenarnya. Aku masih ingat enam bulan pertama setelah putus dengan Yoga, aku seperti orang linglung. Pernah suatu siang saat aku berdiri di bus kampus, seorang mahasiswa naik ke dalam bus. Aku tak begitu memperhatikan penampilan laki-laki itu, tapi saat dia melewatiku, aku bisa mencium aroma yang persis sama seperti parfum Yoga. Persis sama! Woody bercampur citrus. Aku berjalan menghampiri laki-laki itu. Dari belakang kulihat rambutnya panjang, dan tubuhnya tinggi, mirip proporsi badan Yoga. Aku memanggilnya, "Yoga!", sambil kutarik tangannya. Ternyata, orang itu bukan dia. Bukan Yoga.
Enam bulan pertama lebih gila dari sekarang. Jadi kupikir, aku mungkin sedang dalam proses melupakan dia. Hanya saja, berapa lama lagi sampai akhirnya aku benar-benar bisa melupakannya?
Setahun setelah putus dengan Yoga, Esti mengenalkanku dengan seorang mahasiswa teman satu jurusannya. Namanya Rhino. Dia laki-laki yang baik dan sopan. Walaupun aku tidak pernah curhat dengan Esti mengenai kesulitanku move on dari Yoga, tapi Esti seperti tahu apa yang sedang kupikirkan.
Tersentuh dengan niat baik Esti, dan karena kulihat Rhino adalah laki-laki yang baik, aku akhirnya sempat jadian dengannya. Tapi kami hanya bertahan enam bulan. Aku merasa ada yang salah dalam hubungan kami. Seperti seharusnya aku tidak bersama dia. Aneh sekali. Aku tak sanggup berpura-pura cinta padanya, dan akhirnya aku memutuskan hubungan dengan Rhino.
Setelah dengan Rhino, beberapa laki-laki di fakultasku berusaha mendekatiku, tapi aku menjaga jarak dengan mereka. Aku tidak mau kejadian dengan Rhino terulang kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANXI (SEDANG REVISI)
SpiritualJika kamu sedang mencari novel Islami/syar'i, mohon maaf kamu salah alamat, zheyenk :) ANXI mungkin bukan untukmu. Coba peruntunganmu di karya saya yang lain : Tirai, Cincin Mata Sembilan (link di bio) ANXI *Untuk Dewasa 21+* Peringkat tertinggi #1...