.
.
Fitrah semua manusia pada dasarnya adalah beriman kepada Tuhan.
Itu sebabnya, ketika seseorang melenceng dari fitrahnya, hatinya akan menyadari akan kesalahan itu.
Bahwa dia telah mengingkari Tuhannya.
.
.
***
Pukul 16.15, Minggu sore.
Sepulang dari menghadiri undangan milad Ilyasa di rumah Pak Muchlis, pikiran itu terus mengusiknya. Pikiran untuk memiliki anak. Sesuatu yang tadinya tidak pernah terlintas di pikirannya. Setidaknya, tidak sampai seperti sekarang ini.
Bayangkan : YOGA PRATAMA YANG TELAH MENJOMLO SEKIAN PULUH TAHUN LAMANYA, TIBA-TIBA INGIN MEMILIKI ANAK!
"ANAK???" Pekikan keras itu diteriakkan oleh Gito sembari berdiri dari kursi makan sebuah kafe teras.
Pasalnya, begitu tiba di rumah setelah menemui Ilyasa, hati Yoga gelisah. Dia perlu mengungkapkan kegelisahan ini. Tak sanggup menampungnya sendirian. Dan manusia 'tempat penampungan' terbaiknya adalah Gito. Siapa lagi?
Yoga menempelkan jari telunjuk di bibirnya. "Psst!! Tidak perlu lebay begitu! Duduk dan jangan berteriak!"
Kedua mata Gito masih melotot sempurna. Dia perlahan kembali duduk di kursinya. Pelanggan kafe teras lainnya yang tadinya memperhatikan, lama-kelamaan sibuk mengobrol kembali.
Masih dengan mata terbelalak, Gito bertanya dengan hati-hati. "Apa kamu bilang tadi, Yoga? Kamu mau punya anak?"
Temannya yang aneh itu mengangguk dengan tatapan hangat. "Iya. Setelah bertemu anak seorang stafku di kantor, aku mendadak ingin sekali punya anak. Aku belum pernah seperti ini sebelumnya. "
Mulut Gito ternganga. "T-tunggu dulu, Yoga. Sepertinya kamu 'melompat.' Seharusnya, urutannya adalah, kamu seharusnya 'mau punya istri' dulu, baru 'mau punya anak.' Kalau belum punya istri, bagaimana bisa ... "
Belum sempat Gito menuntaskan kalimatnya, Yoga berkata sambil bertopang dagu, "Hh ... kamu harus lihat anak itu. Dia manis sekali! Dia seperti ... kucingku, Erika."
Rahang Gito kembali terbuka otomatis. "Hehhh?? Kamu menyamakan dia dengan kucingmu? Lagipula, bukannya kamu bilang anak itu laki-laki? Kenapa laki-laki manis? Ah kepalaku pusing!"
Yoga tampak seperti orang mabuk. Matanya menerawang penuh kasih sayang. Jelas apapun yang dikatakan Gito, dia tak akan mendengarkannya.
Tangan Gito mengguncang pundak Yoga. "Hey Yoga! Dengar!"
Yoga tersadar dari lamunannya. Menemukan Gito yang sedang menatap matanya lurus. "Yoga, itu artinya, kamu mau punya istri kan? Nah ... kalau begitu, aku ikut senang. Aku akan membantumu. Tapi kamu harus janji. Kali ini kamu harus serius. Ada teman kantorku yang masih single. Ada yang belum pernah menikah, dan ada yang janda satu anak. Kalau kamu berminat, aku akan cari foto mereka. Supaya kamu bisa bandingkan."
Yoga memicingkan mata. "To, kamu terdengar seperti biro jodoh."
"Ah diamlah. Demi kamu aku rela jadi agen biro jodoh. Kamu mau atau tidak? Cepat jawab!"
Alis Yoga berkerut. " ... ah. Sebentar. Apa benar aku harus menikah? Apa ada caranya supaya aku bisa punya anak tanpa menikah?"
Pertanyaan itu membuat Gito naik pitam. "JANGAN PUNYA PIKIRAN ANEH-ANEH!! ATAU KAMU PIKIR ANAK BISA LAHIR DARI BUAH PERSIK??"
KAMU SEDANG MEMBACA
ANXI (SEDANG REVISI)
EspiritualJika kamu sedang mencari novel Islami/syar'i, mohon maaf kamu salah alamat, zheyenk :) ANXI mungkin bukan untukmu. Coba peruntunganmu di karya saya yang lain : Tirai, Cincin Mata Sembilan (link di bio) ANXI *Untuk Dewasa 21+* Peringkat tertinggi #1...