Bagian 195 (Hari Pasrah Sedunia)

864 144 66
                                    

.

.

Dan bertawakkallah kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pemelihara.

~ Q.S Al Ahzab : 3.

.

.

***

Kediaman Danadyaksa, pukul 03.00 dini hari ...

Suasana kamar itu hening dan redup. Lampu di langit-langit seperti biasa dimatikan. Penerangan hanya berasal dari lampu meja yang berwarna kekuningan.

Seekor kucing putih bernama Erika sedang tidur melingkar di atas kasur. Sementara Yoga sedang berlama-lama dalam sujud terakhir tahajjudnya.

"Allahu akbar," dia duduk tahiyyat akhir. Tak lama menolehkan kepala untuk salam. Mengusap wajah dan mulai memutar biji tasbih. Setelah amalan zikir hariannya usai, dia membaca do'a fajar dan menutupnya dengan 'amin.'

Tok! tok! Pintunya diketuk dua kali. "Permisi Tuan Muda. Makan sahur sudah siap." Suara Bastian.

"Ya Bastian. Terima kasih." Dia melipat sajadah dan sarungnya. Meletakkannya di atas kasur.

Bulan berganti. Kini mereka sudah memasuki puasa Ramadhan. Hari ini akan menjadi hari yang menegangkan bagi Yoga. Karena kemungkinan besar dia akan dengan terpaksa menandatangani surat utang pada Bank. Sejujurnya dia membenci situasi ini, tapi dia telah mengambil keputusan. Dan bersama keputusan, ada konsekuensi. Dia hanya sedang menjalankan konsekuensi dari keputusannya. Dan dia tidak menyesal.

Dana sudah duduk di kursi makan. Melihat putranya muncul dari koridor kamar ke ruang makan. Yoga tersenyum padanya. Untuk beberapa detik dia terpana. Entah sejak kapan wajah putranya jadi lebih bercahaya seperti ini.

Yoga menggeser sedikit kursinya dan duduk di seberang Ayahnya. Memulai dengan do'a, lalu makan sahur bersama.

Televisi dibiarkan menyala dengan suara kecil. Agaknya Ayahnya baru saja menonton TV demi menahan rasa kantuk. Layar sedang menampakkan iklan sirup, lalu iklan obat maag. Semua artisnya di bulan ini mendadak mengenakan pakaian tertutup dan sopan.

"Yah, nanti salat Subuh jamaah di masjid yuk," ajaknya sambil tersenyum.

Dana menjawab singkat, "Hmm." Yoga merasa geli melihatnya. 'Hmm' versi Danadyaksa berarti, 'Iya, iya cerewet.' Makna lainnya adalah, jika tidak diajak, kemungkinan dia malas. Tapi Yoga bertekad akan terus membiasakan kebiasaan-kebiasaan baik ini pada Ayahnya. Hingga entah kapan, dia berharap Ayahnya memiliki keinginan itu sendiri, lahir dari hatinya.

"Malam ini kamu enggak lembur lagi kan?" tanya Ayahnya curiga.

"Enggak dong. Aku kan mau pulang cepat, supaya kita bisa salat tarawih bareng," Yoga menjawab dengan senyum sumringah.

Kata 'salat tarawih' membuat wajah Dana pucat. "Tarawih di masjid dekat sini?"

"Iya," jawabnya sambil mengangguk mantap. Nanti malam kemungkinan akan menjadi salat tarawih pertamanya. Karena sejak puasa dimulai beberapa hari yang lalu, dirinya tak sempat salat tarawih. Tertahan dengan urusan di kantor. Dan hari ini, tak ada lagi yang urgent. Semua ikhtiar dunia dan akhirat telah dibuatnya. Hari ini adalah 'hari pasrah sedunia.'

Dana mencondongkan tubuh ke arahnya. "Yoga, di masjid itu tarawihnya 23 rakaat. Bagaimana kalau kita cari masjid lain saja yang 11 rakaat? Nanti Ayah cari info dulu. Kalau bisa yang suratnya pendek-pendek saja. Biar enggak capek, ya kan?"

Cara bicaranya yang setengah berbisik membuat Yoga ingin tertawa melihatnya. "Ayah kecape'an kalau 23 rakaat? Kaki Ayah sakit?"

Kening Dana berkerut. "Enggak juga sih. Biasa saja. Tapi 23 rakaat buat Ayah kebanyakan."

ANXI (SEDANG REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang