.
.
"Kalau kita dekat dengan seseorang, hanya ada dua kemungkinan. Kita yang mempengaruhi mereka, atau mereka yang mempengaruhi kita."
.
.
***
Lampu kamar sudah dimatikan. Penerangan hanya dari cahaya redup lampu malam berwarna kekuningan temaram. Sudah lewat tengah malam, dan Farhan belum bisa tidur. Dia masih memikirkan percakapannya dengan Yunan di mobil, saat mereka pulang dari rumah lama Yunan.
Erika menyadari ada yang tidak biasa dengan suaminya. Dia memutar tubuhnya hingga menghadap Farhan. "Kamu belum tidur, sayang?"
Farhan tersenyum lembut padanya. "Belum. Aku belum bisa tidur. Mungkin sebentar lagi. Kamu tidur aja, sayang," jawabnya seraya mengelus rambut Erika.
"Ada apa?" tanya Erika khawatir, menyadari ada yang tidak beres dengan kemurungan suaminya.
Farhan menghela napas. "Gak ada apa-apa. Aku cuma --" Farhan diam sesaat. Erika nampak semakin cemas. Apa ada hal buruk terjadi?
Melihat istrinya khawatir, Farhan jadi merasa bersalah. Dia mencubit pipi istrinya pelan. "Gak ada apa-apa, kok. Jangan khawatir. Aku cuma lagi mikirin Yunan."
"Yunan? Yunan kenapa?" tanya Erika lagi.
"Belakangan ini, aku lebih dekat dengan dia, karena aku sering mengantarnya ke sekolah dan ke rumah lamanya," kata Farhan memulai penjelasannya.
Erika mengangguk. "Iya aku tahu. Aku memang sengaja biarin kalian sering jalan bareng."
Farhan tersenyum menyelidik. "Kamu sengaja ya, gak pernah mau ikut setiap kali aku dan Yunan ngajakin kamu?"
Erika tertawa pelan. "Iya aku sengaja. Biar kalian lebih akrab. Kalo sesama laki-laki 'kan beda. Dia bisa nanya macem-macem ke kamu."
Mereka terdiam sesaat. Farhan kembali menggali memorinya saat mengobrol dengan Yunan di mobil.
Erika nampak penasaran. "Trus? Emang Yunan kenapa?"
Farhan nampak lebih serius. "Yunan bukan anak biasa. Kamu tahu itu, 'kan?"
"Iya aku tahu. Aku tahu sejak awal aku ketemu dia di panti," jawab Erika tersenyum mengenang pertemuannya dengan Yunan. "Aku merasa bersyukur. Tuhan sungguh baik mengizinkan kita menjadi orang tua angkatnya. Ya 'kan, sayang?"
Farhan tersenyum dan mengecup kening Erika dengan lembut. "Iya. Aku juga. Aku merasa terharu. Dititipkan anak seperti dia, adalah sebuah kehormatan untuk kita."
Air muka Farhan kembali serius. "Erika, kita harus jaga dia baik-baik. Aku merasa, karena dia bukan anak biasa, mungkin kelak dia akan jadi seseorang yang tidak biasa. Orang besar. Orang yang penting untuk umat muslim."
Mata Erika perlahan melebar. "Orang besar?" gumam Erika mengulang dalam hati, apa yang dikatakan Farhan barusan. Orang yang penting untuk umat muslim? Erika penasaran, apa yang sudah Farhan alami bersama Yunan selama mereka pergi bersama?
Farhan menatap lurus ke mata Erika. "Erika, berjanjilah. Apapun yang terjadi, kita harus mendukung dia dengan segala yang kita punya, supaya dia kelak bisa jadi guru agama."
Erika menelan ludah. Menyadari kalau beban percakapan ini terasa berat. Dia membalas tatapan suaminya dengan kesungguhan. "Iya. Aku janji. Insyaallah, kita akan mengusahakan supaya Yunan suatu saat bisa jadi guru agama."
Farhan tersenyum. Dia memeluk istrinya dan memejam. Allah mendengar percakapan mereka ini, pasti. Farhan berharap Allah rida dan memudahkan niat baik mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANXI (SEDANG REVISI)
EspiritualJika kamu sedang mencari novel Islami/syar'i, mohon maaf kamu salah alamat, zheyenk :) ANXI mungkin bukan untukmu. Coba peruntunganmu di karya saya yang lain : Tirai, Cincin Mata Sembilan (link di bio) ANXI *Untuk Dewasa 21+* Peringkat tertinggi #1...