Bagian 192 (Hadrah)

909 145 22
                                    

.

.

Hadrah berarti hadir.

Ketika hati kita hadir menyebut asma Allah SWT, maka berarti kita telah memasuki Hadratillah. Kalau hati kita tidak hadir, maka kita takkan bisa memasukinya.

Sesungguhnya orang-orang yang bisa menghadiri Hadrah Basaudan telah mendapatkan undangan khusus dari Allah SWT.

Allah SWT telah mengundang mereka dengan menggerakkan hati mereka untuk menikmati jamuan-Nya. Kita tentunya akan mengundang orang-orang dekat kita secara khusus bila hendak mengadakan jamuan istimewa.

~ Habib Muhammad bin Ali Masyhur

.

.

***

Sabtu malam, kediaman Farhan Akhtar dan Erika ...

Sepasang matanya perlahan terbuka. Yunan menemukan dirinya sedang duduk bersila di sebuah tempat asing yang udaranya dipenuhi dengan kabut.

Ia terdiam sesaat. Berusaha memahami, bagaimana dia bisa ada di tempat ini? Dia ingat sekarang. Hal terakhir yang dilakukannya adalah rebahan di atas tempat tidur dan mulai membaca do'a. Berarti, ini adalah alam mimpi.

Dia masih duduk di sana. Tak bergerak. Entah bagaimana, dia merasa dirinya seharusnya tetap berada di sana. Tak berpindah ke mana pun.

Tak lama kabut putih menipis. Menyadari bahwa sesosok manusia sedang duduk bersila di hadapannya, membuatnya terkejut. Matanya membulat menatap seorang kakek berjanggut putih dengan jubah putih. Orang di hadapannya ini bagai bersinar.

Bibir Yunan bergetar. Dia mengenali kakek tua ini. Orang ini adalah orang yang sama yang muncul dalam mimpinya saat dulu dia mengalami demam tinggi yang aneh!

Kelopak mata pria itu yang tadinya tertutup, perlahan terbuka. Kini jendela jiwa keduanya saling menatap. Jantung Yunan seketika berdetak lebih kencang. Darahnya mengalir deras. Ada sesuatu pada pria ini, yang membuatnya merasa mereka seolah adalah cerminan satu sama lain.

Kakek tua itu tersenyum lembut padanya. Matanya berbinar. Tampak bahwa dia juga sama bahagianya dengan pertemuan mereka. 

"Assalamualaikum, Yunan."

Sebuah salam yang hangat seolah menembus tepat ke relung hatinya. Refleks Yunan membungkukkan tubuh dan mencium punggung tangan pria itu. Kulit tangannya terasa lembut. Dia mengenali rasa ini. Nostalgia yang begitu kental. Di masa lalu yang sangat sangat lama, mereka dahulu sepertinya pernah dekat.

"Wa alaikum salam, Syeikh ... ." Entah dorongan dari mana, tapi dia merasa harus memanggilnya dengan panggilan itu. Syeikh.

Air matanya menitik dan mengalir ke pipi. Menetes ke tangan Syeikh. Dia merasa salam penghormatan itu kurang. Yunan membalik tangan kakek itu dan mencium telapak tangannya dua kali, dengan rasa cinta yang belum pernah dirasakannya. Wangi kayu gaharu tercium lembut dari tubuh dan tangan Syeikh.

Sebuah usapan di kepalanya membuat rasa cintanya bertambah. Yunan menempelkan tangan Syeikh di pipinya. Air mata masih mengalir di wajahnya seolah tak mau berhenti.

"Aku rindu ... Syeikh." Hanya itu yang sanggup diucapnya. Syeikh menatap remaja di hadapannya dengan penuh kelembutan. Setelah beberapa saat, Yunan melepas tangannya.

"Ayo kita mulai prosesinya. Ini sudah saatnya," Syeikh berkata dengan intonasi tenang dan tegas.

Yunan tampak heran. "Prosesi ... ?"

ANXI (SEDANG REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang