.
.
Aku bisa merasakannya. Waktu kami hampir habis.
.
.
***
Siang itu aku makan berdua saja dengan Yoga di kantin.
Yoga kelihatannya sedang senang hari ini. Dia membawa sebuah majalah fashion punya teman sekelasnya. Dengan penuh semangat menunjukkan model baju yang katanya akan dia belikan untuk aku pakai di malam prom.
"Kamu tau, Erika? Sebenarnya, aku gak pernah nyaman pergi ke pesta-pesta semacam itu, tapi kalau perginya sama kamu, aku seneng-seneng aja, sih," katanya tertawa.
Aku tersenyum mengamati caranya tertawa. Dia kelihatan keren apapun yang dilakukannya. Fotogenik. Pantas saja kalau dia kerap kali didekati modelling agency tiap kali kami jalan-jalan ke mall.
Dia menunjukkan halaman majalah bergambar seorang model mengenakan gaun cantik yang di pinggirannya bermotif bunga merah muda. Warna dasarnya peach muda yang berubah warna jika bergerak terkena cahaya, terlihat ada gradasi dari gelap ke terang.
"Coba lihat ini Erika. Apa kamu suka?" tanya Yoga antusias.
Aku mengangguk. "Iya. Cantik sekali," jawabku tersenyum.
"Kalo gitu, aku akan belikan yang ini buat kamu," putus Yoga senang.
"Aku gak enak, Yoga. Kamu jangan beliin aku barang-barang mahal," kataku.
"Enggak apa-apa, sayang. Aku pengin kasih buat kamu. Harganya gak seberapa kok," ujar Yoga, yang mana itu dusta tentunya. Dijamin harga gaun itu selangit. Tapi mungkin untuk Tuan Muda Yoga memang tak seberapa.
Yoga masih terus bicara dengan mata berbinar bahagia. Katanya dia akan pakai tuksedo hitam saja. Kupikir tak jadi masalah dia pakai apa. Semuanya terlihat bagus kalau dia yang pakai.
"Terus, untuk sepatu, kamu pilih aja di antara yang ini, ya. Nanti aku cariin barangnya. Pokoknya kamu udah tinggal pakai aja, deh," kata Yoga dengan semangat berapi-api.
Aku melihat halaman yang dia tunjukkan padaku, dan memilih salah satunya dengan cepat. "Yang ini bagus," ucapku memutuskan.
"Oke. Rencananya, minggu depan aku akan belanja. Kamu mau ikut, sayang?" tanya Yoga.
Aku mengangguk. Tak bisa menahan diri dari tersenyum geli melihat Yoga semangat empat lima. Lucu sekali dia. Seharusnya yang semangat belanja 'kan perempuan. Atau mungkin aku yang aneh?
Mataku tidak lepas dari gerak-geriknya. Tiba-tiba aku teringat lagi rasa tidak nyamanku seminggu terakhir ini. Aku tak percaya rasanya, bagaimana mungkin Yoga yang ini dan Yoga yang 'itu' adalah orang yang sama? TIDAK MUNGKIN!!
Tanpa sadar air mataku mengambang.
Aku berusaha keras membuang pikiran itu. Tapi setiap kali aku teringat kejadian-kejadian yang membuatku tidak nyaman, pikiran itu muncul kembali. TIDAK!! BAGAIMANA MUNGKIN AKU BERPIKIR INGIN PUTUS DENGANNYA???
Tanganku menyentuh pipi Yoga. Yoga terkejut dan berhenti bicara. Mata kami bertatapan.
Kenapa? Kenapa harus kamu, Yoga? Dari sekian banyak orang, kenapa harus kamu yang --
Yoga terlihat malu karena aku tiba-tiba menyentuh pipinya. Tangannya menggenggam tanganku. "Sayang? Ada apa?" tanya Yoga dengan suara lembut.
Air mataku akhirnya tumpah, saat menatapnya dengan seluruh kasih sayang yang kumiliki.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANXI (SEDANG REVISI)
SpiritualJika kamu sedang mencari novel Islami/syar'i, mohon maaf kamu salah alamat, zheyenk :) ANXI mungkin bukan untukmu. Coba peruntunganmu di karya saya yang lain : Tirai, Cincin Mata Sembilan (link di bio) ANXI *Untuk Dewasa 21+* Peringkat tertinggi #1...