Bagian 59 (Pengakuan)

1.3K 72 17
                                    

.

.

"Kamu sudah ingat suaraku? Atau kita perlu kenalan lagi, Yoga Pratama?"

.

.

***

Pintu kaca otomatis terbuka. Dua orang pelayan di sisi kanan dan kiri, membungkukkan tubuh mereka. "Selamat datang," sapa mereka sopan.

Yoga memasuki restoran mewah yang interiornya bernuansa renaissance. Kursi-kursi empuk sewarna emas, berlapis kain dengan motif tanaman jalar, berpadu dengan lampu-lampu gantung kristal. Lantunan musik seriosa menyempurnakan suasana.

Namun dengan kesemuanya itu, Yoga sama sekali tidak terkesan. Dia sedang tidak mood untuk menikmati hal-hal printilan semacam itu. Itu karena, waktu istirahatnya yang berharga harus diganti dengan kehadirannya di tempat ini. Sebuah restoran mewah yang jarak tempuh normal dari kantornya semestinya sekitar setengah jam, tapi Yoga menyetir sendiri dan terjebak macet sejam di jalan.

Semuanya dimulai dari sebuah telepon masuk ke ponselnya, tepatnya di jam makan siang. Telepon itu dari sebuah nomor yang tidak terdaftar di contact list-nya. Yoga sempat mengabaikannya, dan membiarkan nada getar terus beradu dengan permukaan meja makan di sebuah ruangan lounge eksekutif.

DRRTT!! DRRRTT!! DRRTTT!!

Yoga berharap, siapa pun itu yang meneleponnya, lama-kelamaan akan menyerah. Dia melanjutkan prosesi makannya dengan anggun. Tapi tidak untuk waktu yang lama. Setelah  semenit penuh ponselnya bergetar, Yoga menelan sisa makanan di mulutnya, buru-buru menyeka bibirnya dengan sapu tangan putih, lalu dengan gerakan kasar, menyambar ponsel itu dengan tangannya.

"UURRGGH!!! SIAPA SIHH??" bentaknya geram.

Dia menekan sebuah tombol di tengah keyboard, dan menjawab telepon dengan kesal,  "ASSALAMUALAIKUM!!! DENGAN SIAPA INI??"

Sang penelepon terdengar tidak heran mendengar respon galak darinya. Yang menghubunginya ternyata adalah seorang wanita.

"Wa alaikum salam. Wah wah. Tuan muda Yoga sedang emosi rupanya? Emang ada ya orang yang ngucapin 'Assalamualaikum' sambil marah kayak gitu? Hi hi," ujar sang penelepon.

Yoga terdiam. Suara ini sepertinya familiar di telinganya.

Karena Yoga tidak merespon, wanita itu kembali bicara. "Kamu sudah ingat suaraku? Atau kita perlu kenalan lagi, Yoga Pratama?"

Mata Yoga terbuka lebar. Dia ingat suara siapa ini. Aurelia! "KAMU WANITA IBLIS BERMUKA DUA!!"

Teriakan Yoga membuat beberapa direksi perusahaan menoleh ke arahnya. Yoga segera menyadari kecerobohannya. Dia menutup bibirnya dan berjalan keluar dari lounge yang khusus diperuntukkan bagi level eksekutif di perusahaan.

Sementara Aurelia terdengar tidak rela dengan sebutan yang baru didengarnya. "APA KAMU BILANG?? IBLIS BERMUKA DUA?? Trus kamu pikir kamu siapa? Malaikat, gitu? Ciss. Jangan bikin aku ketawa."

Yoga sudah di koridor di luar lounge. "Sudah enam bulan sejak terakhir kita ketemu. Apa maumu, Aurelia?" tukas Yoga ketus.

"Aku mau ketemuan denganmu malam ini di sebuah restoran. Detail tempatnya akan kukirim via chat."

Yoga berpikir hingga alisnya berkerut. "Sebentar. Kamu tahu nomorku dari siapa?"

"Ya dari ayahmu, lah! Dari siapa lagi? Aku dapat nomor ayahmu dari ayahku. Saat aku menelepon ayahmu, beliau terdengar bahagiaaa sekali. Setelah ayahmu memberikan nomormu padaku, katanya aku bisa meneleponmu kapan saja aku mau. 'Anggap saja Yoga calon suamimu'. Begitu katanya. HA HA HA!!"

ANXI (SEDANG REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang