Bagian 55 (Life Goes On)

1.2K 74 16
                                    

.

.

"Aku mengerti perasaanmu, tapi, bersenang-senang dengan apa yang kamu sebut dengan 'pelarian' itu, tidak akan bisa memberimu ketenangan.

Itu hanya akan menenggelamkanmu dengan cara yang lain."

.

.

***

Tatapan Yoga mulai nampak galak seolah taring muncul dari bibirnya. Tangannya mengepal dengan sendirinya. Dia berusaha mengatur napas, menjaga emosi.

Astaghfirullah. Aku gak boleh marah. Gak boleh. Jangan terpancing dengan wanita iblis bermuka dua ini.

Tanpa sepatah kata pun, Yoga meninggalkan balkon dan masuk ke ruangan pesta. Tak lama, dia muncul ke balkon bersama seorang staf gedung yang berseragam kemeja putih dan rompi hitam. Staf itulah yang mengangkat kursi.

"Saya taruh di mana, Pak?" tanya pria muda berusia awal 20-an tahun itu.

Yoga menunjuk pojok kiri balkon. "Letakkan saja di situ."

"Baik, Pak." Dia menurunkan kursi yang diangkatnya dengan hati-hati. Sementara Yoga tersenyum angkuh ke arah Aurelia.

"Sudah, Pak. Ada lagi yang bisa saya bantu?" tanya pelayan itu sopan.

Yoga mengeluarkan selembar uang dari dompetnya. "Sudah, itu saja. Terima kasih. Ini tip buatmu."

Pria itu nampak senang. "Terima kasih, Pak. Permisi." Pria itu pergi meninggalkan mereka berdua di balkon.

Aurelia menatap Yoga dengan tajam. Jelas dia lebih berharap Yoga yang mengangkat kursi untuknya.

Yoga berjalan ke belakang kursi dan menyentuh sandaran kursi. Dengan sikap hormat yang dibuat-buat seolah meledek, dia sedikit membungkukkan badannya. "Silakan duduk, tuan putri Aurelia."

Wanita itu menghampiri kursi dan duduk sambil kesal. Dia menyilangkan kaki kanan di atas kaki kirinya dengan cuek, hingga roknya sedikit tersingkap. Rok yang semestinya panjang itu, kini naik hingga sedikit di atas lutut.

Yoga refleks membuang pandangannya ke arah lain. Aurelia segera menyadarinya. "Kenapa kamu? Ada masalah dengan cara dudukku? Kayak belum pernah liat kaki perempuan aja."

"Bukan urusanmu. Terserahku mau liat ke mana," sahut Yoga.

Aurelia mengangkat alisnya karena masih heran dengan reaksi Yoga barusan. Dia menghela napas dan membuka tas mungilnya. Mengeluarkan sebatang rokok dan pemantik.

Suara pemantik saat Aurelia menyalakan ujung batang rokok itu membuat Yoga menoleh. Wanita yang beberapa saat lalu dia nilai berkarakter polos dan lembut itu, kini tengah menghisap asap rokok dan mengembuskannya ke udara. Untung bagi Yoga, arah angin tidak sedang bertiup ke arahnya. Walau Yoga tidak punya alergi apapun, dia tidak pernah suka dengan asap rokok.

Yoga mengernyitkan dahi. Mulai menebak-nebak. Apa wanita di sampingnya ini punya kelainan jiwa? Semacam kepribadian ganda?

"Ngapain liat-liat? Ada masalah sama perokok?" ucap Aurelia ketus.

Yoga tidak menjawab. Dia berusaha tak acuh dan kembali melempar pandangannya ke arah jalanan di bawah balkon. Balkon itu sunyi untuk beberapa saat. Mereka hanya ditemani angin malam dan kepulan asap rokok yang terbang menjauh.

"Aku akan langsung saja, Yoga Pratama. Pertama, aku gak berminat untuk dijodohkan dengan siapapun, termasuk kamu. Dan sekalipun aktingmu lumayan, kamu tidak bisa menipuku. Kamu juga gak mau dijodohkan denganku. Iya, 'kan?" 

ANXI (SEDANG REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang