.
.
Ada banyak hal yang membuat dua orang tidak bisa lagi bersama. Cinta tidak se-sederhana itu.
.
.
***
Yoga dan Dana duduk bersebelahan di kursi belakang mobil limosin hitam yang tengah melaju di jalan raya. Dilihat dari ekspresi wajahnya, Dana jelas kelihatan tidak senang.
"Ayah gak percaya kamu mendadak pamit di tengah pertemuan tadi. Kamu bahkan kembali ke meja kita tanpa membawa Aurelia bersamamu. Ayah malu sekali sama Pak Jimmy!" kata Dana jengkel.
Yoga terdiam sambil menatap ke luar kaca mobil di sampingnya.
"Maaf, Yah. Setelah bicara dengan Aurelia, aku menyadari kalau kami gak ada kecocokan. Lagi pula, aku jenuh sekali dengan suasana pesta. Hampir dua jam kita di sana."
Jawaban itu membuat Dana semakin kesal. "Kamu gak bisa mengambil kesimpulan secepat itu! Bagaimana bisa tahu kalau kalian gak bakal cocok, cuma dari obrolan singkat?"
"Obrolan singkat itu sudah cukup buatku," jelas Yoga.
Dana menggelengkan kepala. "Ayah bener-bener gak habis pikir. Apa kamu tahu, berapa banyak waktu ayah dan Bastian terbuang, untuk mengatur pertemuan kalian malam ini? Berapa hari libur yang kami korbankan, untuk menseleksi calon pasangan buat kamu??"
Yoga menjawab singkat, "tapi, aku 'kan gak pernah minta."
Tangan Dana mulai digunakannya untuk menopang kening. Menahan sakit kepala. "Kamu harus ingat, Yoga! Usiamu makin lama makin bertambah. Coba lihat, berapa banyak temanmu yang sudah menikah?? Yang satu angkatan sama kamu, semuanya sudah menikah! Dan banyak diantara mereka yang sudah punya anak!"
Bola mata Yoga mulai mengerling ke atas.
Oh Tuhan. Mulai lagi ceramah ini, batin Yoga.
Yoga menutup daun telinganya dengan kedua tangan. "LAAA LAA LAAA! AKU GAK DENGEER! AKU GAK DENGEEERR!!" pekik Yoga.
Reaksi itu membuat Dana murka. Dia memaksa Yoga membuka sumbatan telinganya dan menjewer telinga kanannya.
"ADUHHH!!!" rintih Yoga.
"DENGERIN KALO ORANG TUA NGOMONG!!!" bentak Dana gemas.
Sementara supir pribadi berkaca mata hitam yang sedang menyetir di kursi depan, berusaha menahan tawanya. Sekalipun dia tidak berani mengintip melalui kaca spion, dia bisa membayangkan drama komedi keluarga yang tengah terjadi di kursi belakang mobil.
Yoga mengusap telinganya yang kini berubah warna menjadi agak kemerahan. "Ayah! Kenapa sih aku dijewer?? Emangnya aku anak kecil, apa??"
Dana mengacungkan jari telunjuk ke wajah Yoga. "KAMU MEMANG ANAK KECIL!! KAMU ITU ANAK KECIL YANG TERJEBAK DI TUBUH ORANG DEWASA!!"
Yoga melotot mendengarnya. "Gak pernah ada tuh yang bilang aku kayak gitu! Cuman Ayah aja!"
Dana tersenyum sinis. "Huh. Tunggu aja sampe nanti ada yang bilang kayak gitu. PERSIS kayak apa yang ayah bilang tadi!"
Yoga melengos dan kembali melemparkan pandangan ke jalanan. Mobil perlahan berhenti karena terkena antrian lampu merah di perempatan jalan. Seorang anak laki-laki yang usianya kisaran kelas 3 SD, menghampiri pintu depan di dekat supir. Dia mengeluarkan kerincingan dan mulai mengamen. Bernyanyi entah lagu apa.
Dana memberi instruksi pada supir. "Usir aja dia!"
Yoga menoleh ke ayahnya, dengan raut wajah tidak suka.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANXI (SEDANG REVISI)
SpiritualJika kamu sedang mencari novel Islami/syar'i, mohon maaf kamu salah alamat, zheyenk :) ANXI mungkin bukan untukmu. Coba peruntunganmu di karya saya yang lain : Tirai, Cincin Mata Sembilan (link di bio) ANXI *Untuk Dewasa 21+* Peringkat tertinggi #1...