.
.
Mohon terimalah taubatku.
Kuatkanlah imanku agar aku tak lagi terjerumus ke dalam dosa yang sama.
.
.
***
Setelah berjalan kaki ke lapangan parkir tak jauh dari masjid, mobil mereka akhirnya meninggalkan parkiran menuju jalan raya.
Lima menit berlalu, dan tidak seperti biasanya, Farhan diam saja sejak mereka masuk ke dalam mobil.
"Ayah?" panggil Yunan.
"Ya?" sahut Farhan menoleh ke anak angkatnya.
"Ayah kok diam saja?"
Farhan tersenyum. "Enggak apa-apa," jawabnya singkat.
Sekalipun Farhan tersenyum dan mengatakan dirinya baik-baik saja, Yunan tetap menangkap kegetiran dalam suaranya.
Yunan terdiam dengan tatapan menerawang. Ceramah barusan di masjid, meninggalkan kesan mendalam untuknya. Riba, sudah bukan kata baru untuknya. Dia sudah berkenalan dengan kata itu sejak masih kecil. Bagaimana tidak? Ayah kandungnya dulu terjerat hutang riba dengan renternir. Hutang untuk usaha menjual kue di pasar. Hutang yang disesali ayahnya hingga akhir hidupnya.
Mendadak Yunan teringat pada Om Derry, nama renternir itu. Lintah darat adalah nama lain profesinya. Apa yang terjadi padanya sekarang? Masihkah dia menjalani profesinya, ataukah Tuhan mengabulkan do'a Yunan dan membuat Om Derry berhenti dari pekerjaannya dan mencari penghasilan yang halal? Tak ada yang tahu.
Yunan ingat bagaimana Om Derry memberikannya uang selembar seratus ribu-an, di saat semua sisa uang mendiang orang tua kandungnya, telah habis dipakai untuk membayar sisa bunga pinjaman. Mendengar isi ceramah barusan, Yunan menyadari bahwa amal sedekah Om Derry waktu itu kemungkinan tidak mendapat ganjaran di sisi Allah. Dia merasa kasihan padanya. Dalam hati Yunan berharap, Allah pada akhirnya akan mengeluarkannya dari dunia riba, dan digantikan dengan pekerjaan yang halal.
Yunan mengerjapkan mata sekian detik. Menyadari hal yang lebih besar lagi. Hal yang sangat menakutkan untuknya hingga dia merasa tubuhnya gemetar. Mata Yunan mulai berair. Tangannya menutup bibir dan dia mulai meneteskan air mata.
Farhan segera menyadari keganjilan saat melihat pundak Yunan bergetar. "Yunan?? Kamu kenapa??" tanya Farhan terkejut.
Yunan berusaha menghapus air matanya, tapi bulir air mata yang baru kembali membasahi pipi. "Enggak apa-apa. Aku teringat ayah dan ibuku yang sudah meninggal," jawabnya sesenggukan.
"Hah?? Kenapa tiba-tiba --??" tanya Farhan setengah panik.
"Mereka meninggal saat berusaha melunasi sisa hutangnya. Hutang riba yang digunakan untuk modal jualan. Dan saat meninggal dunia, mereka tidak berhasil melunasi sisa hutang. Akhirnya renternir datang saat itu, menagih sisa pembayaran, dan aku menyerahkan pada mereka, semua sisa uang orang tuaku. Sekalipun begitu, mereka bilang, uang itu masih kurang untuk membayar bunganya," jelas Yunan dengan tangan menyeka air mata yang tak juga berhenti.
"Aku cuma takut. Apa yang terjadi pada mereka di alam kubur? Apa mereka akan disiksa karena itu? Aku takut ... takut!" ucap Yunan dengan suara bergetar.
Hati Farhan teriris mendengarnya. Dia segera menepikan mobilnya dan memeluk Yunan. Tangis Yunan masih berlanjut. Membuat Farhan ikut meneteskan air mata. Dia mengelus dan mencium kepala Yunan, yang telah dianggapnya sebagai anak kandungnya sendiri.
"Jangan takut, Yunan. Ayah yakin, orang tuamu dalam hatinya tidak pernah terbesit menghalalkan riba. Mereka adalah korban. Ayah yakin, dalam hatinya mereka menyesal. Allah Maha Pengampun, Nak. Berprasangka baiklah pada-Nya. Allah sesuai dengan prasangka hamba-Nya," hibur Farhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANXI (SEDANG REVISI)
SpiritualJika kamu sedang mencari novel Islami/syar'i, mohon maaf kamu salah alamat, zheyenk :) ANXI mungkin bukan untukmu. Coba peruntunganmu di karya saya yang lain : Tirai, Cincin Mata Sembilan (link di bio) ANXI *Untuk Dewasa 21+* Peringkat tertinggi #1...